Jalan Panjang Digitalisasi Usaha Kecil ”Pemuas Lidah”
Seiring dengan kembalinya kebiasaan penjualan luar jaringan, UMKM harus mengembangkan penggunaan teknologi digital. Peningkatan keahlian dan permodalan berkelanjutan harus ikut menopang.
Ekosistem dagang digital berhasil membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang kuliner bertahan di masa pandemi. Seiring dengan kembalinya kebiasaan penjualan luar jaringan, penggunaan teknologi harus makin berkembang. Bagaimana ini bisa diwujudkan?
Usaha kuliner Moqafe menjadi bukti kesuksesan digitalisasi melampaui masa-masa sulit di pandemi Covid-19. Berdiri sejak 1 Maret 2020, di sekitar daerah perkantoran di bilangan Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, usaha kecil itu bertahan karena memanfaatkan beberapa aplikasi penjualan dan pengantaran makanan secara daring.
Willy Ramadhan (28) bernostalgia, ia sempat kalut karena kasus pertama Covid-19 yang menakutkan masyarakat muncul di hari pertamanya membuka kedai berukuran 2 meter x 7 meter itu. Tempat yang awalnya berkonsep kafe itu menjajakan pempek dengan aneka camilan dan minuman artisan. Usaha luar jaringan itu dibuka setelah Willy terjun di usaha produksi pempek yang dipasarkan di platform e-dagang sejak 2015.
Pembatasan aktivitas sempat membuat penjualan sepi karena sebagian besar pekerja tidak pergi ke kantor dan Moqafe tidak bisa melayani makan di tempat. Namun, Willy kembali menyesuaikan diri dengan digitalisasi dan menggunakan beberapa aplikasi online delivery. ”Akhirnya ada penjualan dan pada Oktober 2020 melonjak karena ditopang online,” ucapnya kepada Kompas, Kamis (5/10/2023).
Adaptasi saat itu membantu pengenalan usaha dan penjualan produknya hingga ke luar kota. Omzet di 2020 pun mampu menyentuh Rp 1,8 juta sehari, yang sekitar 80 persen ditopang penjualan daring dan sekitar 20 persen dari luar jaringan. Setelah pandemi berakhir, omzet yang rata-rata Rp 1 juta per hari sumber pemasukannya berbalik didominasi penjualan di tempat.
Willy pun tetap memanfaatkan digitalisasi untuk memperluas pengenalan Moqafe sampai memenuhi kebutuhan pembayaran nontunai dari pelanggan yang semakin diminati. Meski demikian, upaya ini tidak lepas dari kendala terbatasnya dana pemasaran (marketing). Penghasilan selama ini, termasuk bantuan kredit usaha rakyat (KUR) perbankan yang ia dapat sejak 2020, masih digunakan untuk modal usaha.
Ia menghindari tren kenaikan biaya layanan dan algoritma pemasaran penyedia aplikasi online delivery yang kurang menguntungkan dengan menggunakan aplikasi bisnis lainnya. Aplikasi baru itu membantunya menyebarkan promosi produk ke pelanggan secara personal.
”Marketing bisa berjalan, pelan-pelan saja enggak usah berbayar, yang penting untuk pengenalan saja. Tetapi, memang tetap harus melek digitalisasi. Kalau sekarang buta digitalisasi akan sulit karena hanya di situ-situ saja,” ujar pria lulusan sekolah menengah kejuruan itu.
Baca juga: Digitalisasi Ekonomi: Ramai di Perdagangan, Sepi di Produksi
Dalam laporan Boston Consulting Group (BCG) dan Telkom Indonesia di 2022, survei terhadap 3.763 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menemukan adopsi teknologi pelaku usaha makanan dan minuman tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya, antara lain perdagangan, layanan, manufaktur, dan agrikultur.
Sebanyak 71 persen dari usaha sektor ini mengadopsi teknologi digital untuk mencari pemasok barang produksi dan 69 persen memanfaatkannya untuk menjangkau pelanggan. Adapun pemanfaatan digitalisasi untuk proses bisnis hanya 26 persen dan yang menggunakan perangkat analisis pasar baru 23 persen.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki kerap mengeluhkan, adaptasi teknologi digital di UMKM baru sebatas di hilir atau untuk distribusi dan penjualan. Padahal, UMKM bisa mendapatkan lebih banyak manfaat digitalisasi di hulu atau sektor produksi. Misalnya, penerapan pabrik cerdas yang digerakkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
”Transformasi digital di Indonesia, menurut saya, terlalu maju di hilir. Sementara transformasi digital di sisi hulu masih relatif lemah. Ini yang harus terus kita dorong bersama,” katanya di Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Maksimalnya transformasi digital dari sisi produksi, menurut Teten, dapat membuat pendapatan ekonomi digital berkontribusi semakin besar terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada 2021, kontribusi ekonomi digital menyumbang Rp 980 triliun atau 5,7 persen dari PDB Indonesia yang mendekati Rp 17.000 triliun. Sementara itu, pada tahun yang sama, UMKM yang mayoritas ditopang pasar luring diperkirakan mampu menghasilkan 61 persen PDB setara Rp 8.573 triliun.
Optimalisasi ekosistem bisnis digital menjadi strategi perusahaan e-dagang hingga penyedia layanan delivery online dalam merebut pasar UMKM dan konsumen dalam negeri. Salah satunya, e-dagang Shopee yang menurut data SimilarWeb di semester I-2023 menerima antara 143 juta-173 juta kunjungan pengguna Indonesia per bulan.
Regita Van Empel, Marketing Manager ShopeeFood, layanan pesan-antar makanan dalam ekosistem Shopee, mengklaim mereka menghadirkan beragam kelebihan dan layanan untuk membantu ratusan ribu merchant atau pelaku usaha kuliner dan mitra pengemudi mereka. Di sektor hilir, ShopeeFood menyediakan layanan promosi untuk membantu meningkatkan visibilitas produk pelaku usaha di halaman pencarian mereka.
”ShopeeFood juga memiliki dashboard yang memberikan gambaran laporan performa bisnis bagi para merchant ShopeeFood. Melalui dashboard ini, merchant ShopeeFood dapat memantau dan menganalisis hasil penjualan, transaksi merchant, kebiasaan pelanggan mereka, dan sebagainya,” ujarnya kepada Kompas.
Penyedia ekosistem digital bagi pelaku usaha, termasuk UMKM, GoTo, yang juga banyak digunakan di Indonesia, turut mengembangkan beberapa layanan teknologi bisnis di hulu. SVP of Product and Operations Communications GoTo Nuraini Razak mengemukakan, ini salah satunya ada di unit bisnis mereka, Gojek, lewat layanan GoFood.
”Sejalan dengan peningkatan jumlah mitra usaha kuliner GoFood dari tahun ke tahun. Kami juga senantiasa mengedukasi para mitra usaha GoFood untuk memaksimalkan berbagai solusi teknologi seperti aplikasi GoBiz untuk mengelola operasionalisasi restoran. Upaya edukasi ini secara rutin kami adakan bagi para anggota Komunitas Partner GoFood, yang saat ini memiliki lebih dari 200.000 anggota di berbagai daerah di Indonesia,” tuturnya.
Baca juga: Jebakan ”Pilot” Digitalisasi dan Keberlanjutan Menuju Indonesia Emas
Unit e-dagang mereka, Tokopedia, juga menghadirkan pengalaman layanan mandiri yang memanfaatkan AI melalui Seller Dashboard Tokopedia. Layanan itu untuk mendukung pelaku usaha melakukan riset demi pengembangan inovasi bisnis.
”Melalui Seller Dashboard Tokopedia, penjual bisa menggunakan berbagai fitur untuk meningkatkan penjualan, misalnya fitur ’Wawasan Pasar’ dan ’Penamaan Produk dan Kategori’,” kata Nuraini melalui keterangan tertulis.
Ketua Umum Asosiasi Perkumpulan Pengusaha Kuliner Indonesia (Apkulindo) Masbukhin Pradhana mengatakan, digitalisasi UMKM dipicu inovasi perusahaan teknologi yang mengungkit permintaan kebutuhan masyarakat terhadap produk usaha. Ini juga tidak lepas dari peningkatan akses internet dan penggunaan ponsel oleh masyarakat yang telah meluas di seantero negeri.
”Aplikasi teknologi baru ramai sepuluh tahun terakhir, begitu ditambah e-commerce atau marketplace, delivery service online, dan kemauan perusahaan untuk subsidi harga atau bakar uang di awal itu mendorong. Penyedia jasa aplikasi juga ada melihat kebutuhan, mau berinvestasi sampai pasar terbiasa,” katanya saat dihubungi Sabtu (14/10/2023).
Aplikasi-aplikasi tersebut menurut dia telah membantu membuka akses pasar, yang menjadi salah satu kunci sukses bisnis UMKM. Sementara itu, ia tidak menampik cepatnya perkembangan digitalisasi ini sulit dikejar pelaku usaha mikro dan kecil yang lemah dari segi keahlian dan pendanaan.
”Pendidikan dibutuhkan karena dunia digital terus berkembang. Pelaku harus terus mengikuti apa yang lagi tren. Pelatihan digital juga harus selalu update, jangan ilmu lima tahun lalu diputar ulang,” ujarnya.
Selain mengandalkan pelaku usaha atau swasta, ia berharap pemerintah segera melakukan data untuk mengintegrasikan program peningkatan kapasitas dan permodalan bagi UMKM, khususnya dari kategori mikro dan kecil.
Sebagaimana lidah masyarakat yang perlu dipuaskan segera, digitalisasi UMKM juga tidak menunggu terlalu lama agar bisa menyenangkan semua.