Stabilitas Ekonomi Jadi Sentimen Positif Bursa Saham
Stabilnya perekonomian dalam negeri menjadi katalis bersama dengan sentimen fluktuasi harga komoditas dan pergerakan nilai tukar rupiah.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks harga saham gabungan atau IHSG diperkirakan akan menghijau untuk jangka panjang. Stabilnya perekonomian dalam negeri menjadi katalis bersama dengan sentimen fluktuasi harga komoditas dan pergerakan nilai tukar rupiah.
Jumat (13/10/2023), IHSG dibuka pada level 6.941 pada pukul 09.00 dibanding sesi penutupan kemarin di level 6.935. Tren kenaikan diprediksi Yugen Bertumbuh Sekuritas bertahan hari ini hingga di posisi maksimal 6.978.
CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya, mengatakan, potensi pergerakan IHSG terlihat masih memiliki kekuatan untuk kembali naik dalam jangka menengah panjang. Hal ini mengingat kondisi perekonomian yang terlihat masih cukup stabil terlihat dari rilis data perekonomian.
Mengutip laman Kementerian Keuangan, situasi perekonomian yang antara lain diindikasikan laju inflasi domestik masih terkendali karena didukung inflasi pangan yang stabil. Inflasi bulan Agustus tercatat -0,02 persen secara bulanan atau 3,3 persen secara tahunan.
Pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2023 juga diproyeksikan tetap di atas 5 persen. Ini, antara lain, disokong neraca perdagangan yang surplus selama 40 bulan berturut-turut walau dengan tren penurunan ekspor dan impor.
”Dalam jangka pendek, sentimen fluktuasi harga komoditas dan pergerakan nilai tukar menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pola gerak IHSG. Peluang koreksi wajar dapat dimanfaatkan oleh investor untuk melakukan akumulasi pembelian, hari ini IHSG berpotensi menguat,” kata William dalam keterangan tertulisnya.
Untuk menopang kinerja komoditas, khususnya minyak sawit mentah (CPO), hari ini, Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan RI meluncurkan Bursa CPO.
Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko menjelaskan (Kompas.id, 4/8/2023), bursa ini akan memperdagangkan kebutuhan CPO domestik, tetapi tidak mewajibkan perdagangan ekspor produk turunan CPO.
Berdasarkan data Bappebti, rata-rata produksi CPO nasional per tahun mencapai 50 juta ton. Dari jumlah tersebut, rata-rata ekspor CPO 30 juta ton per tahun.
”Tujuan utama CPO masuk bursa agar kita memiliki harga acuan tersendiri. Harga acuan ini tentu bisa memengaruhi harga CPO internasional karena produksi kita di atas 50 persen,” kata Didid.
Perdagangan melalui bursa CPO ini dapat menjadi acuan di sektor hulu, yakni petani, dan hilir, yakni perusahaan. Dengan adanya kesepakatan antara permintaan dan penawaran di bursa diharapkan tercipta harga yang wajar, baik harga tandan buah segar (TBS) petani maupun pengenaan pajak untuk pelaku usaha.