Mutiara laut selatan asal Indonesia kian menjadi primadona pasar dunia. Namun, tantangan muncul terkait semakin sulitnya mutiara terjangkau pasar dalam negeri.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
Mutiara hasil budidaya laut yang identik dengan perhiasan pasar kelas atas telah merasuk ke berbagai kalangan, mulai dari politisi, pejabat, ekonom, hingga pesohor dan artis muda. Pada tahun 2021, Harper’s Bazaar Korea pernah memuji Jennie dan Jisoo ”Blackpink” yang tampil modis dengan memamerkan untaian kalung mutiara. Perhiasan mutiara juga menjadi pilihan aksesori penyanyi pria asal Kanada, seperti Shawn Mendes, dan aktor asal Inggris, Harry Styles, yang dipadukan dengan busana kasual.
Indonesia tercatat sebagai penghasil terbesar komoditas mutiara laut selatan (south sea pearl) di dunia. Mutiara asal Indonesia dikenal dengan mutiara berwarna emas dan putih. Selama ini, mutiara laut itu diekspor gelondongan dalam bentuk butiran. Selain Indonesia, mutiara laut selatan juga dihasilkan, antara lain, oleh Australia, Filipina, dan Myanmar.
Selama pandemi, ekspor mutiara laut selatan asal Indonesia sempat merosot. Namun, sejak tahun 2022, ekspor mutiara laut terus melesat dengan nilai fantastis. Permintaan konsumen dunia semakin besar, terutama dari China, Korea Selatan, dan India.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), volume ekspor mutiara pada tahun 2022 sebesar 13.493 kilogram (kg) atau naik 300 persen dibandingkan dengan masa pandemi. Adapun nilai ekspor mutiara tahun 2022 sebesar 54,65 juta dollar AS, melampaui masa sebelum pandemi. Sementara itu, selama Januari-Agustus 2023, ekspor komoditas mutiara laut Indonesia mencapai 7.132 kg dengan nilai 74,47 juta dollar AS.
”Harga jual mutiara saat ini merupakan tertinggi sepanjang sejarah budidaya mutiara. Nilai jual diprediksi masih akan terus naik karena permintaan dunia besar, sedangkan produksi (mutiara) masih terbatas,” kata pemilik CV Rosario Mutiara di Jakarta, Ambrosius Kengrry Retanubun, saat dihubungi, Senin (9/10/2023).
Sebagai ilustrasi, harga gelondongan mutiara kualifikasi terbaik, yakni kelas AAA berukuran 8-12 milimeter (mm), menembus 200-300 dollar AS per gram. Adapun mutiara kelas AAA berukuran lebih besar, yakni 12-15 mm, laku dijual seharga 500 dollar per gram. Kenaikan harga itu ditaksir menembus 300 persen jika dibandingkan selama pandemi. Sementara itu, harga mutiara kualitas rendah berkisar 30 dollar AS per gram. Mutiara kelas rendah itu pun dinilai laku keras.
Apabila dijadikan perhiasan, harga sepasang anting mutiara laut selatan berukuran 8 mm mencapai Rp 10,5 juta. Harga itu jauh lebih mahal dibandingkan dengan sepasang anting mutiara air tawar asal China yang dibanderol di kisaran Rp 3 juta-Rp 4 juta. Saat ini mutiara air tawar asal China terus membanjiri pasar dalam negeri, antara lain terlihat dalam pameran Handicraft Trade Fair atau Inacraft edisi Oktober 2023.
Saat ini mutiara air tawar asal China terus membanjiri pasar dalam negeri, antara lain terlihat dalam pameran Handicraft Trade Fair atau Inacraft edisi Oktober 2023.
”Produksi mutiara laut selatan yang terbatas menyebabkan harga mahal dan habis terserap di pasar ekspor. Dengan harga yang semakin tinggi, mutiara laut selatan sulit dijual ke dalam negeri karena dianggap terlalu mahal. Akibatnya, pembeli lokal banyak memakai mutiara asal China,” ucap Ambrosius.
Hingga saat ini, sentra produksi mutiara laut selatan di Indonesia tersebar di Sumatera Barat, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat. Budidaya mutiara membutuhkan perairan yang terlindung dari pencemaran air dan lingkungan.
Permintaan tinggi
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Budidaya Mutiara (Asbumi) Nelia Suhaimi mengemukakan hal senada. Permintaan mutiara dunia terus melesat sejak akhir 2022, sedangkan stok dunia berkurang karena beberapa negara mengalami penurunan produksi. Permintaan mutiara asal China terus bertambah karena setidaknya ada 4.500 toko sentra mutiara di negeri itu yang membutuhkan pasokan.
Hampir seluruh komoditas mutiara laut selatan asal Indonesia yang dipasarkan ke luar negeri habis terserap. Ekspor mutiara didominasi ke pasar Hong Kong, yakni mencapai 80 persen, dan selebihnya ke Jepang 20 persen. Dari Hong Kong, sebagian besar mutiara itu dipasok ke China. Sebaliknya, mutiara ”imitasi” asal China terus membanjiri pasar Indonesia.
Menurut Nelia, salah satu penyebab harga jual perhiasan mutiara laut selatan sangat tinggi adalah rantai pemasaran yang panjang. Kondisi itu menyebabkan harga dari hulu ke hilir meningkat hingga 700 persen. Selain itu, harga jual di dalam negeri dikenai pajak, sedangkan harga ekspor tidak kena pajak. Rantai pemasaran diharapkan dapat ditekan sehingga perajin dalam negeri bisa mendapatkan stok produksi dengan harga lebih terjangkau.
”Pasar dalam negeri sudah menantikan kapan mutiara Indonesia dilelang di dalam negeri. Namun, karena tidak ada lelang, mereka terpaksa membeli mutiara dari hasil lelang di luar negeri,” ucap Neila.
Direktur Pemasaran KKP Erwin Dwiyana mengemukakan, ekspor mutiara laut selatan asal Indonesia meningkat, terutama ke Hong Kong, Jepang, dan Australia. Untuk mendorong pasar internasional, pelaku usaha didorong untuk aktif mengikuti lelang mutiara di Hong Kong.
Rantai pemasaran diharapkan dapat ditekan sehingga perajin dalam negeri bisa mendapatkan stok produksi dengan harga lebih terjangkau.
Di sisi lain, guna menghadapi gempuran mutiara air tawar dari China, upaya sosialisasi dan literasi ke masyarakat perlu terus dilakukan agar bisa membedakan mutiara air laut dengan mutiara air tawar. Selain itu, menggarap pasar dalam negeri melalui Indonesia Pearl Festival perlu digalakkan.
Sebagai produsen mutiara laut selatan terbesar, Indonesia masih sangat terbatas dan sulit mengadakan lelang mutiara di dalam negeri. Selama ini, pasar ekspor mengandalkan lelang di Hong Kong. Kesulitan lelang di Indonesia, antara lain, karena terbatasnya anggaran pemerintah untuk memfasilitasi lelang dan pihak swasta belum berminat menjadi penyelenggara. Selain itu, prosedur lelang lebih mudah di Hong Kong atau Jepang. Kendala lain, regulasi belum mendukung pengenaan pajak mutiara yang dibawa keluar dari Indonesia setelah lelang.