Kemilau Mutiara Mulai Sulit Didapat
Indonesia diakui dunia sebagai produsen utama mutiara laut selatan, tetapi mutiara Indonesia yang berkualitas tinggi justru belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Produk mutiara laut selatan asal Indonesia yang berkualitas tinggi diprediksi semakin sulit didapat dalam beberapa tahun ke depan. Produksi mutiara cenderung terus menurun justru ketika animo pasar dunia terhadap mutiara semakin tinggi.
Mutiara hasil budidaya laut yang merupakan komoditas premium selama ini diidentikkan dengan pasar kelas atas atau kelompok usia matang. Di dunia, Indonesia tercatat sebagai penghasil terbesar mutiara laut selatan. Mutiara laut selatan (Indonesia south sea pearl/ISSP) juga dihasilkan Australia, Filipina, dan Myanmar.
Salah satu keunggulan jenis mutiara laut selatan (Pinctada maxima) ialah memiliki ukuran lebih besar pada rentang 9-13 milimeter. Selain itu, warna lebih bervariasi, meliputi putih, perak, dan emas. Mutiara alami itu juga memiliki lapisan tebal dan kemilau yang lebih kuat dibandingkan jenis mutiara lain.
Dari sisi kualitasnya, produk itu masih terbagi lagi atas beberapa tingkatan (grade), mulai dari kualitas tertinggi sampai terendah, yakni grade AAA, AA, A, B, dan C. Nilai mutiara ditentukan antara lain oleh bentuk dan kemulusannya, serta ukuran dan warna. Pemasaran produk mutiara berkualitas tinggi hingga saat ini didominasi untuk pasar ekspor.
Nilai mutiara ditentukan antara lain oleh bentuk dan kemulusannya, serta ukuran dan warna. Pemasaran produk mutiara berkualitas tinggi hingga saat ini didominasi untuk pasar ekspor.
Anggota Majelis Pimpinan Perusahaan Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) Ambrosius Kengry Retanubun mengemukakan, penurunan produksi mutiara laut selatan berlangsung pada semua grade, serta terjadi hampir di semua negara produsen. Sejak pandemi tahun 2020, produksi mutiara menurun sekitar 20 persen.
Produksi yang menurun di Indonesia terutama dipicu oleh penurunan kualitas lingkungan dan dampak perubahan iklim. Faktor lainnya, ongkos produksi budidaya mutiara semakin mahal, terutama setelah harga bahan bakar minyak terus meroket. Apalagi, budidaya mutiara umumnya dilakukan pada perairan di kawasan terpencil dengan tujuan menekan risiko pencemaran.
Sebagian produk mutiara laut selatan asal Australia juga dibudidayakan di Indonesia melalui skema investasi penanaman modal asing.
Hingga saat ini, sentra budidaya mutiara air laut selatan tersebar di 12 provinsi, yakni Sumatera Barat, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku utara, dan Papua Barat.
Penurunan produksi menyebabkan harga mutiara ikut terdongkrak, terutama mutiara kualitas tertinggi. Salah seorang pengusaha mutiara pernah menuturkan, di masa lalu harga 1 kilogram mutiara laut selatan grade AAA berukuran 9 mm setara harga 1 mobil Avanza, tetapi saat ini harga 1 kg mutiara laut selatan itu sudah setara 1 mobil Alphard atau hampir Rp 2 miliar.
Harga itu jauh lebih mahal ketimbang emas batangan ukuran 1 kg yang saat ini sekitar Rp 920 juta, mengutip situs logammulia.
Produksi mutiara kualitas tertinggi ditaksir 15-20 persen, sedangkan mutiara dengan kualitas sedang dan rendah mendominasi, yakni sekitar 50 persen dari total produksi mutiara laut selatan Indonesia.
”Karena produksi semakin sedikit, hampir seluruh mutiara kualitas tertinggi dipasarkan ke luar negeri. Sementara pasar dalam negeri didominasi (mutiara) yang kualitas lebih rendah,” lanjut Ambrosius.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, ekspor mutiara Indonesia dalam periode 2017-2021 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2022 nilai ekspor mutiara tercatat 44,4 juta dollar AS, atau turun dibandingkan tahun 2017 senilai 51,4 juta dollar AS. Hampir seluruh mutiara yang diekspor berupa butiran. Saat ini harga butiran ISSP 15-25 dollar AS per gram.
Karena produksi semakin sedikit, hampir seluruh mutiara kualitas tertinggi dipasarkan ke luar negeri. Sementara pasar dalam negeri didominasi (mutiara) yang kualitas lebih rendah.
Aksesori mutiara memang mulai dilirik generasi muda di berbagai belahan dunia. Di Inggris, popularitas mutiara meningkat. Dari survei perusahaan cokelat Thorntons, seperti dikutip Thejewelrymagazine.com pada Mei 2019, kalangan usia 18-24 tahun melirik mutiara sebagai aksesori perhiasan, karena merasa anggun dan cantik mengenakan mutiara.
Pandangan ini sedikit banyak dipengaruhi oleh gaya hidup kalangan muda keluarga Kerajaan Inggris, seperti Duchess of Cambridge Kate Middleton, yang terlihat kerap mengenakan perhiasan mutiara dalam sejumlah acara resmi kerajaan.
Pasar dalam negeri
Meski produk mutiara laut selatan Indonesia mendunia dan harga semakin tinggi, pemasaran di dalam negeri masih menjadi tantangan. Upaya memopulerkan perhiasan mutiara asli Indonesia itu menghadapi tantangan dari mengalirnya produk mutiara imitasi dan mutiara air tawar di pasaran.
Upaya mempromosikan produk mutiara laut selatan Indonesia di dalam negeri terus digalakkan sejak 2011. Namun, upaya itu juga menghadapi tantangan dari gempuran produk mutiara air tawar (Chinese pearl) ataupun produk imitasi buatan pabrik yang masuk dalam jumlah besar.
Produk mutiara air tawar asal China itu memiliki harga dan mutu lebih rendah, seperti mudah tergores dan mudah berubah warna. Namun, kerap terjadi produk mutiara itu dipoles hingga menyerupai mutiara air laut dan dijual dengan harga tinggi.
Wakil Ketua Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) Sutrisno Sukendi dalam webinar ”Mengenal Mutiara Indonesia yang Mendunia, Indonesia South Sea Pearl”, April lalu, mengakui, meski produk mutiara laut selatan Indonesia diakui di pasar luar negeri, pemasaran di dalam negeri masih rendah. Ia berharap pencitraan mutiara asli Indonesia tidak hanya di pasar internasional, tetapi juga di pasar domestik.
”Orang tahu Indonesia merupakan produsen utama mutiara laut selatan, tetapi (produk) kita belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ujar Sutrisno.
Salah satu tantangan yang muncul, konsumen Indonesia kerap belum bisa membedakan produk mutiara laut selatan yang asli dengan mutiara imitasi dan mutiara air tawar.
Ketua Divisi Hilir Asbumi Fara Nasution mengemukakan, terdapat beberapa tips untuk membedakan mutiara asli dengan imitasi. Di antaranya dengan metode membakar, membaret, ataupun menggosok guna mengetahui keaslian dan kualitas mutiara.
”Jika tidak terjadi perubahan saat dibakar, dia asli. Lalu jika dibaret dan disapu pakai tangan mulus lagi, itu juga asli. Atau gosok antarmutiara, permukaannya akan tetap mulus kalau (produk) asli,” kata Fara.
Baca juga: Mutiara Laut Selatan Perlu Dukungan Pasar