Petani khawatir musim tanam I padi yang dimulai pada Oktober, November, dan Desember 2023 akan terdampak El Nino. Selain ketersediaan pupuk, petani juga berharap pemerintah menjaga ketersediaan air.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Musim tanam I padi pada akhir tahun ini diperkirakan masih berpotensi terdampak El Nino. Pemerintah perlu mengantisipasinya agar musim tanam I padi dapat menghasilkan beras yang optimal. Selain ketersediaan benih dan pupuk, hujan buatan bisa menjadi opsi untuk menambah pasokan sumber air irigasi persawahan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan El Nino akan memuncak pada Oktober 2023 dan berakhir pada Maret 2024. Namun, musim kemarau akibat dampak fenomena pemanasan suhu muka laut di atas kondisi normal itu akan berakhir secara bertahap pada November 2023. Hal itu terjadi lantaran ada pergantian angin yang membawa uap air yang bakal memicu hujan pada November 2023.
Meski demikian, El Nino masih berpotensi memengaruhi musim tanam (MT) I padi di sejumlah daerah. Kementerian Pertanian memperkirakan awal MT I padi di sejumlah daerah lumbung beras akan dimulai pada November dan Desember 2023. Sementara di daerah aliran irigasi Waduk Kedungombo, Jawa Tengah, yakni Demak, Kudus, dan Grobogan, MT I sudah berlangsung sejak awal Oktober 2023.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Demak Hery Sugihartono, Selasa (10/10/2023), mengatakan, petani di Kecamatan Gajah, Dempet, dan Karanganyar, Kabupaten Demak, sudah mulai tanam padi sejak awal Oktober 2023 sehingga panen diperkirakan terjadi pada Januari 2024. Kondisi serupa juga terjadi di Kecamatan Undaan di Kabupaten Kudus, serta Kecamatan Purwodadi, Klambu, dan Godong, Kabupaten Grobogan.
”Untuk menghemat dan meratakan pembagian air, aliran air irigasi dari Bendung Klambu (salah satu infrastruktur jaringan irigasi Waduk Kedungombo) digilir tiga kali sehari. Namun, kami tetap khawatir sumber air irigasi bisa habis karena hujan masih belum terjadi hingga kini,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Untuk menghemat dan meratakan pembagian air, aliran air irigasi dari Bendung Klambu digilir tiga kali sehari. Namun, kami tetap khawatir sumber air irigasi bisa habis karena hujan masih belum terjadi hingga kini.
Untuk mengoptimalkan MT I, Hery berharap pemerintah perlu mengantisipasinya dengan hujan buatan. Meskipun BMKG memperkirakan bakal terjadi hujan pada November 2023, petani khawatir curah dan frekuensi hujan tersebut masih rendah. Selain itu, petani juga meminta ketersediaan stok pupuk bersubsidi selama MT I berlangsung dijaga dan penyuluh pertanian memantau persawahan secara rutin.
Upaya itu penting dilakukan mengingat produktivitas padi di Jawa Tengah terus turun dalam tiga tahun terakhir ini. Mengutip data Badan Pusat Statistik, Hery menyebutkan, produktivitas padi pada 2022 sebanyak 5,64 ton per hektar, turun dari produktivitas pada 2020 dan 2021 yang masing-masing 5,69 ton per hektar dan 5,67 per hektar.
Di Jawa Barat, Waduk Jatiluhur, sumber irigasi sekitar 240.000 hektar sawah di Purwakarta, Karawang, Bekasi, dan Indramayu, sudah berada di bawah batas operasi normal 93,59 meter di atas permukaan laut (mdpl). Berdasarkan data hidrologi Perum Jasa Tirta II, pengelola waduk tersebut, per 10 Oktober 2023, elevasi waduk tinggal 92 mdpl.
Saat Kompas berkunjung ke waduk itu pada 12 September 2023, elevasi waduk berada di 96,44 mdpl. Apabila hujan belum kunjung turun, Perum Jasa Tirta II akan membuat hujan buatan melalui teknologi modifikasi cuaca (TMC). TMC direncanakan pada Oktober 2023 sehingga dapat menghasilkan air efektif pada November 2023 dengan target menambah tampungan air di tiga waduk sebanyak 450 juta meter kubik.
Koordinator Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani (AB2TI) Jabar Masroni menyatakan, MT I baru akan dimulai pada 1 Desember 2023 karena daerah aliran irigasi Bendung Rentang, yang bersumber dari Waduk Jatigede, akan memasuki masa pengeringan pada November 2023. Dengan demikian, panen diperkirakan baru terjadi pada Maret-April 2024.
Komitmen pemerintah
Sementara itu, Pelaksana Tugas Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi mengatakan, pemerintah akan mengoptimalkan MT I padi untuk menjaga ketersediaan beras nasional. Upaya yang dilakukan adalah menjaga ketersediaan benih dan pupuk.
”Pupuk adalah prioritas kami. Untuk itu, kami akan memastikan ketersediaan pupuk, baik subsidi maupun nonsubsidi, di 2.600 outlet di Indonesia terjaga dan terkontrol dengan baik,” katanya.
Pupuk adalah prioritas kami. Untuk itu, kami akan memastikan ketersediaan pupuk, baik subsidi maupun nonsubsidi, di 2.600 outlet di Indonesia terjaga dan terkontrol dengan baik.
Di samping itu, guna mengantisipasi kekurangan ketersediaan beras nasional, pemerintah memutuskan menambah impor beras 1,5 juta ton dari Kamboja, Vietnam, dan Thailand. Tambahan stok beras itu diperlukan untuk memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog.
Saat ini, Bulog tengah menggulirkan bantuan beras sebanyak 640.000 ton bagi 21,35 juta keluarga berpenghasilan rendah. Bulog juga tengah menggulirkan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan alokasi 500.000 ton beras untuk menstabilkan harga beras.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (NFA) I Gusti Ketut Astawa menjelaskan, tambahan impor beras itu diperlukan untuk menjaga CBP di Bulog. Saat ini, stok beras Bulog sebanyak 1,7 juta ton. Stok itu akan berkurang menjadi sekitar 600.000 ton pada akhir tahun karena disalurkan untuk bantuan beras dan program SPHP.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan NFA, per 10 Oktober 2023, harga rata-rata beras medium secara nasional Rp 13.200 per kg. Dalam sepekan terakhir, harga beras itu telah turun 0,6 persen. Namun, harga komoditas pangan pokok itu masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah berdasarkan zonasi, yakni Rp 10.900-Rp 11.800 per kg.