Butuh Investasi Besar untuk Mengakselerasi Produksi Migas
Dengan dukungan fiskal dari pemerintah, ada peningkatan realisasi investasi sektor hulu migas pada 2021-2023. Namun, sederet tantangan masih menghadang.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Suasana pameran pada 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023 yang diselenggarakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di Kabupaten Badung, Bali, Rabu (20/9/2023). Selain pemerintah, acara itu dihadiri para pelaku usaha industri hulu migas Indonesia.
BADUNG, KOMPAS — Investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi kembali meningkat sejak 2021. Namun, masih ada sejumlah tantangan seperti tren penurunan produksi minyak di tengah proyeksi peningkatan permintaan energi. Untuk mencapai target produksi pada 2030, dibutuhkan investasi sekitar 20 miliar dollar AS per tahun.
Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) per semester I-2023, realisasi produksi siap jual atau lifting minyak yakni 615.500 barel per hari atau di bawah target yang 618.700 barel per hari. Sementara salur gas sebesar 5.308 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau di bawah target yang 5.322 MMSCFD.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023 yang digelar SKK Migas, di Kabupaten Badung, Bali, Rabu (20/09/2023), mengatakan, fiscal tools penting dalam mendukung industri hulu migas.
Salah satu dampak adanya dukungan fiskal itu ialah peningkatan investasi hulu migas dalam tiga tahun terakhir. Pada 2021, nilai investasi di sektor tersebut mencapai 0,9 miliar dollar AS. Kemudian, nilai investasinya meningkat menjadi 12,1 miliar dollar AS (2022) dan diharapkan mencapai 14,6 miliar dollar AS (2023).
”Pemerintah akan terus meningkatkan kinerja serta dukungan di sektor hulu migas. Harapannya, itu bisa menciptakan momentum yang baik. Bukan untuk pemulihan ekonomi (pascapandemi Covid-19) semata, melainkan juga terkait energy security (keamanan energi) di Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Kendati demikian, kata Sri Mulyani, sektor hulu migas masih menghadapi sejumlah tantangan strategis, salah satunya tren penurunan produksi dan produksi siap jual (lifting) minyak. Hal tersebut dapat berdampak pada pendapatan negara, baik dari pajak maupun nonpajak.
”Kebutuhan energi di Indonesia akan berkelanjutan dan bertahan tinggi. Sebagai salah satu negara dengan perekonomian besar di dunia, permintaan energi akan meningkat. Namun, dari sisi suplai (dengan penurunan produksi minyak) akan menantang. Di saat bersamaan juga ada tantangan terkait perubahan iklim,” kata Sri Mulyani.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menuturkan, target 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030 dapat tercapai jika dilakukan aktivitas pengeboran yang agresif dan masif. Namun, untuk mengebor lebih dari 1.000 sumur pengembangan per tahun setelah 2025, akan dibutuhkan investasi lebih dari 20 miliar dollar AS per tahun.
Menurut dia, sejak 2020, daya tarik investasi hulu migas di Indonesia sebenarnya meningkat setelah didukung pemerintah melalui sistem fiskal yang lebih fleksibel. Misalnya, investor dibebaskan memilih skema cost recovery (biaya operasi yang dipulihkan) atau gross split (skema bagi hasil berdasarkan produksi bruto). Juga, dukungan lain yang dapat menurunkan risiko investasi.
”Namun, beberapa area masih memerlukan perbaikan, yaitu dalam aspek legal dan kontraktual serta penemuan cadangan raksasa (giant discovery),” kata Dwi.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dari 128 cekungan yang dimiliki Indonesia, 68 di antaranya belum dibor. Hingga akhir 2022, tercatat ada 172 wilayah kerja (WK) migas, meliputi 98 WK produksi dan 74 WK eksplorasi. Selain itu, juga 30.000 sumur dan 832 lapangan atau struktur.
Berdasarkan data SKK Migas hingga semester I-2023, realisasi investasi hulu migas di Indonesia sebesar 5,7 miliar dollar AS, sedangkan target 2023 yakni 15,5 miliar dollar AS. Sejumlah kendala dalam investasi di antaranya terkait safety stand-down (penghentian aktivitas setelah kecelakaan kerja) dalam pengeboran serta keterbatasan rig dan tenaga kerja.
Sementara itu, berdasarkan IHS Markit (S&PGlobal) pada triwulan II-2023, skor Indonesia dalam daya tarik investasi yakni 5,40 atau meningkat dari triwulan I-2023 yang 5,27. Di Asia Pasifik, daya tarik investasi Indonesia berada di peringkat ke-9 dari 14 negara, termasuk di bawah Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Kamboja.
Industri pendukung
Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo menuturkan, dalam meningkatkan produksi migas yang sedang berjalan, dibutuhkan investasi terkait dengan pengeboran sumur pengembangan serta pengerjaan ulang dan perawatan sumur (work over well service). Di samping itu, guna memastikan agar proyek yang sedang berlangsung tidak terlambat.
Saat ini, sumur pengembangan tengah dipacu guna mendukung target 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030. Namun, dari target pengeboran 991 sumur pengembangan pada 2023, hingga akhir tahun diperkirakan hanya tercapai 864 sumur, karena ketidaksiapan industri pendukung, termasuk ketersediaan rig andal.
”Industri pendukungnya enggak siap 100 persen setelah lama idle (menganggur). Namun, tahun depan kami pastikan bisa optimal dan saat ini kami dalam proses work program and budget (WP&B) untuk mengamankan komitmen pekerjaan 2024. Strategi kami tetap dengan pengeboran masif, agresif, dan efisien. Sebisa dan sebanyak mungkin kami kerjakan,” katanya.
Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengemukakan, peningkatan daya tarik investasi hulu migas terkait dengan kepastian hukum serta insentif. Itu antara lain melalui revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Termasuk di dalamnya terkait pembentukan badan usaha khusus (BUK) terkait migas. Salah satu opsi yakni menjadikan SKK Migas menjadi BUK.
Setelah terkatung-katung, ia meyakini revisi UU Migas yang merupakan inisiatif DPR akan dituntaskan pada periode ini (2019-2024). ”Sebenarnya hanya beberapa pasal saja (dibahas). DIM (daftar inventarisasi masalah)-nya hanya 11 dan tidak rumit. Apabila sudah disahkan, ini akan memberi kepastian hukum bagi calon investor hulu migas,” kata Sugeng.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Maket cekungan minyak dan gas bumi dipamerkan pada salah satu booth di 4th International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2023 di Kabupaten Badung, Bali, Rabu (20/9/2023). Acara yang diselanggarakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) itu berlangsung 20-22 September 2023.
Peran swasta
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menuturkan, pihaknya berharap swasta, terutama nasional, lebih diberikan kesempatan untuk mengelola WK migas. Sebab, saat ini, sekitar 70 persen dikelola PT Pertamina (Persero). Dengan lebih memberi kesempatan kepada swasta, diharapkan ada peningkatan produksi migas secara signifikan atau sesuai harapan.
”Sebenarnya mau Pertamina ataupun swasta, yang penting produksi harus naik. Sebab, jika tidak, (terus) impor. Neraca perdagangan kita kena (terdampak) serta ada ketergantungan impor. Saat ini, konsumsi minyak 1,6 juta barel per hari, sedangkan produksi hanya 600.000-630.000 barel per hari, juga selalu di bawah target APBN,” katanya.
Dalam melakukan itu, hanya ada dua pilihan upaya, yakni segera mendapatkan sumur migas baru atau mengefektifkan sumur-sumur lama. Dengan memperbanyak pengelolaan oleh swasta nasional, diharapkan energi terkelola lebih baik. Namun, investasi swasta asing tetap terbuka mengingat besarnya biaya investasi yang dibutuhkan di hulu migas.
Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu, Regional Indonesia Timur, Endro Hartanto, menuturkan, Pertamina merupakan representatif national oil company (NOC) Indonesia. Ia pun menilai sebaiknya Pertamina EP bisa mengelola dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Tinggal diarahkan mana yang menjadi fokus dan mana yang nonfokus.
Menurut dia, dalam mengelola 70 persen WK migas di Indonesia, Pertamina tak kesulitan. ”Saat ini, (produksi) 66 persen minyak bumi dan 32 persen gas diproduksi oleh Pertamina. Lifting (produksi siap jual migas) kami juga naik terus. Peningkatan rata-rata 6 persen per tahun oleh Pertamina Group,” katanya.