Kendalikan Polusi Udara, Pelaku Industri Wajib Lapor Emisi
Pelaporan pelaku manufaktur penting sebagai data pemrofilan industri, bahan analisis internal kementerian untuk aksi tindak lanjut, sekaligus landasan untuk menunjukkan kepatuhan industri dalam mengendalikan gas buang.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demi mengendalikan sumber polusi udara dari industri manufaktur, pemerintah mewajibkan pelaku industri melaporkan emisi gas buangnya setiap seminggu sekali. Kewajiban ini berlaku untuk pelaku industri di Banten, Jakarta, dan Jawa Barat.
Regulasi tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Perindustrian Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaporan Pengendalian Emisi Gas Buang Sektor Industri di Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten. SE ini berlaku pada 25 Agustus hingga 31 Desember 2023.
Direktur Ketahanan dan Iklim Usaha Industri Binoni Tio A Napitupulu memaparkan, kewajiban lapor tersebut berlaku bagi pelaku industri dan kawasan industri yang menghasilkan emisi gas buang dan/atau gangguan ke udara ambien dalam proses pembangkitan energi, produksi, dan limbahnya.
”Laporan pengendalian emisi gas buang disampaikan satu kali dalam satu minggu pada hari Kamis,” ujar Binoni saat sosialisasi SE yang diadakan secara dalam jaringan, Senin (28/8/2023).
Sebagai wujud pengawasan SE tersebut, setiap laporan gas buang akan ditindaklanjuti dengan pemantauan, inspeksi, verifikasi, audit, dan surveilans. Secara spesifik, laporan itu akan diverifikasi oleh tim inspeksi yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 3599 Tahun 2023 tentang Tim Inspeksi Pengendalian Emisi Gas Buang Sektor Industri di Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten.
Aspek-aspek yang dilaporkan pelaku industri terdiri dari pemasangan alat pengendali emisi yang laik operasi; data petugas penanggung jawab pengendali pencemaran udara dan petugas penanggung jawab operasionalnya yang tersertifikasi; prosedur penanganan dan penyimpanan bahan baku, bahan bakar, dan/atau limbah hasil pembakaran yang berpotensi menghasilkan gas buang; prosedur penanggulangan keadaan darurat pencemaran udara; serta data pemantauan pada titik-titik kritis yang menghasilkan emisi gas buang. Pelaku kawasan industri juga melaporkan aspek-aspek serupa dan ditambahkan daftar perusahaan yang memiliki sumber emisi gas buang.
Pelaku industri melaporkan gas buang tersebut melalui laman resmi Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang dikelola Kementerian Perindustrian. Binoni mengatakan, pelaporan tersebut penting sebagai data pemrofilan industri, bahan analisis internal kementerian untuk aksi tindak lanjut, sekaligus landasan untuk menunjukkan kepatuhan industri dalam mengendalikan gas buang.
Berdasarkan pantauan di kolom obrolan (chat) dan tanya jawab selama sosialisasi berlangsung, sejumlah pelaku industri menyoroti bentuk pelaporan emisi gas buang yang mirip ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang periodenya enam bulan sekali. Sejumlah pelaku industri juga menyebutkan masih membutuhkan pemantauan dan analisis dari pihak ketiga sehingga membutuhkan waktu dan biaya tambahan untuk menyetor laporan setiap seminggu sekali.
Menanggapi hal itu, Binoni menyebutkan, pelaku industri diperbolehkan melaporkan angka termutakhir yang dimasukkan ke sistem KLHK. Artinya, angka yang muncul dalam laporan enam bulan sekali itu dapat disetorkan sebagai laporan mingguan ke sistem Kementerian Perindustrian. Tujuannya untuk memudahkan pelaku industri.
Sejumlah pelaku industri juga menyebutkan masih membutuhkan pemantauan dan analisis dari pihak ketiga sehingga membutuhkan waktu dan biaya tambahan untuk menyetor laporan setiap seminggu sekali.
Secara terpisah, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri sekaligus Ketua Properti dan Kawasan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia Sanny Iskandar menyatakan, pelaku industri yang berada di kawasan patuh dalam mengendalikan emisi gas buang. Kepatuhan itu disebabkan oleh adanya prosedur operasional standar yang ditetapkan di kawasan industri. Oleh sebab itu, dia menduga, pelaku industri yang tak patuh dalam pengendalian emisi gas buang berada di luar kawasan.
Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dhenny Yuartha Junifta, menilai, tim inspeksi emisi gas buang industri sebaiknya bersifat lintas kementerian yang salah satunya terdiri dari Kementerian Perindustrian dan KLHK.
”Jangan sampai karena (Kementerian Perindustrian dan KLHK) berjalan masing-masing, penegakan hukumnya pun sendiri-sendiri. Dampaknya, pelaku industri yang semestinya diberikan sanksi malah jadi lolos. Hal ini perlu diatasi,” tuturnya saat dihubungi.