Pengembangan Hidrogen Hijau dan Amonia Hijau di Indonesia Dimulai
Kerja sama antara Augustus Global Investment dan Indonesia menandai investasi pertama produksi hidrogen hijau di ASEAN. Harapannya, kolaborasi ini dapat mendukung interkonektivitas antarnegara di ASEAN.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
KOMPAS/YOSEPHA DEBRINA R PUSPARISA
Penandatangan nota kesepahaman antara Augustus Global Investment, PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Pupuk Iskandar Muda di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Senin (28/5/2023). Kerja sama ini dilakukan untuk mempercepat transisi energi berkelanjutan dengan mengembangkan hidrogen hijau dan amonia hijau di Indonesia. Kompas/Yosepha Debrina R Pusparisa 28/8/2023
JAKARTA, KOMPAS – PT Pupuk Indonesia (Persero) dan PT Pupuk Iskandar Muda bekerja sama dengan Augustus Global Investment dari Jerman untuk mengembangkan hidrogen hijau dan amonia hijau di Indonesia. Harapannya, kerja sama ini dapat mempercepat transisi energi berkelanjutan.
Presiden Direktur PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi bersama Presiden Direktur PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) Budi Santoso Syarif menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan CEO Augustus Global Investment Fadi Krikor. Kerja sama pengembangan hidrogen hijau dan amonia hijau diharapkan jadi terobosan pemerintah dalam memproduksi energi ramah lingkungan.
Selain itu, penandatanganan juga dilakukan antara Krikor dengan Direktur Retail dan Niaga PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Edi Srimulyanti. Nantinya, PLN akan memasok listrik hingga 300 megawatt (MW) dalam proses produksi hidrogen hijau.
“Kami tidak dapat membuang-buang waktu. Saya tidak dapat mengembangkan proyek dalam 5-10 tahun. Proyek perlu diuji coba berjalan dalam 1-2 tahun, dan kami menilai hal baik itu ada di sini untuk keberlangsungan industri,” tutur Krikor di Jakarta, Senin (28/8/2023).
KOMPAS/ZULKARNAINI
Pabrik pupuk NPK milik PT Pupuk Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat (10/2/2023). Pabrik tersebut mampu memproduksi 500.000 ton per tahun.
Rencananya, konstruksi fasilitas produksi hidrogen hijau ada di Lhokseumawe, Aceh, dan akan dimulai pada 2024 yang diprediksi membutuhkan waktu dua tahun. Kemudian, produksi hidrogen hijau dan amonia hijau dimulai pada 2026.
“Bagi pemerintah, ini salah satu terobosan di level bisnis untuk melihat secara komersial bagaimana hidrogen bisa diproduksi,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana.
Upaya antara Indonesia dengan perusahaan Jerman ini digadang-gadang membantu interkonektivitas di wilayah ASEAN. Kerja sama tersebut difokuskan untuk mendapatkan sisi produksinya. Dari sisi pemanfaatan, hidrogen hijau ini nantinya dimanfaatkan untuk bahan bakar kendaraan, walau pasar Indonesia belum sampai pada tahap ini.
Dadan menambahkan, setelah penandatanganan MoU ini, kemungkinan akan ada perjanjian komersial Augustus Global Investment dengan PLN dan PIM. PLN akan membantu dari sisi ketersediaan listrik, sedangkan PIM menyediakan lahannya yang masuk dalam kawasan ekonomi khusus (KEK).
Konsumsi hidrogen Indonesia saat ini sekitar 1,75 juta ton per tahun. Hal ini menunjukkan telah ada produksi dan pengelolaan hidrogen yang sebelumnya telah dilakukan Pupuk Indonesia. Secara rinci, pemanfaatannya didominasi oleh urea, amonia, dan pengilangan minyak.
PT PERTAMINA (PERSERO)
Aktivitas salah satu kapal PT Pertamina International Shipping (PIS), Sub Holding Integrated Marine Logistics Pertamina. PT PIS bergerak pada bisnis pengangkutan energi, seperti minyak mentah (crude), bahan bakar minyak (BBM), elpiji, hingga amonia.
Sementara itu, Rahmad menyebut bahwa hidrogen hijau dan amonia hijau jadi cikal-bakal bahan bakar pada masa mendatang. Dalam prediksinya, permintaan hidrogen hijau dan amonia hijau akan tumbuh signifikan pada 2030-2050. Angka 200 juta ton akan tercapai pada 2050.
“Kami juga memprediksi, 50 persen pengiriman bahan bakar akan menggunakan hidrogen hijau atau amonia hijau. Oleh karena itu, kolaborasi ini sangat penting bagi Indonesia,” katanya.
Pertama di ASEAN
Kerja sama antara Indonesia dengan Augustus Global Investment menandai kolaborasi pertama produksi hidrogen hijau di ASEAN. Negara ini dipilih karena iklim investasinya yang dinilai menguntungkan bagi investor.
Krikor mengatakan, pemerintah dari sejumlah negara menawarkan untuk mengembangkan hidrogen hijau di tempatnya masing-masing. Namun, pilihan Krikor jatuh pada Indonesia karena karakteristiknya yang unik.
Komitmen pemerintah serta akses terhadap energi-energi baru terbarukan, seperti panas bumi, tenaga surya, dan angin cukup mudah. Selain itu, birokrasi juga mendukungnya untuk berinvestasi, sehingga menguntungkan investor untuk menanamkan modalnya.
KOMPAS/YOSEPHA DEBRINA R PUSPARISA
CEO Augustus Global Investment Fadi Krikor menjawab pertanyaan sejumlah wartawan di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Senin (28/5/2023). Proses konstruksi proyek akan dimulai pada 2024, berlanjut dengan produksi hidrogen hijau dan amonia hijau pada 2026. Kompas/Yosepha Debrina R Pusparisa 28/8/2023
Sebelumnya, Augustus Global Investment telah mengeksplorasi Vietnam. Namun, proses serupa yang dilakukan di Indonesia ternyata dapat dilakukan lebih cepat, sehingga fokusnya dititikberatkan pada negara ini.
Krikor menambahkan, pihaknya menggelontorkan dana hingga 500 juta dollar AS atau Rp 7,65 triliun (kurs Rp 15.294 per dollar AS) dalam proses produksi hidrogen hijau serta amonia hijau ini. Proyek ini akan berjalan dalam beberapa fase. Untuk tahap pertama, kapasitas produksi tahunan hidrogen hijau sekitar 35.000 ton, sedangkan amonia hijau diperkirakan sebesar 200.000 ton.
Augustus Global Investment telah memiliki off-taker atau penjamin serapan untuk produk-produk keluarannya. Beberapa di antaranya berasal dari Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.
“Kapasitas yang kami miliki tidak cukup untuk memenuhi permintaan di sini. Alhasil, secepat mungkin kami meluncurkan produk, kami akan lanjut untuk tahap kedua, dan seterusnya,” ujar Krikor.