Kepatuhan pelaku usaha perikanan untuk tertib perizinan kini digenjot. Di antaranya, kewajiban perizinan kepada pemerintah pusat untuk kapal yang beroperasi di atas 12 mil laut.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan mendorong kepatuhan pelaku usaha perikanan dalam hal perizinan. Banyak kapal perikanan dengan izin daerah ditengarai melanggar jalur penangkapan, yakni di atas 12 mil laut dari garis pantai.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP-KKP) Adin Nurawaluddin mengemukakan, pihaknya telah meningkatkan aktivitas patroli kapal-kapal pengawas kelautan dan perikanan, khususnya di wilayah perairan di atas 12 mil laut. Berdasarkan hasil pemantauan, masih banyak kapal perikanan dengan izin pemerintah daerah yang beroperasi di atas 12 mil laut.
”Berdasarkan hasil operasi kapal pengawas kelautan dan perikanan, kami masih menemukan banyak kapal perikanan dengan izin daerah yang melanggar jalur penangkapan di atas 12 mil laut, di mana wilayah tersebut merupakan wilayah penangkapan kapal ikan dengan izin pemerintah pusat,” kata Adin dalam keterangan pers, Sabtu (26/8/2023).
Adin mengatakan, sejalan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, pengawasan terhadap zona penangkapan ikan menjadi prioritas utama untuk memastikan para pelaku usaha beroperasi sesuai jalur penangkapan dan daerah penangkapan ikan yang tercantum dalam dokumen perizinan.
Upaya penertiban perizinan berusaha di antaranya mendorong pemilik kapal-kapal penangkapan ikan dengan izin daerah yang beroperasi di perairan lebih dari 12 mil untuk mengajukan migrasi perizinan berusaha kepada pemerintah pusat. Hal itu mengacu pada Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.190/MEN-KP/VII/2023 tentang Migrasi Perizinan Berusaha Subsektor Penangkapan Ikan dan Perizinan Berusaha Subsektor Pengangkutan Ikan.
Pengawas perikanan di 14 unit pelaksana teknis PSDKP telah mendorong untuk dilakukan migrasi perizinan secara persuasif terhadap 6.396 kapal perikanan. Hingga 20 Agustus 2023, sebanyak 3.691 kapal perikanan dalam tahap pengajuan migrasi perizinan dan kini sudah terbit sejumlah 1.354 surat izin usaha perikanan (SIUP) dan 643 perizinan berusaha subsektor penangkapan ikan (SIPI).
Sementara itu, dari upaya represif yang dilakukan patroli kapal pengawas, Adin menyampaikan, 602 kapal perikanan telah dalam pengajuan migrasi perizinan atas kemauan pemilik kapal sendiri. Adapun 50 kapal perikanan Indonesia yang sebelumnya ditertibkan petugas karena melanggar wilayah usaha penangkapan ikan di atas 12 mil laut kini juga telah dalam pengajuan migrasi perizinan berusaha kepada pemerintah pusat.
Meski demikian, Adin menyampaikan, masih ada pemilik kapal yang belum mengambil keputusan untuk mengurus migrasi perizinan berusaha karena masa berlaku SIPI daerah yang dimiliki saat ini belum habis. Beberapa pemilik kapal juga mengaku khawatir apabila setelah migrasi izin, target penangkapan ikan justru bermigrasi ke wilayah di bawah 12 mil. Ia menegaskan, pihaknya tetap tidak menoleransi tindakan penangkapan ikan ilegal.
Butuh sosialisasi
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan, saat dihubungi terpisah, mengapresiasi upaya KKP mendorong kepatuhan pelaku usaha tangkap dalam hal perizinan. Kebijakan tersebut mengindikasikan banyak kapal yang tidak patuh dengan melanggar wilayah tangkap dan melakukan manipulasi data dengan mengecilkan (mark down) ukuran kapal.
Di sisi lain, upaya migrasi perizinan berusaha dari pemerintah provinsi ke pemerintah pusat berpotensi merugikan penerimaan asli daerah karena potensi penerimaan daerah dari retribusi perizinan kapal ikan akan berkurang. ”Ini tentunya perlu dipikirkan mekanisme kompensasi atau pengembalian pungutan tersebut kepada daerah asal kapal,” ujarnya.
Abdi menambahkan, migrasi perizinan berusaha juga perlu ditopang konsultasi dan sosialisasi dengan pemerintah daerah dan pelaku usaha perikanan tangkap sehingga tidak menuai resistansi dan terkesan untuk menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) KKP.
”Perlu sosialisasi agar menuai dukungan bahwa kebijakan tersebut murni untuk perbaikan tata kelola dan bukan motif pemerintah pusat untuk mencapai target penerimaan negara bukan pajak,” katanya.