Pengembang Tawarkan Prinsip ”ESG”
Tren gaya hidup hijau masyarakat urban makin berkembang beberapa tahun terakhir. Pengembang properti pun dituntut menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan, antara lain melalui hunian dan bangunan ramah lingkungan.
Lembaga konsultan internasional PwC melalui laporan Global Consumer Insights Pulse Survey periode Juni 2022, Februari 2023, dan Juni 2023 menyebutkan, prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) telah memengaruhi perilaku konsumen. Survei global yang dilakukan terhadap 9.000 responden dari 25 negara ini menunjukkan bahwa konsumen bersedia membayar 5-10 persen lebih mahal untuk produk atau jasa yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sebanyak 50 persen responden menaruh kepercayaan pada perusahaan yang mengusung prinsip ESG, sedangkan 40-50 persen responden memilih produk dari material yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Penerapan prinsip ESG yang tertib telah menjadi komitmen global guna mendukung pembangunan berkelanjutan dan meminimalisasi dampak perubahan iklim. Konsumen semakin melirik produk-produk dari perusahaan yang menerapkan prinsip ESG. Produk yang ramah lingkungan memiliki dampak besar tidak hanya bagi konsumen, tetapi juga kemudahan pembiayaan bagi produsen.
Partner ESG Risk Assurance PwC Indonesia, Meita Laimanto, di Jakarta, pada pekan ketiga Agustus 2023 menyatakan, perjalanan ESG suatu organisasi tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga perusahaan atau organisasi. Oleh karena itu, perusahaan perlu memaparkan perjalanan ESG dan inisiatif mereka secara transparan, akurat, dan tepat.
Dari sisi properti, Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat mengatakan, penerapan ESG dalam produk properti saat ini menjadi pertimbangan investor. Melalui publikasi (Y)OUR Space yang dirilis oleh Knight Frank, 50 persen responden pemangku kepentingan bidang perkantoran menyebut komitmen terhadap ESG akan memberikan pengaruh dalam penetapan strategi dan pengambilan keputusan dalam kurun tiga tahun ke depan.
Baca juga: BEI dan IFC Dorong Emiten Terapkan Prinsip ESG
Penerapan ESG dalam sektor properti di Indonesia saat ini dapat ditemui pada gedung perkantoran, pusat data, dan residensial. Beberapa kota besar telah mulai menerapkan, seperti DKI Jakarta dan sekitarnya.
Syarifah menyebutkan, 14 persen stok perkantoran di DKI Jakarta merupakan gedung perkantoran berlabel hijau di wilayah pusat bisnis atau CBD yang seluruhnya merupakan gedung kelas premium dan grade A. Di masa pandemi Covid-19, performa gedung sewa perkantoran berlabel hijau di CBD terbukti cukup stabil dengan rata-rata tingkat okupansi 73 persen.
Di masa pandemi Covid-19, performa gedung sewa perkantoran berlabel hijau di CBD terbukti cukup stabil dengan rata-rata tingkat okupansi 73 persen.
Data yang dihimpun Knight Frank Indonesia dalam kurun dua tahun terakhir, harga sewa gedung perkantoran berbasis ESG di CBD Jakarta sekitar 35 persen lebih tinggi dari gedung non-ESG. Uniknya, gedung berbasis ESG di CBD Jakarta tersebut umumnya masih tergolong gedung baru yang dilengkapi teknologi mutakhir untuk penghematan energi.
”Sertifikasi gedung hijau mampu menarik minat pasar dari global occupier yang umumnya memiliki komitmen terhadap ESG yang berkelanjutan dan aset/portofolio hijau,” ujar Syarifah.
Salah satu indikator penerapan ESG di Indonesia dapat dilihat dari sertifikasi green building. Di luar itu, ruang lingkup ESG sebenarnya mencakup pilar sosial dan tata kelola untuk menjadikan bangunan menerapkan ESG.
Chief Risk & Sustainability Officer Sinar Mas Land M Reza Abdulmajid berpendapat, tren gaya hidup hijau yang berkembang di masyarakat urban tidak dapat dikesampingkan oleh perusahaan. Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan membuat konsumen akan lebih melirik rumah dan gedung yang ramah lingkungan untuk investasi dan kepemilikan. Klien-klien menara perkantoran, misalnya, kini cenderung menyiapkan daftar permintaan gedung yang mengadopsi material ramah lingkungan, hemat energi, atau memanfaatkan energi terbarukan. ”Sudah sampai tahap tuntutan pasar. Pengembang dituntut siap jika tidak ingin kehilangan pasar,” ujar Reza.
Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam produk-produk properti Sinar Mas Land disadari telah berdampak positif pada pengurangan biaya operasional, penghematan energi listrik, peningkatan kesehatan, serta produktivitas penghuni. Sebagai contoh, penggunaan solar panel pada gedung-gedung komersial Sinar Mas Land mampu mengurangi 13 persen emisi karbon pada tahun 2022.
Beberapa gedung milik Sinar Mas Land yang sudah bersertifikasi Green Building oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) dan Green Mark (Singapura), antara lain, ialah BSD Green Office Park (GOP), SML Plaza BSD, ITSB, dan My Republic Plaza. Pengembangan ekosistem keberlanjutan dan ramah lingkungan Sinar Mas Land ikut mendongkrak level ESG perseroan menjadi 15,8 persen atau kategori risiko rendah pada November 2022.
Baca juga: Pembiayaan Jadi Hambatan Investasi Ekonomi Hijau
Tahun ini, inisiatif produk ramah lingkungan juga mulai diterapkan untuk proyek-proyek hunian di BSD City dan Jabodetabek, yaitu wajib menggunakan 20 persen bahan bangunan yang ramah lingkungan. Para pemasok diprioritaskan memiliki sertifikat dan memakai bahan bangunan berlabel hijau, misalnya cat. Dari aspek biaya, tidak ada penambahan ongkos produksi sehingga pemasok harus lebih efisien. ”Tetapi, kalaupun ada pemasok lain yang belum memiliki green label product, kami tidak bisa paksakan,” kata Reza.
Presiden Direktur PT Pakuwon Jati Alexander Stefanus Ridwan Suhendra, saat dihubungi Rabu (23/8/2023), di Jakarta, menceritakan, implementasi ESG di Pakuwon Jati terlihat di menara Gandaria 8 dan Mal Gandaria City, Jakarta. Menara Gandaria 8, yang diperuntukkan buat perkantoran, memakai double glass yang mampu meredam suhu panas cahaya matahari sehingga bisa menghemat pemakaian perangkat pendingin ruangan, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, dan sistem pemilahan sampah. Sementara Mal Gandaria City juga telah terpasang PLTS atap dan sistem pemilahan sampah. Pemakaian PLTS atap tersebut mampu mengurangi konsumsi listrik.
”Rencananya, semua mal kami meniru Mal Gandaria City, apalagi jika memungkinkan dipasang PLTS atap. Kalaupun bagian atap gedung mal tidak bisa dipasang PLTS atap, kami akan pasang tanaman-tanaman agar teduh dan menghasilkan udara lebih segar,” ujarnya.
Selain aspek lingkungan, Pakuwon Jati juga menitikberatkan sistem bekerja yang setara dan patuh terhadap regulasi yang berlaku. Sepanjang pembatasan sosial karena pandemi Covid-19, Pakuwon Jati memilih untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan. Sebaliknya, perusahaan memutuskan memotong gaji karyawan yang nilainya tinggi.
Selama pandemi pula, Pakuwon Jati memilih untuk mengedepankan mencari solusi bersama dengan para jenama yang mengisi mal Pakuwon. Dampaknya, sampai saat ini seluruh Mal Pakuwon masih diisi penuh oleh jenama yang loyal.
”Investor-investor dari luar negeri paling mendukung penerapan ESG di sektor properti. Kami berupaya agar terus membuat terobosan baru untuk mendukung ESG,” ujar Alexander.
Terkait dengan pembiayaan, selain investor luar negeri, sejumlah perbankan dalam negeri sudah menunjukkan komitmen untuk mendukung pembiayaan berkelanjutan. Sebagai contoh, Bank Mandiri. Senior Vice President Head of Environmental, Social & Governance Group Bank Mandiri Citra Amelya Pane menyebutkan, pada triwulan II-2023, Bank Mandiri telah menyalurkan pembiayaan berkelanjutan senilai Rp 242 triliun atau 24,6 persen dari total kredit bank, meningkat 7,1 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Penyaluran yang termasuk kategori pembiayaan hijau mencapai Rp 115 triliun atau 11,7 persen dari total kredit bank atau tumbuh 10,2 persen secara tahunan. Contoh pembiayaan hijau yang dia maksud ialah pengelolaan sumber daya alam hayati berkelanjutan sebesar Rp 95,6 triliun, energi baru terbarukan Rp 8,9 triliun, eco-efficient product Rp 4,7 triliun, transportasi ramah lingkungan Rp 3,2 triliun, dan bangunan hijau Rp 1,8 triliun.
”Bank Mandiri optimistis ke depannya dengan skema pembiayaan tersebut dapat mendorong debitor bertransisi menuju kegiatan usaha yang lebih ramah lingkungan, termasuk pada sektor properti,” kata Citra.
Tantangan
Kendati tren implementasi ESG berkembang, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi agar ESG benar-benar jadi kesadaran dan budaya. Di sektor properti secara khusus, dia memandang, salah satu tantangannya ialah pemahaman.
”Harus ada pemahaman kolektif dari semua pemangku terkait esensi penerapan ESG untuk pembangunan berkelanjutan yang bukan hanya terkait efisiensi atau penghematan energi, tetapi juga memperpanjang usia lingkungan hidup. Proyek properti berbasis ESG, kan, juga perlu didukung dengan layanan kota yang sejalan, seperti penyediaan transportasi publik, jalur dan parkir sepeda, dan ruang terbuka hijau,” kata Syarifah.
Direktur PT Bumi Serpong Damai Tbk Hermawan Wijaya memandang, industri properti memiliki keterkaitan dengan 185 sektor industri lain, seperti bahan bangunan, elektronik, dan furnitur, sampai peralatan rumah tangga. Maka, sejalan dengan target pemerintah untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060, diperlukan komitmen lintas kementerian untuk menciptakan regulasi dan parameter yang dapat diterapkan oleh seluruh lini industri dalam mendorong penerapan ESG.
”Penerapan ESG oleh dunia usaha akan meningkatkan profitabilitas meskipun dampaknya baru akan dirasakan dalam jangka menengah dan panjang,” kata Hermawan.
Assesment Board Green Building Council Indonesia (GBCI) Naning SA Adiwoso, saat dihubungi Rabu (23/8/2023), di Jakarta, berpendapat, kesadaran mengimplementasikan ESG di sektor properti belum optimal. Belum semua golongan pengembang menyadari dan mau serius menerapkan ESG. ”Kota Baru Parahyangan termasuk proyek yang secara sadar menerapkan ESG,” kata Naning.
Baca juga: Pertumbuhan Kawasan Industri Nol Emisi Karbon Butuh Insentif