Korupsi Sistem Proteksi Pekerja Migran Bisa Lemahkan Kepercayaan Masyarakat
Kementerian Ketenagakerjaan masih menunggu informasi lengkap terkait dugaan korupsi sistem proteksi pekerja migran Indonesia. Ketidakjelasan sistem yang tersandung perkara itu menyebabkan ketidakpercayaan calon pekerja.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi pekerja migran Indonesia berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme pemerintah dalam melindungi pekerja migran mulai dari sebelum penempatan hingga pascapenempatan. Sampai saat ini, praktik percaloan pemberangkatan juga masih dihadapi calon pekerja migran.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, Selasa (22/8/2023), di Jakarta, mengatakan, Migrant Care pernah membuat riset mengenai aplikasi -aplikasi terkait pekerja migran Indonesia yang dibuat oleh pemerintah. Temuannya, terdapat sekitar 10 aplikasi buatan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Hampir seluruh aplikasi itu tidak memiliki jumlah pengunduh yang menembus 2.000.
”Kami belum mengetahui secara gamblang sistem proteksi pekerja migran Indonesia yang kini tengah tersandung kasus dugaan korupsi. Kami menduga-duga apakah nama sistem yang dimaksud adalah SIAPKerja, mengarah ke penempatan satu kanal ke Arab Saudi, atau aplikasi-aplikasi yang mangkrak?” ucap Wahyu.
Menurut Wahyu, sesuai riset Migrant Care terhadap aplikasi-aplikasi mangkrak terkait pekerja migran Indonesia dan kini muncul dugaan korupsi sistem proteksi pekerja migran, pemerintah seharusnya berbenah. Sebab, kejadian seperti itu bisa menimbulkan ketidakpercayaan calon ataupun warga yang sudah bekerja di luar negeri. Negara penerima pekerja migran Indonesia berpotensi tidak percaya dengan sistem yang ada di Indonesia.
Daripada setiap kementerian/lembaga yang terkait dengan penempatan pekerja migran Indonesia membuat sistem terpisah, dia berharap sebaiknya sistem itu diintegrasikan. Dengan kata lain, masing-masing kementerian/lembaga tersebut harus lapang dada.
Sebelumnya, pada Senin (21/8/2023) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga tersangka dalam dugaan korupsi sistem proteksi pekerja migran Indonesia. Dua anggota aparatur sipil negara dan satu orang pihak swasta dinyatakan sebagai tersangka dan diduga melakukan korupsi pada program pengolahan dan proteksi data yang digunakan untuk pengawasan dan pengendalian pekerja migran Indonesia.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Jakarta mengatakan, KPK saat ini tengah menyidik perkara terkait korupsi pengadaan sistem proteksi pekerja migran Indonesia. Dugaan korupsi itu terkait dengan Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berhubungan dengan tindakan yang merugikan keuangan negara. Pada Jumat (18/8/2023), penyidik KPK sudah menggeledah kantor Kemenaker dan sebuah rumah di Bekasi, Jawa Barat.
KPK juga akan mendalami dugaan korupsi sistem pengawasan dan perlindungan pekerja migran Indonesia dengan kasus-kasus pekerja migran Indonesia yang bermasalah di luar negeri. Dalam proses penegakan hukum, KPK bergerak simultan dalam proses penindakan dengan pencegahan dan pendidikan antikorupsi (Kompas.id, 21/8/2023).
Senada dengan Wahyu, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobi Anwar Ma’arif juga masih mempertanyakan kejelasan apa yang dimaksud dengan sistem proteksi pekerja migran Indonesia. Di masyarakat berkembang berbagai dugaan dan spekulasi mengenai sistem yang dimaksud KPK itu.
”Apakah yang dimaksud dengan sistem proteksi pekerja migran Indonesia itu adalah SIAPKerja?Jika memang betul, kami sangat menyayangkan sekali karena sistem ini kami tunggu sejak tahun 2004 setelah diterbitkannya Undang Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Dalam UU ini memang memandatkan pemerintah membentuk dan mengembangkan sistem informasi,” tutur Bobi.
Bobi menyayangkan seandainya pengadaan sistem yang diamanatkan oleh UU No 39/2004 benar dikorupsi. Sistem yang pengadaannya dikorupsi cenderung memiliki cara kerja yang buruk dan popularitasnya diragukan.
Sejauh ini, praktik percaloan pengiriman pekerja migran Indonesia juga masih jadi persoalan. Akibatnya adalah penempatan nonprosedural yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang.
”Calon pekerja migran Indonesia membutuhkan sistem (daring) untuk pengurusan pemberangkatan yang transparan dan integritas dari desa sampai ke pemerintah pusat supaya mereka terhindar dari calo. Kami dukung KPK mengungkap kasus dugaan korupsi sistem proteksi pekerja migran Indonesia,” tutur Bobi.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenaker Chairul Fadhly Harahap saat dikonfirmasi mengatakan, Kemenaker memastikan akan selalu bersikap kooperatif. Kementerian siap mendukung terhadap berbagai proses penegakan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
”Kami masih menunggu informasi utuh dari KPK (sampai sekarang),” katanya.