Investasi Hilirisasi Mesti Adil dan Sejahterakan Rakyat
Secara berangsur-angsur selama lima tahun, tenaga kerja lokal mesti mampu mendominasi penguasaan teknologi hilirisasi. Tenaga kerja lokal jangan hanya menjalankan pekerjaan yang menggunakan teknologi secara minimal.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sebagai pemegang keketuaan ASEAN, Indonesia mendorong investasi yang berorientasi pada hilirisasi. Penanaman modal untuk hilirisasi harus berkeadilan dan mampu menyejahterakan masyarakat yang tecermin lewat kapasitas sumber daya manusia atau SDM, serta kemampuan pemain domestik memproduksi barang yang digunakan langsung oleh masyarakat.
Ketika membuka pertemuan Dewan Kawasan Investasi ASEAN (ASEAN Investment Area/AIA Council Meeting) ke-26, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, ASEAN perlu lebih mendorong investasi bernilai tambah, khususnya pada hilirisasi sumber daya alam sebagai kunci transformasi ekonomi kawasan. ”Sudah bukan lagi saatnya investor datang untuk mengeruk kekayaan alam dan menguasai nilai tambahnya, sementara rakyat kita hanya jadi penonton. Investasi ke ASEAN harus menjadikan perekonomian kita lebih produktif, inovatif, dan kompetitif,” ujarnya di hadapan menteri-menteri ekonomi dan delegasi negara anggota ASEAN serta Timor Leste sebagai pengamat di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (19/8/2023).
Pertemuan dewan AIA tersebut termasuk dalam pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-55 di Semarang yang berlangsung sepanjang 17-22 Agustus 2023. Kementerian Perdagangan menjadi penyelenggara pertemuan AEM tersebut dalam rangka keketuaan Indonesia di ASEAN.
Secara spesifik, Bahlil menyatakan, investasi hilirisasi harus berkeadilan agar dapat menyejahterakan masyarakat. Oleh sebab itu, realisasi investasi perlu berkolaborasi dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta perusahaan daerah. Pembagian tugas dalam merealisasikan investasi dengan daerah juga dibutuhkan.
Dia mencontohkan, pekerjaan-pekerjaan seperti jasa kontraktor dan katering seharusnya diisi oleh SDM lokal, bukan negara asal investor. Selain itu, hilirisasi juga sarat dengan investasi padat teknologi. ”Tidak ada investasi padat karya yang memiliki nilai tambah tinggi. Nilai tambah tinggi pasti soal teknologi. Negara kita jangan dibodoh-bodohi padat karya terus,” katanya saat ditemui setelah pertemuan Dewan AIA ke-26.
Oleh sebab itu, dia mengatakan, strategi investasi menerapkan prinsip blending atau campuran. Artinya, ada bagian-bagian yang berteknologi tinggi dan tidak dapat digantikan manusia. Ada pula bagian-bagian yang tidak menggunakan mesin sehingga pemain industri padat karya beserta rantai pasok terkait dapat terlibat.
Sepanjang semester I-2023, Kementerian Investasi mencatat, realisasi penanaman modal sebesar Rp 678,7 triliun atau tumbuh 16,1 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Realisasi itu setara dengan serapan tenaga kerja sebanyak 849.181 orang.
Berdasarkan sumbernya, sebanyak 53,5 persen dari total realisasi investasi sepanjang semester I-2023 berasal dari asing, yakni sebesar Rp 363,3 triliun atau tumbuh 16,1 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Menurut sektornya, industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya memperoleh investasi tertinggi, yakni Rp 89 triliun.
Di sisi lain, dosen Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Esther Sri Astuti, menilai, indikator investasi hilirisasi yang berkeadilan ialah pengembangan SDM lokal. ”Investasi berkeadilan itu pemilik sumber daya mineral lebih diuntungkan, bukan pihak buyer. Caranya adalah transfer teknologi dan pengetahuan, seperti yang tertera dalam perencanaan nasional di Thailand, Singapura, dan Malaysia. Masyarakat sekitar pun dapat sejahtera karena mendapatkan pekerjaan dari proses pengolahan,” katanya saat dihubungi, Sabtu.
Dia menggambarkan, pada tahun pertama hilirisasi, jumlah tenaga kerja asing yang menjalankan teknologi hilirisasi mendominasi. Namun, secara berangsur-angsur selama lima tahun, tenaga kerja lokal mendominasi penguasaan teknologi tersebut. Tenaga kerja lokal jangan hanya menjalankan pekerjaan yang menggunakan teknologi secara minimal. Agar proses transfer teknologi dan pengetahuan dalam hilirisasi berjalan lancar, pengembangan kapasitas SDM harus diperkuat.
Tak hanya pengembangan SDM, Esther menilai, indikator hilirisasi tecermin dari kemampuan pelaku industri dalam memproduksi barang yang dapat digunakan masyarakat dengan citra nasional yang kuat. Ekspor barang seperempat jadi sebaiknya tidak dijadikan indikator.
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid menyatakan, investasi yang berorientasi pada hilirisasi perlu dibarengi dengan pembangunan ekosistem demi mengoptimalkan nilai tambah produk. ”Hilirisasi tanpa ekosistem itu sulit. Di tingkat ASEAN, kami (pelaku bisnis) sudah sepakat untuk membangun ekosistem, misalnya nikel dan proses pengolahan yang menghasilkan nilai tambah,” ujarnya saat ditemui di sela pertemuan AEM ke-55, Sabtu.