Usaha mikro dan kecil sektor kelautan dan perikanan memiliki peran strategis bagi perekonomian nasional. Pendampingan diperlukan agar UMK bisa naik kelas.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha mikro dan kecil sektor kelautan dan perikanan perlu terus diberdayakan agar bisa naik kelas. Pendampingan dibutuhkan tidak hanya dari aspek manajemen usaha dan kelembagaan, tetapi juga percepatan kemudahan berusaha.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Budi Sulistiyo mengemukakan, pendampingan usaha sejauh ini telah dilakukan terhadap 1.628 usaha mikro-kecil sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. Pendampingan usaha dilaksanakan oleh tenaga pendamping usaha kelautan dan perikanan (TPUKP), antara lain berupa gerai investasi dan layanan usaha.
Dari 1.628 usaha mikro kecil (UMK) itu, sejumlah 533 UMK di antaranya telah difasilitasi untuk mendapatkan pembiayaan. Hingga Juli 2023, pembiayaan yang telah digulirkan berkisar Rp 20,7 miliar yang berasal dari berbagai sumber pembiayaan. Beberapa UMK juga telah difasilitasi untuk pembentukan lima kelembagaan koperasi perikanan.
”Saya berharap pemberdayaan UMK ini terus ditingkatkan, tidak hanya pada aspek manajemen usaha, tetapi juga pada aspek lainnya agar dapat mendorong UMK naik kelas,” ujar Budi, dalam keterangan pers, Selasa (15/8/2023).
Budi menambahkan, UMK sektor kelautan dan perikanan memiliki peran strategis bagi perekonomian nasional karena kontribusinya yang cukup besar terhadap produk domestik bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, pada tahun 2022 kontribusi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap PDB mencapai 60,5 persen dan penyerapan tenaga kerja nasional sebesar 96,9 persen. Pada tahun 2024, pemerintah menggulirkan kebijakan afirmatif mendorong porsi kredit bagi UMKM sebesar 30 persen dari total kredit perbankan.
Koperasi modern
Menurut Staf Khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) bidang Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan, Riza Damanik, pembentukan koperasi modern menjadi solusi untuk memperkuat ekosistem usaha mikro dan kecil di sektor kelautan dan perikanan, termasuk usaha nelayan.
Nelayan skala kecil yang mendominasi pelaku perikanan tangkap di Indonesia selama ini kerap terganjal masalah pemenuhan kebutuhan melaut, yakni aspek hulu seperti permodalan, dan bahan bakar minyak; serta aspek hilir, seperti pemasaran hasil perikanan, standardisasi, dan keberlanjutan.
Penguatan kapasitas koperasi yang sudah ada ataupun pembentukan koperasi baru diharapkan bisa masuk dalam model pengembangan ekonomi perikanan berbasis koperasi modern. Hingga tahun 2024, Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan pembentukan 500 koperasi modern, meliputi koperasi pertanian, peternakan, serta koperasi perikanan. Proyek percontohan sudah diterapkan di beberapa lokasi, seperti Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Ia menambahkan, koperasi modern memegang peranan kuat dalam ekosistem usaha, yakni koperasi sebagai agregator sekaligus offtaker pertama dari hasil produksi perikanan nelayan, sehingga ada kepastian pembelian. Selain itu, juga fasilitator nelayan dalam meningkatkan produksi, seperti pemenuhan bahan bakar minyak (BBM) untuk melaut, pakan, pelatihan untuk peningkatan kapasitas, serta memudahkan akses permodalan. Salah satu koperasi yang dinilai sudah mengarah pada koperasi modern adalah Koperasi Mino Saroyo Cilacap.
”Koperasi nelayan modern sekurang-kurangnya memiliki dua unit usaha, yakni BBM dan toserba untuk penyediaan perbekalan melaut nelayan,” ujar Riza.
Ketua KUD Mino Saroyo Untung Jayanto mengemukakan, koperasi itu memegang beberapa lini usaha, antara lain penyaluran BBM bersubsidi dan BBM industri untuk pemilik kapal nelayan, pelelangan ikan, dan penyediaan perbekalan melaut nelayan. Hingga saat ini, koperasi itu menaungi 8.400 nelayan di tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap Tengah, dan Cilacap Utara.