Kemenkominfo: 678 Stasiun Televisi Telah Bersiaran Digital Terestrial
Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan, saat ini, 678 stasiun televisi sudah bersiaran digital terestrial secara penuh. Persaingan mutu konten diperkirakan akan semakin ketat dan tersegmen.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika mengklaim, per 2 Agustus 2023, masyarakat sudah bisa menikmati siaran televisi digital terestrial secara optimal dan meninggalkan siaran televisi analog terestrial. Guna meningkatkan pengalaman menonton, lembaga penyiaran penyelenggara multipleksing harus menggunakan kanal frekuensi yang permanen dan menjaga mutu konten siaran.
Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Geryantika Kurnia di Jakarta, Minggu (13/8/2023), mengatakan, pada 1 Agustus 2023 pukul 24.00 masuk ke tanggal 2 Agustus 2023, grup MNC (RCTI, MNCTV, GTV, dan iNews) telah menghentikan siaran televisi analog terestrial di luar kota Nielsen dan Jawa sehingga melengkapi siaran analog lainnya yang sebelumnya sudah bermigrasi ke digital terestrial. Dengan demikian, per 2 Agustus 2023, siaran televisi analog bisa dikatakan sudah hampir seluruhnya beralih ke digital terestrial.
Pada 10 Juni 2023, sebanyak 591 stasiun televisi analog terestrial telah bersiaran digital terestrial dan 94 stasiun televisi analog sedang dalam proses migrasi. Kemudian, 25 Juli 2023, sebanyak 676 stasiun televisi telah bersiaran digital terestrial dan tersisa 10 siaran TV yang masih analog dalam proses migrasi.
”Saat ini, 678 stasiun televisi bersiaran digital terestrial secara penuh. Ada 5 stasiun televisi tidak lagi bersiaran dan izin frekuensinya tidak berlaku. Sisa sedikit seharusnya sudah bermigrasi ke digital,” ujarnya.
Balai Monitor Spektrum Frekuensi yang ada di setiap provinsi diminta oleh Kemenkominfo untuk memastikan agar lembaga penyiaran penyelenggara multipleksing menggunakan kanal frekuensi 700 megahertz (MHz) secara permanen. Dengan demikian, dividen digital dari spektrum frekuensi 700 MHz bisa segera dimanfaatkan untuk layanan broadband atau internet berkecepatan tinggi. ”Supaya daerah yang masih blankspot sinyal seluler bisa diminimalkan,” kata Geryantika.
Dia juga berharap, setelah bersiaran digital terestrial secara penuh, lembaga penyiaran harus menyediakan konten berkualitas, beraneka layanan interaktif, dan layanan tambahan lainnya. Dengan demikian, siaran televisi digital terestrial tetap bisa bersaing dengan layanan konten multimedia yang tersedia di platform over-the-top (OTT). Industri penyiaran bisa kembali optimistis sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan iklan, kembali normal seperti sebelum pandemi Covid-19.
Dari sisi perangkat, Geryantika memastikan, sejak tahun 2021 dan mendatang produsen manufaktur elektronik hanya memproduksi perangkat televisi digital. Jumlah produsen yang dia maksud mencapai 25 perusahaan dan mereka semuanya telah bersertifikat tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimal 20 persen. Jumlah produsen alat bantu penerima siaran televisi digital terestrial mencapai 53 dan mereka pun telah memenuhi TKDN minimal 20 persen.
Sementara anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mohamad Reza, saat dihubungi terpisah, mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan peraturan evaluasi program siaran televisi digital untuk menjamin keragaman konten siaran. KPI Pusat juga meminta pemerintah memperhatikan keragaman kepemilikan usaha televisi sebelum peluang usaha siaran digital dibuka.
”Pascaketuntasan migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial, lembaga penyiaran televisi digital berpotensi bertambah. Pengawasan program akan tetap rutin kami jalankan,” ujarnya.
Selain tantangan keragaman mutu konten, lanjut Reza, infrastruktur siaran di sejumlah daerah sebenarnya belum merata. KPI Pusat akan meminta KPI Daerah atau KPID untuk melakukan pendataan blankspot, terutama 3T, dan hasilnya akan disampaikan ke pemerintah.
Alat bantu penerima siaran digital juga belum sepenuhnya diberikan kepada rumah tangga miskin yang berhak sesuai komitmen lembaga penyiaran penyelenggara multipleksing. Dia mendorong agar pemerintah, baik pusat (Kemenkominfo) maupun daerah, tetap aktif mengingatkan komitmen itu.
Anggota Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI), Deddy Risnanto, berpendapat, analog switch off (ASO) membuat biaya operasional turun, tetapi keterjangkauan siaran bertambah.
”ASO juga membuat persaingan (konten) semakin ketat dan semakin tersegmen. Penggelaran layanan telekomunikasi berteknologi akses seluler 5G semakin terbuka. Persaingan stasiun televisi bukan hanya dengan sesama stasiun televisi, tetapi juga dengan penyedia platform OTT,” katanya.