Dalam Satu Dekade Terakhir, Harga Karet Alam Dunia Cenderung Turun
Harga karet alam diperkirakan bakal stagnan di bawah 2 dollar AS per kg dalam beberapa tahun ke depan. RI perlu serius menggarap peremajaan tanaman karet, hilirisasi, dan integrasi dengan rantai pasok industri.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga karet alam dunia terus bergejolak dan cenderung turun sepanjang 10 tahun terkahir. Ke depan, harga karet diperkirakan bakal stagnan di bawah 2 dollar AS per kilogram sehingga bakal berpengaruh terhadap harga karet di tingkat petani. Peremajaan tanaman dan hilirisasi karet di Indonesia mendesak dilakukan.
TradingEconomics mencatat, harga karet alam dunia pada periode 2014-2023 terus bergejolak dan cenderung turun di bawah 2 dollar AS per kilogram (kg). Dalam satu dekade tersebut, harga komoditas itu hanya dua kali menembus 2 dollar AS per kg, yakni pada Januari 2017 dan Februari 2021.
Di akhir perdagangan komoditas, Jumat (11/8/2023), karet alam diperdagangkan 1,29 dollar AS per kg. Harga tersebut turun sebesar 1,52 persen secara bulanan dan 14,87 persen secara tahunan. Sepanjang Januari-Agustus 2023, harga tertinggi karet alam hanya 1,46 dollar AS.
Vice President for Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani mengatakan, ada dua faktor utama yang memengaruhi pergerakan harga karet alam dunia sepanjang satu dekade terakhir. Kedua faktor utama itu adalah permintaan karet alam turun karena ada peralihan permintaan ke karet sintetis dan peningkatan produksi.
Sejak 2014 hingga 2023, tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) impor karet alam dunia hanya 0,48 persen, sedangkan CAGR karet sintetis 4,34 persen. Di saat permintaan stagnan di angka tersebut, produksi karet alam di sejumlah negara, terutama Thailand dan Vietnam, justru meningkat.
Sejak 2014 hingga 2023, tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) impor karet alam dunia hanya 0,48 persen, sedangkan CAGR karet sintetis 4,34 persen.
Total produksi karet alam dunia pada 2014 sebanyak 12,3 juta ton. Pada 2017 hingga 2022, produksinya meningkat dari sekitar 13,5 juta ton menjadi 14,7 juta ton. Pada tahun ini, produksinya diperkirakan 14,7 juta ton.
”Selama kedua faktor itu masih dominan, harga karet diperkirakan masih akan di bawah 2 dollar AS per kg untuk beberapa tahun ke depan. Kami memperkirakan harga karet alam pada 2023 dan 2024 masing-masing 1,56 dollar AS per kg dan 1,45 dollar AS per kg,” kata Dendi.
Menurut Dendi, harga karet alam yang cenderung rendah tentu saja berpengaruh terhadap negara produsen karet, seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Namun, dampak rendahnya harga komoditas itu tidak terlalu berpengaruh di Thailand dan Vietnam karena mereka telah memiliki peta jalan pengembangan industri hulu-hilir karet.
Selain peremajaan tanaman karet di hulu, serapan karet di pasar dalam negeri juga benar-benar digarap betul melalui hilirisasi. Hal itu mulai dari pengembangan karet alam untuk karet sintetis hingga pengintegrasian ke rantai pasok industri, seperti otomotif, alas kaki, dan sarung tangan.
”Sementara Indonesia, produktivitas karet alam justru turun. Hiliriasi karet tidak digarap secara serius. Padahal, Indonesia memiliki pasar domestik karet alam yang cukup besar, seperti industri otomotif dan alas kaki,” ujarnya.
Integrasi rantai nilai
Indonesia, lanjut Dendi, bahkan tengah mengembangkan kendaraan listrik. Seharusnya, hilirisasi karet alam ini juga digarap bersamaan dengan industri kendaraan listrik yang juga membutuhkan karet.
Dalam seminar nasional Kajian Tengah Tahun Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bertajuk ”Menolak Kutukan Deindustrialisasi” pada 8 Agustus 2023, persoalan industri karet juga turut disinggung. Indef menyebut, industri karet Indonesia berisiko hilang dalam 8-10 tahun ke depan jika tidak segera dibenahi.
Indef mencatat, industri karet, barang dari karet, dan plastik pada triwulan II-2023 terkontraksi atau tumbuh minus 7,2 persen secara tahunan. Kinerja industri tersebut semakin turun dibandingkan triwulan II-2022 yang tumbuh minus 3,23 persen secara tahunan.
Volume ekspor karet alam Indonesia juga turun dari 2,34 juta ton pada 2021 menjadi 2,04 juta ton pada 2022. Volume ekspor komoditas tersebut merosot cukup dalam dari volume ekspor pada 2017 yang mencapi 2,99 juta ton.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, permintaan karet dari Indonesia kian merosot. Kini, posisinya terancam digantikan Vietnam. ”Jika kondisinya terus seperti itu dan tidak ada solusi untuk memperbaikinya, industri karet Indonesia diperkirakan bisa hilang 8-10 tahun lagi,” katanya.
Jika kondisinya terus seperti itu dan tidak ada solusi untuk memperbaikinya, industri karet Indonesia diperkirakan bisa hilang 8-10 tahun lagi.
Ketua Dewan Karet Indonesia Aziz Pane menuturkan, Dewan Karet Indonesia telah berulang kali meminta pemerintah untuk mencari solusi atas persoalan karet nasional. Saat ini, industri hulu-hilir karet memerlukan peremajaan tanaman karet, pupuk yang memadai dan terjangkau, hilirisasi, serta integrasi dengan rantai pasok industri dan proyek-proyek pembangunan.
”Indonesia sebenarnya juga mampu mengembangkan hilirisasi karet alam menjadi karet sintetis dengan ditopang penelitian dan inovasi. Namun, yang dilakukan justru mengimpor karet sintetis dari negara lain,” tuturnya.
Dewan Karet Indonesia mencatat, pada 2021 impor karet sintetis Indonesia mencapai 370.000 ton atau senilai 840 juta dollar AS. Porsi terbesar karet sintetis itu digunakan oleh industri ban, yakni sekitar 57 persen dari total kebutuhan nasional.
Sementara itu, dalam pertemuan dengan Ketua Parlemen Thailand Wan Muhammad Noor Matha di Jakarta pada 10 Agustus 2023, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengajak Thailand untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan pengembangan hulu-hilir karet. Kolaborasi negara-negara produsen karet terbesar, Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang tergabung dalam Dewan Tripartit Karet Internasional (ITRC), diperlukan.
”Saat ini, industri karet dunia tengah tertekan. Selain produksi turun akibat penyakit gugur daun, harga karet juga rendah. Pemberlakuan Undang-Undang Bebas Produk Deforestasi Uni Eropa (EUDR) juga akan semakin menekan industri karet dunia,” kata Zulkifli melalui siaran pers di Jakarta.