Dengan kondisi sumur-sumur minyak bumi yang sudah tua (mature), yang dilakukan saat ini ialah menahan laju penurunan produksi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
PT Pertamina (Persero) melalui cucu usahanya, PT Pertamina Hulu Rokan, melakukan tajak atau pengeboran perdana untuk eksplorasi sumur minyak nonkonvensional di Lapangan Gulamo, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Kamis (27/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Birokrasi yang rumit, termasuk dalam penerapan teknologi pengurasan minyak tingkat lanjut atau EOR, dinilai dapat menghambat peningkatan produksi minyak bumi. Di sisi lain, kegiatan eksplorasi migas mesti diarahkan ke cekungan-cekungan baru agar ditemukan penemuan raksasa atau giant discovery.
Sebelumnya, produksi minyak bumi nasional ditargetkan 1 juta barel per hari dan gas 12.000 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2030. Namun, menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) per semester I-2023, realisasi produksi siap jual atau lifting minyak baru 615.500 barel per hari dan salur gas sebesar 5.308 MMSCFD.
Praktisi migas, Hadi Ismoyo, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (9/8/2023), mengatakan, dengan kondisi sumur-sumur minyak bumi yang sudah tua (mature), yang dilakukan saat ini ialah menahan laju penurunan produksi secara alamiah. Sementara untuk meningkatkan produksi, enhanced oil recovery (EOR) perlu digalakkan.
”Lewat proyek-proyek EOR, ada potensi produksi minyak ditambah 200.000-300.000 barel per hari. Perihal teknologi sebenarnya tinggal memilih yang cocok, tetapi kerap ada proses birokrasi yang menghambat. Ini harus dibuat simpel dan dipercepat sehingga bisa segera dimulai lalu berproduksi,” kata Hadi.
Catatan Kompas, PHR berencana menjalankan chemical EOR tahap I melalui injeksi perdana surfaktan di Lapangan Minas pada 2025. Metode injeksi uap ke reservoir telah dilakukan, antara lain, dengan pengembangan area steam flood baru di Lapangan North Duri Development Area 14 Stage-1, pada Juni 2023. (Kompas, 22/6/2023).
Menurut Hadi, EOR dapat difokuskan di Blok Rokan sebagai tulang punggung produksi minyak bumi nasional dengan memilih teknologi yang cocok. ”Ini perlu simpel. Proses tender atau screening jangan berbelit. Perbedaan definisi juga jangan menghambat. Potensi chemical (untuk diinjeksikan) ada di dalam negeri sehingga itu saja yang dikembangkan. Terkait EOR, teknologi, pendanaan, dan birokrasi (yang sederhana) penting,” katanya.
Faktor kunci lain dalam peningkatan produksi minyak bumi di Indonesia ialah kegiatan eksplorasi migas. Hadi menilai, kegiatan eksplorasi migas yang selama ini telah dilakukan ada di sekitar area produksi. Rasio keberhasilan, menurut dia, memang tinggi, tetapi potensi giant discovery sejatinya berada di cekungan-cekungan baru (belum dieksplorasi).
”Kita memiliki 120 basin (cekungan) dan baru 50 persen yang dieksplorasi. Kalau kita masuk zona new basin, bisa ada giant discovery. Memang ada (perhitungan) rasio kesuksesan (juga terkait biaya), tetapi kalau mau mendapat temuan raksasa, biayanya memang harus besar,” ujar Hadi, yang mencontohkan Guyana berhasil dalam eksplorasi hingga mendapat giant discovery.
Hadi, yang juga Ketua Dewan Penasihat Alumni Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) menilai, Pertamina, yang mengelola sebagian besar wilayah kerja migas di Indonesia, memiliki kemampuan dan kapasitas untuk memasifkan eksplorasi migas di cekungan-cekungan baru. Selain itu, diperlukan pula keputusan pengambilan risiko yang lebih besar.
Tidak kalah penting, imbuh Hadi, ialah revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas yang mendesak agar ada kepastian hukum. ”Sejak 2010 tak selesai-selesai. Ini urusan pemerintah dan parlemen yang harus diselesaikan. Ini jadi lembaran dasar atau fondasi untuk berbisnis. Kalau berbisnis tak ada fondasi, menjadi seperti tidak ada arah,” katanya.
ADITYA PUTRA PERDANA
Suasana di Digital & Innovation Center (DICE) Pertamina Hulu Rokan, Pekanbaru, Riau, Senin (8/8/2022). Pertamina Hulu Rokan sejak Agustus 2021 mengelola Blok Rokan setelah dialih kelola dari Chevron.
Blok Rokan
Pada Rabu (9/8/2023) atau tepat dua tahun alih kelola Blok Rokan di Riau, dari PT Chevron Pacific Indonesia ke PHR, capaian produksi minyak di blok tersebut mencapai 172.000 barel per hari. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak alih kelola sehingga diharapkan dapat menunjang target nasional produksi 1 juta barel minyak per hari pada 2030.
Menurut data Pertamina, tren positif kenaikan produksi PHR terlihat sejak akhir Juli 2023, yakni 167.645 barel per hari pada 31 Juli 2023, lalu menjadi 168.730 barel per hari pada 1 Agustus 2023, 167.034 barel per hari pada 2 Agustus 2023, dan 169.282 barel per hari pada 7 Agustus 2023.
EVP Upstream Bussines PHR Edwil Suzandi, melalui siaran pers, Rabu (9/8/2023) mengatakan, capaian produksi itu tidak lepas dari masifnya kegiatan pengeboran yang juga didukung dengan kinerja andal. Sepanjang 2023, PHR telah mengebor sebanyak 825 sumur dan 84 rig pengeboran yang aktif.
”Kami juga berhasil mempersingkat waktu pengeboran hanya dalam waktu 5 hari. Dalam sebulan, PHR bisa mengebor 30 hingga 40 sumur baru. Tentunya kami harapkan akan lebih produktif," kata Edwil. Ia pun menyebut upaya lainnya ialah dengan produksi minyak nonkonvensional (MNK) di sSumur Gulamo dan Kelok, Kabupaten Rokan Hilir.
PT Pertamina Hulu Energi (PHE), subholding upstream Pertamina, hingga semester I-2023 mencatatkan produksi minyak 570.000 barel per hari dan gas 2.757 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Dengan demikian, produksi migas total sebesar 1.046.000 barel setara minyak per hari (MBOEPD) atau tumbuh 8 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Capaian itu didukung melalui penyelesaian rencana kerja pengeboran 7 sumur eksplorasi, 359 sumur pengembangan, 371 workover, dan 16.286 well services. PHE juga mencatatkan survei Seismik 3D sepanjang 478 kilometer persegi.
”PHE akan berupaya maksimal dalam meningkatkan kontribusi nasional dan peningkatan bagian negara, devisa dan perekonomian daerah,” ucap Sekretaris Perusahaan PHE Arya Dwi Paramita.