Pemerintah Janjikan Lelang Frekuensi 700 MHz Tahun Ini
Penggelaran layanan 5G di Indonesia membutuhkan tambahan spektrum frekuensi. Pemerintah menjanjikan secepatnya ada lelang spektrum frekuensi 700 MHz asalkan migrasi siaran televisi sudah tuntas.

Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Komunikasi dan Informatika Denny Setiawan sedang mencoba handset realitas virtual (VR) di acara Imagine Live Indonesia 2023 yang digelar oleh Ericsson, Selasa (8/8/2023), di Jakarta. Imagine Live Indonesia 2023 merupakan pameran teknologi 5G beserta contoh penggunaannya.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menjanjikan lelang spektrum frekuensi 700 megahertz (MHz) selekasnya bisa dilakukan di sisa tahun 2023. Proses migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial diusahakan cepat selesai. Sejalan dengan hal itu, pemerintah menyiapkan formula baru biaya hak penggunaan izin pita frekuensi radio yang bersifat fleksibel untuk mendukung industri telekomunikasi.
Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Denny Setiawan, yang ditemui di sela-sela acara Imagine Live Indonesia 2023 yang diselenggarakan oleh Ericsson, Selasa (8/8/2023), di Jakarta, mengatakan, proses migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial (analog switch off/ASO) di 11 kota besar rujukan riset Nielsen sudah selesai. Saat ini, proses ASO di kota besar dan kecil di luar sasaran penelitian Nielsen sedang diusahakan tuntas. Kemkominfo telah bertemu dengan stasiun televisi penyelenggara multipleksing dan stasiun televisi lainnya agar ASO lekas tuntas.
Per 25 Juli 2023, infrastruktur multipleksing pendukung siaran televisi digital telah dibangun oleh TVRI dan stasiun televisi penyelenggara multipleksing di 112 wilayah siaran yang mencakup 341 kabupaten/kota. Sebanyak 676 stasiun televisi telah bersiaran digital. Hanya tersisa 10 stasiun televisi yang masih bersiaran analog dan sedang dalam proses migrasi.
Baca juga: Dua Tahun Penggelaran Komersial, Penetrasi Penggunaan 5G Masih Terbatas
Lembaga penyiaran selama ini menggunakan spektrum frekuensi 700 MHz. Spektrum ini ternyata juga dibutuhkan oleh industri telekomunikasi, terutama untuk tambahan dukungan dalam menggelar layanan berteknologi akses seluler 5G. Jika ASO tuntas, pemakaian spektrum frekuensi 700 MHz untuk penyiaran bisa lebih efisien sehingga industri telekomunikasi dapat turut memakai.

”ASO harus tuntas dulu baru industri telekomunikasi bisa menggunakan spektrum frekuensi 700 MHz. Penuntasan ASO secara nasional sedang diusahakan lekas tuntas dan tak lama lagi. Lelang spektrum frekuensi 700 MHz mudah-mudahan tahun ini juga dapat digelar sehingga bisa dipakai operator telekomunikasi seluler tahun depan,” ujar Denny.
Menurut dia, Kemkominfo sebenarnya menyiapkan spektrum frekuensi lainnya untuk menunjang kebutuhan penggelaran jaringan 5G. Misalnya, 3,5 gigahertz (GHz). Akan tetapi, spektrum frekuensi ini masih diduduki oleh penyelenggara satelit dan masa waktu pemakaiannya masih panjang. Kemkominfo mengupayakan ada pemakaian bersama spektrum frekuensi itu antara penyelenggara satelit dan telekomunikasi seluler.
”Jika ada pemakaian bersama spektrum frekuensi 3,5 GHz, kami harus mengupayakan agar ada win-win solution bagi penyelenggara satelit dan operator telekomunikasi seluler. Jadi, kemungkinan besar spektrum 700 MHz yang terlebih dahulu dilelang ke industri telekomunikasi,” katanya.
Baca juga: Penggunaan Frekuensi Makin Fleksibel untuk Percepat Layanan 5G
Sejalan dengan langkah tersebut, Denny menceritakan sedang berlangsung pula pembahasan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Dia menyebut bahwa revisi PP No 80/2015 menunggu segera ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Dalam revisi PP No 80/2015 terdapat beberapa ketentuan fundamental terkait biaya hak penggunaan izin pita frekuensi radio (BHP frekuensi). Dari sisi seleksi pemakaian spektrum frekuensi, misalnya, substansi revisi yang berkembang yaitu tambahan metode seleksi menjadi seleksi dengan penawaran harga, seleksi tanpa penawaran harga, dan kombinasi keduanya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F09%2F16%2F2ab7167a-3782-4586-a1b9-867e10701876_jpg.jpg)
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa melihat ITS 5G Experience Center saat berlangsung Peluncuran Indosat Ooredoo 5G Services dan ITS 5G Experience Center Powered by Nokia di Gedung Robotika Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (16/9/2021). Peresmian tersebut menampilkan sejumlah inovasi teknologi dengan memanfaatkan jaringan 5G. Dengan teknologi 5G, Indosat Ooredoo mendukung kebijakan ekonomi digital yang dapat memberikan peluang besar bagi masyarakat Indonesia dalam berinovasi dan berkembang.
Lalu, dari sisi formula bayar BHP frekuensi yang menurut Denny juga terdapat perubahan. Salah satu wujud perubahannya yaitu biaya izin awal atau upfront fee spektrum frekuensi yang semula harus dibayar dua kali harga penawaran saat lelang menjadi lebih fleksibel dan bergantung obyektif pemerintah.
”Target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari frekuensi memang harus tetap terpenuhi, tetapi pemerintah akan mempertimbangkan nasib keberlanjutan industri telekomunikasi,” ujarnya.
Tidak ideal
Anggota Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI), Rudy Purwanto, yang turut hadir di acara Imagine Live Indonesia 2023, berpendapat, lebar spektrum frekuensi yang kini dipakai oleh operator telekomunikasi seluler masih kurang. Apalagi jika digunakan untuk menggelar layanan 5G, spektrum frekuensi yang sekarang dipakai oleh operator telekomunikasi seluler jauh dari kata ideal.
”Padahal, bagi operator telekomunikasi seluler, spektrum frekuensi merupakan alat produksi yang vital,” ucap Rudy.
Dalam konteks isu penggelaran jaringan 5G, ketersediaan lebar spektrum frekuensi yang cukup akan membawa dampak maksimal saat penggelaran. Hasil riset yang dilakukan oleh ATSI, Qualcomm, dan Institut Teknologi Bandung menunjukkan, penggelaran 5G berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F02%2F26%2F1a1bd99a-d4e5-4ea1-90fa-33a47746b6f1_jpg.jpg)
Sejumlah perusahaan penyedia jaringan memamerkan kemampuannya dalam menyediakan teknologi jaringan 5G di Mobile World Congress 2019, Barcelona, Spanyol, sejak Senin (25/2/2019) hingga Kamis (28/2/2019). Jaringan 5G akan ikut dibangun di Indonesia mulai tahun 2019.
Baca juga: Kita Belum Bisa Berlari Kencang di Era 5G
Rudy menyampaikan, dalam riset itu, implementasi 5G secara agresif di Indonesia dapat menambah Rp 2.874 triliun untuk perekonomian secara kumulatif dari tahun 2021 hingga 2030. Nilai itu kira-kira mencapai 9,5 persen produk domestik bruto (PDB). Sementara pada tahun 2035, tambahan nilai itu mencapai Rp 3.549 triliun atau sekitar 9,8 persen dari PDB.
Dalam riset yang sama, lanjut Rudy, sektor industri lain yang mengadopsi jaringan 5G untuk proses produksinya akan mengalami efisiensi. Mereka juga memperoleh kenaikan pendapatan 10-30 persen.
”Memang, industri telekomunikasi seluler sekarang membutuhkan tambahan spektrum frekuensi, apalagi untuk penggelaran 5G. Tantangannya, ketika pemerintah akhirnya menyediakan tambahan, operator bisa bayar (BHP frekuensi) atau tidak? Sebab, perhitungan kami menunjukkan regulatory cost dari BHP frekuensi mencapai 14 persen dan ini tidak sehat bagi operator telekomunikasi seluler,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot berpendapat, inovasi baru teknologi akses seluler terus berkembang. Di kancah internasional sudah berembus kemunculan teknologi 6G.
Ada beberapa praktisi telekomunikasi berpendapat agar Indonesia sekalian saja menunggu teknologi 6G komersial. Jika pendapat ini diikuti, Sigit menilai Indonesia akan semakin tidak siap.
”Penggelaran 5G lambat karena infrastrukturnya di Indonesia belum siap. Penggelaran layanan berteknologi akses seluler baru, seperti 5G, biasanya butuh investasi besar. Sementara pada saat bersamaan, kebutuhan data internet berkecepatan tinggi (yang biasanya didukung oleh generasi terbaru teknologi akses seluler) semakin marak terjadi di masyarakat,” katanya.
Menurut Sigit, pemerintah harus hadir mendukung penggelaran layanan telekomunikasi dengan teknologi akses seluler generasi terbaru, seperti 5G. Di luar menyediakan tambahan spektrum frekuensi baru, dia menyebut masih ada aspek lain yang bisa dilakukan pemerintah. Dia mengapresiasi Pemerintah Indonesia akhirnya memperbolehkan operator telekomunikasi seluler melakukan praktik pemakaian bersama infrastruktur pasif dan spektrum frekuensi.
Baca juga: Migrasi Setengah Hati