Jumlah kunjungan wisatawan domestik ataupun mancanegara terus meningkat dua tahun terakhir. Namun, fenomena pariwisata berlebih (”overtourism”) perlu diantisipasi guna memastikan sektor ini bisa tumbuh berkelanjutan.
JAKARTA, KOMPAS — Setelah anjlok akibat pandemi Covid-19, jumlah kunjungan wisatawan berangsur pulih seiring pelonggaran mobilitas sosial. Dua tahun terakhir, kunjungan wisatawan melonjak signifikan. Namun, selain peningkatan mutu sarana-prasarana, layanan, dan pengelolaan, hal lain yang dinilai perlu diperhatikan adalah soal daya dukung kawasan.
Khusus wisatawan domestik, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah perjalanan wisatawan mencapai 433,57 juta perjalanan selama semester I-2023. Jumlah ini meningkat 12,57 persen dibandingkan semester I-2022 dan 23,83 persen dibandingkan semester I-2019. Sementara kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 5,19 juta kunjungan atau meningkat 250,33 persen dibandingkan semester I-2022.
Menurut Ketua Tim Wilayah I Direktorat Pengembangan Destinasi I Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Agus Suprihastono, pihaknya menargetkan setidaknya ada 1,4 miliar pergerakan wisatawan domestik pada 2023. Ada perubahan pola pariwisata pascapandemi, tetapi pihaknya masih akan fokus pada kondisi saat ini.
”Kami memperbaiki destinasi wisata (saat ini), bagaimana merangsang orang supaya mau berwisata, jadi wisata di dalam negeri,” ujar Agus dalam konferensi pers Kompas Travel Fair 2023 di Menara Kompas, Jakarta, Jumat (4/8/2023).
Hadir pula Direktur Bisnis Harian Kompas Lukminto Wibowo, Wakil Direktur Bisnis Kompas Novi Eastiyanto, serta EVP Head Marketing and Lifestyle Business OCBC NISP Amir Widjaya dalam konferensi pers tersebut.
Saat ini, Kemenparekraf fokus menggarap tujuan-tujuan lokal, terutama daerah berstatus destinasi superprioritas (DSP). Kelima destinasi itu adalah Danau Toba (Sumatera Utara), Borobudur (Jawa Tengah), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), dan Likupang (Sulawesi Utara).
Menurut Agus, pihaknya mempersiapkan masyarakat sekitar, terutama pada bidang pelayanannya. Selain itu, tata kelola wisata lokal juga digarap dengan memperbanyak acara agar pengunjung mengenal daerah tujuannya.
Meski demikian, risiko pariwisata berlebih (overtourism) tetap diwaspadai. Guna menjaga kawasan pariwisata, Agus mengatakan, Kemenparekraf sedang mengupayakan untuk memperhitungkan daya tampung serta daya dukung suatu kawasan. Apabila terjadi penumpukan turis, maka daerah itu perlu membuat antrean masuk bagi wisatawan.
Saat ini, pemerintah menekankan kualitas ketimbang kuantitas wisatawan. Harapannya, lingkungan terjaga, sementara wisatawan yang berkunjung merasa nyaman.
Upaya Kemenparekfraf sejalan dengan fokus Kompas memopulerkan destinasi-destinasi lokal melalui Kompas Travel Fair 2023. Menurut Novi, destinasi lokal menjadi tren baru setelah pandemi Covid-19.
Secara terpisah, Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada Janianton Damanik menilai, overtourism belum akan terjadi tahun ini, kendati potensinya tetap ada di sejumlah tempat. Destinasi dengan potensi itu antara lain kawasan Ubud, Kuta, Seminyak (Bali); Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta); dan Mandalika (Nusa Tenggara Barat).
Potensi peningkatan perjalanan wisatawan Nusantara memang besar karena pelonggaran perjalanan. Dorongan untuk melakukan perjalanan di dalam negeri meningkat dan kembali normal diikuti kebutuhan yang besar. Destinasi yang dicari umumnya berkarakter mapan, murah, dan mudah diakses. Konsekuensinya, ada peluang penumpukan wisatawan pada destinasi dan atraksi tertentu.
Janianton menyarankan agar pemerintah membuka akses lebih luas pada destinasi sekunder guna mencegah overtourism. Hal itu perlu diikuti pula dengan akses, promosi, dan kenyamanan yang membaik. Namun, ia juga menekankan, overtourism bukan semata soal banjir wisatawan, melainkan lebih pada manajemen destinasi. Apabila destinasi ditata baik, efek overtourism dapat direduksi.
Di luar negeri
Fenomena membeludaknya wisatawan juga terjadi di luar negeri. Secara umum Uni Eropa belum mengeluarkan payung kebijakan untuk menangani permasalahan ini. Namun, tiap negara, bahkan kota, mengeluarkan aturan masing-masing.
Portugal merupakan negara yang telah membuat peraturan nasional mengenai kelebihan jumlah wisatawan. Sejak Februari 2023, negara ini membatasi jumlah rumah yang bisa dijadikan penginapan jangka pendek, seperti lewat Airbnb dan sejenisnya. Hal ini karena menjamurnya penginapan jangka pendek dapat mengakibatkan harga properti di negara itu meroket. Akibatnya, warga lokal kesulitan memperoleh tempat tinggal yang layak.
”Sebuah kota atau negara tidak bisa otentik apabila warganya tidak nyaman,” kata Perdana Menteri Portugal Antonio Costa, dikutip oleh Gizmodo.
Sebagai gambaran, di Distrik Santa Maria Major yang merupakan kawasan populer di Lisabon, ada 60 persen rumah ataupun apartemen yang terdaftar pula sebagai penginapan jangka pendek. Jumlah warga asing yang menetap di Portugal bertambah 40 persen dalam dasawarsa terakhir.
Di Trentino-Alto Adige yang terletak di Pegunungan Alpen, Italia, pernah tercatat kedatangan 34 juta wisatawan dalam satu hari pascapandemi Covid-19. Akibatnya, sumber daya lokal tak mampu menampung, baik menyediakan konsumsi maupun akomodasi. Jumlah manusia yang sangat banyak ini juga merusak lingkungan. Pemerintah setempat sejak September 2022 akhirnya hanya membolehkan 230.000 wisatawan yang datang setiap hari. Mereka harus mendaftar dulu di laman resmi pariwisata Trentino-Alto Adige.
Kapal-kapal pesiar raksasa juga kini tidak dilihat sepenuhnya positif oleh pemerintah di Amsterdam (Belanda), Barcelona (Spanyol), dan Venezia (Italia). Ketiga kota melakukan pembatasan jumlah kapal pesiar yang boleh bersandar dan jumlah penumpang yang boleh turun.
”Barcelona pada 2019 pernah mengalami 3 juta wisatawan dalam sehari, tetapi 40 persen hanya tinggal selama beberapa jam. Ini tidak baik bagi kebudayaan dan reputasi kota,” kata Wali Kota Barcelona Ada Colau kepada El Pais.
Barcelona setelah pandemi Covid-19 hanya membolehkan 200.000 wisatawan per hari, tetapi dengan menawarkan kualitas pengalaman menjelajah kota yang baik.
Reaktivasi penerbangan
Bali sebagai salah satu destinasi utama wisatawan, baik mancanegara maupun domestik, mulai bangkit. Hal ini terlihat dari jadwal penerbangan yang kembali aktif setelah tertunda karena pandemi Covid-19.
Menurut General Manager Angkasa Pura I Bandara I Gusti Ngurah Rai Handy Heryudhitiawan, penerbangan domestik kini melayani 19 rute yang diisi 13 maskapai. Sementara penerbangan internasional memiliki 30 rute yang dilayani 36 maskapai. ”Rata-rata merupakan reaktivasi penerbangan yang sebelumnya terhenti saat pandemi Covid-19,” ujar Handy secara tertulis.
Sementara itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali banyak memantau perilaku wisatawan mancanegara. Sebab, pihaknya menemukan sejumlah persoalan yang mengabaikan norma setempat dan penyalahgunaan paspor.
Kepala Satpol PP Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi berupaya menertibkan sejumlah tingkah laku wisatawan dengan membentuk Satuan Tugas Kepariwisataan. Selain itu, Rai juga kerap menemukan wisatawan asing yang bekerja tanpa izin. Salah satunya bekerja sebagai pemandu wisata.
Partisipasi masyarakat dan pengelola obyek wisata untuk menegur, bahkan melaporkan wisatawan yang melanggar norma dibutuhkan. Sebab, Satpol PP tak dapat berjaga di semua tempat.
Rai menilai, upaya pemerintah mencabut sementara bebas visa kunjungan dapat menekan angka pelanggaran wisatawan mancanegara. Alhasil, wisatawan yang datang juga lebih berkualitas. ”Saya yakin (ketika) sudah tidak ada lagi bebas visa, itu kecenderungan yang datang memang wisatawan berkualitas. (Mereka) Memang tujuannya menikmati wisata Bali,” ujarnya.