Kemasan Guna Ulang Putar Cuan buat Bumi dan Bisnis
Dengan mengisi ulang sabun yang dipakai sehari-hari untuk cuci piring dan pakaian, sampah plastik kemasan sekali pakai mestinya bisa berkurang. Pemanfaatan kemasan guna ulang juga dapat mengurangi pengeluaran warga.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·4 menit baca
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
Ketua Bank Sampah Anggrek Ciliwung, Jakarta, Syamsuryati (kedua dari kiri) menceritakan strateginya dalam menyosialisasikan kebiasaan mengisi ulang sabun dan mengajak warga sekitar mengurangi pembelian sabun dengan kemasan sekali pakai pada bincang-bincang berjudul ”TRANSFORM x Alner: Kurangi Sampah Plastik Sekali Pakai dengan Kemasan Guna Ulang, Selamatkan Bumi, Berdayakan Komunitas!” yang diadakan di Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Siapa bilang perubahan kebiasaan dari membeli sabun dengan kemasan sekali pakai menjadi botol yang dapat digunakan berulang kali tak menguntungkan bagi bisnis? Tak cuma kurangi sampah, model bisnis kemasan guna ulang juga memutar cuan bagi masyarakat hingga pelaku usaha rintisan dan pemain industri.
Untuk mengisi ulang sabun yang digunakan sehari-hari, masyarakat cukup membawa botol plastik yang dapat dipakai ulang ke titik pengisian terdekat, seperti bank sampah hingga ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA). Botol plastik itu umumnya berukuran 0,5-1 liter. Di titik-titik yang sudah bekerja sama dengan pelaku industri produsen, petugas akan menuangkan sabun dari jeriken yang bervolume 4,5 liter ke botol yang dibawa masyarakat.
Fira Erlita, pengurus RPTRA Beringin, Jagakarsa, Jakarta Selatan, mengatakan, RPTRA dapat menjadi ruang aktivitas masyarakat sekaligus tempat membeli produk yang digunakan sehari-hari. ”Kami ingin memudahkan masyarakat dalam memperoleh produk tersebut sekaligus mengubah kebiasaan dari membeli (dengan kemasan sekali pakai) menjadi mengisi ulang,” ujarnya dalam acara bincang-bincang berjudul ”TRANSFORM x Alner: Kurangi Sampah Plastik Sekali Pakai dengan Kemasan Guna Ulang, Selamatkan Bumi, Berdayakan Komunitas!” yang diadakan di Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Dalam mengubah kebiasaan itu, dia menyosialisasikan kepada masyarakat terkait manfaat yang diperoleh dengan mengisi ulang sabun memakai kemasan yang dapat dipakai berkali-kali. Kebiasaan memakai kemasan guna ulang dapat mencerminkan tindakan yang peduli terhadap lingkungan. Dia juga meyakinkan masyarakat mendapatkan produk sabun dengan kualitas dan keaslian yang sama ketika mengisi ulang.
Kolaborasi TRANSFORM dengan Alner membuat masyarakat dapat mengisi ulang sabun dengan membawa botol plastik (kanan) ke titik-titik yang dikelola komunitas, seperti bank sampah atau RPTRA.
Apalagi, dia menggarisbawahi, mengisi ulang sabun dapat lebih menghemat pengeluaran rumah tangga dibandingkan dengan membeli dalam kemasan sekali pakai. Berdasarkan pantauannya, harga sabun cuci piring ukuran 4,5 liter dengan kemasan sekali pakai bisa mencapai Rp 126.000. Dengan ukuran dan jenama yang sama, harga di titik pengisian ulang sekitar Rp 88.000. Berkat jerih payah meyakinkan masyarakat, dia diminta menyosialisasikan program mengisi ulang sabun di 11 RPTRA lainnya.
Begitu merasakan manfaat mengisi ulang sabun, Sukini, pengurus Bank Sampah Bumi Lestari, Kelurahan Srengseng, Jakarta Barat, mengatakan sudah memesan 4 kali sejak program diluncurkan. ”Warga menunjukkan kepeduliannya untuk mengurangi sampah plastik,” katanya dalam diskusi yang sama.
Kepedulian itu, lanjutnya, sudah muncul sejak dia dan tim pengurus bank sampah menyosialisasikan kebiasaan memilah sampah hingga mengumpulkan sampah plastik untuk ”ditabung”. Sosialisasi itu membutuhkan kesabaran untuk menunjukkan kepada masyarakat keuntungan memilah sampah. Ternyata, ada untung finansial yang bisa diperoleh dari memilah dan menabung sampah. Warga yang tergolong kurang mampu dan lanjut usia merasa terbantu dengan keuntungan finansial tersebut.
Dalam menyosialisasikan kebiasaan yang terbilang ”baru”, Ketua Bank Sampah Anggrek Ciliwung, Jakarta, Syamsuryati memberikan contoh bagi warga sekitar dengan membawa botol kemasan yang dapat dipakai berulang kali ke titik pengisian ulang. Warga pun diajak menyetor sampah sambil mengisi ulang sabun untuk keperluan rumah tangga.
Harapannya, perubahan perilaku itu dapat mengurangi sampah rumah tangga dari hulunya sehingga penumpukan di tempat pembuangan akhir dapat ditekan. ”Dengan mengisi ulang sabun yang dipakai sehari-hari untuk cuci piring dan pakaian, sampah (plastik) kemasan sekali pakai mestinya bisa berkurang,” katanya.
Dapat ditiru
Ketiga titik pengisian ulang tersebut merupakan bagian dari program besutan TRANSFORM yang berkolaborasi dengan Alner, usaha rintisan yang bergerak di bidang kemasan guna ulang. TRANSFORM merupakan aliansi skala global yang didirikan pada tahun 2015 serta dipimpin oleh Unilever, Foreign, Commonwealth & Development Office Britania Raya, dan Ernst & Young. Kolaborasi TRANSFORM dan Alner menyediakan produk sabun cuci piring, pakaian, dan pembersih lantai bagi masyarakat.
Direktur Alner Bintang Ekananda memaparkan, program kolaborasi itu dimulai sejak tiga bulan lalu. Hingga saat ini, program itu telah mencakup 180 titik pengisian ulang se-Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Selama tiga bulan terakhir, program itu mencegah pembuangan sekitar 300 kilogram sampah kemasan sekali pakai. ”Kami mengandalkan komunitas masyrakat, seperti bank sampah dan RPTRA, karena (pengurusnya) sudah dikenal warga setempat. Kolaborasi dengan komunitas tersebut mempercepat dampak positif (yang dicita-citakan),” ujarnya.
Targetnya, program itu dapat diperluas hingga 2.000 titik pengisian ulang sehingga dapat mencegah timbulan 100.000 ton sampah kemasan sekali pakai pada 2024. Jumlah konsumen yang dilayani diharapkan dapat mencapai 25.000 konsumen dengan total sabun yang diisi ulang menyentuh angka 2,6 juta liter.
Agar bisnis rintisannya kontinu, Bintang menyebutkan, selisih harga dari penjualan sabun yang diproduksi industri mitra ke konsumen akhir menjadi sumber profit yang diperoleh dari kolaborasi tersebut. Dia juga menggarisbawahi, usaha rintisannya masih membutuhkan pendanaan dari pihak eksternal untuk mengeksplorasi beragam inovasi dalam model bisnis yang sarat dengan prinsip-prinsip ekonomi sirkular.
Oleh karena itu, dia akan fokus melebarkan sayap di Jabodetabek dalam program ini. Menurut dia, keberhasilan bisnis yang memantik kebiasaan memakai kemasan guna ulang bergantung dari tingkat kerapatan titik-titik pengisian ulang di sebuah wilayah. Dia justru berharap terdapat pemain lain di provinsi yang belum tersentuh usahanya yang mereplikasi model bisnisnya dan turut menghasilkan profit. Kemitraan dengan industri besar juga dapat mempercepat adopsi kebiasaan isi ulang.
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia Foundation Maya Tamimi (tengah) dan Direktur Alner Bintang Ekananda (kanan) dalam bincang-bincang berjudul ”TRANSFORM x Alner: Kurangi Sampah Plastik Sekali Pakai dengan Kemasan Guna Ulang, Selamatkan Bumi, Berdayakan Komunitas!” yang diadakan di Jakarta, Jumat (28/7/2023).
Head of Division Environment & Sustainability Unilever Indonesia Foundation Maya Tamimi mengatakan, kolaborasi bersama Alner sejalan dengan upaya perusahaan untuk mengurangi sampah plastik. Secara umum, dalam mencapai tujuan itu, perusahaan menggencarkan sejumlah strategi, seperti daur ulang, guna ulang, upcycling, hingga mengubah sampah jadi energi.
Secara keseluruhan, data Unilever Indonesia menunjukkan, perusahaan sudah menggandeng lebih dari 4.000 bank sampah sejak 2008 untuk mengumpulkan dan memproses plastik kemasan. Sepanjang 2022, sebanyak 28.633 ton plastik dikumpulkan lewat kerja sama tersebut. Angka itu meningkat sekitar 7,1 kali lipat dibandingkan dengan posisi pada 2019.
Dalam upaya menjual dengan kemasan yang mini, Maya mengatakan, korporasi mengeksplorasi beragam model bisnis yang tidak mengorbankan pengendalian kualitas produk bagi konsumen. ”Menjaga kualitas produk sangat penting bagi kami. Sejak 2018, kami menjalankan studi mengenai pengisian ulang. Kami membandingkan sistem pengisian ulang dengan mesin serta dengan dituang oleh petugas melalui jeriken. Ternyata, isi ulang dengan mesin lebih ribet. Sebaliknya, isi ulang lewat jeriken lebih mudah dan tetap dapat menjaga kualitas produk,” tuturnya.
Perubahan pola bisnis industri yang dibarengi inovasi usaha rintisan ternyata memantik mendorong pergeseran kebiasaan masyarakat ke pola hidup minim sampah. Kemitraan serupa diharapkan makin menjamur sehingga makin banyak pebisnis yang turut memperhitungkan kelestarian lingkungan sambil mendukung rumah tangga mengurangi sampah.