Kunjungan ke Puncak Candi Borobudur Tak Bisa Lebih dari 1.000 Orang Per Hari
Dengan memperhatikan daya tahan Candi Borobudur yang sudah dimakan usia, pemerintah membatasi kunjungan ke puncak candi, yakni tak lebih dari 1.000 orang per hari atau 300.000 orang per tahun.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyatakan tidak ada pembatasan kunjungan wisatawan ke destinasi superprioritas atau DSP Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Hanya saja, kunjungan ke puncak bangunan Candi Borobudur tidak bisa melebihi 1.000 orang per hari atau 300.000 orang per tahun.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga S Uno menyampaikan hal itu di sela-sela konferensi pers mingguan di Jakarta, Senin (24/7/2023) petang. Menurut dia, berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Pengembangan 5 DSP Semester I-2023 dan Rapat Dewan Pengarah Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata, akhir pekan lalu, muncul pembahasan wisata khusus berbasis spiritual, termasuk di antaranya soal rencana pembatasan kunjungan ke puncak candi.
”Jika wisata spiritual ini dikembangkan, kami menghitung ada potensi kunjungan wisatawan mancanegara 2 juta (orang) dalam setahun. Kegiatan ibadah umat Buddha di Candi Borobudur dan situs-situs sekitar candi juga tetap terakomodasi. Pembuatan tambahan fasilitas beribadah akan kami koordinasikan dengan kementerian/lembaga lain, termasuk dengan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau UNESCO,” ujarnya.
Candi Borobudur ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tahun 1991. Menurut Sandiaga, aspek keberlanjutan warisan budaya ini yang harus dijaga.
Terkait pembangunan infrastruktur di DSP Borobudur, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif baru saja menerima dokumen hak pengelolaan lahan (HPL) dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang. DSP Borobudur akan dikelola oleh Badan Pelaksana Otorita Borobudur (BPOB). Dua HPL, yakni bernomor 003 dan 004, tersebut masing-masing memiliki luas lahan 21 hektar dan 30 hektar.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya telah menyelesaikan penataan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur Tahap 1 di Jawa Tengah. Penataan dimulai pada Oktober 2020 dan selesai pada Desember 2021. Lingkup kegiatannya meliputi pembangunan gerbang penanda kawasan, yaitu Gerbang Palbapang (gerbang singa), Gerbang Blondo (gerbang kalpataru), Community Center Kembanglimus, Gerbang Klangon (samudra raksa), pembangunan Concourse dan Plaza Borobudur, serta pembangunan akses area budaya serta jalan lingkungan di Bojong dan Wanurejo.
Rencana penataan KSPN Borobudur Tahap 2 yang berlangsung pada tahun 2023–2024 antara lain meliputi pembangunan Jalur Aksis Budaya: Mendut -Pawon- Borobudur (boardwalk tepi Kali Progo), pembangunan Kampung Seni Borobudur dan Museum di Kujon, dan pembangunan lapangan olahraga Kujon. Total anggaran yang dialokasikan untuk melakukan penataan KSPN Borobudur Tahap 1 dan 2 oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR mencapai Rp 270,5 miliar.
Paket wisata
Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah, saat dihubungi terpisah, berpendapat, target kunjungan wisman ke DSP Borobudur yang mencapai 2 juta kunjungan per tahun sebenarnya tidak berbeda dengan target 2019. Dibanding DSP lainnya, DSP Borobudur tidak terlalu resisten terhadap lingkungan. Hal ini disebabkan Candi Borobudur bukan wisata alam, tetapi wisata sejarah.
Kendati demikian, dia memandang, pengelolaan DSP Borobudur harus tetap memperhatikan daya tahan Candi Borobudur yang sudah dimakan usia. Maka, pengurangan beban kunjungan ke Candi Borobudur diperlukan dengan cara melarang atau mengatur wisatawan yang bisa naik ke bangunan candi, misalnya hanya satu zona yang diperbolehkan dikunjungi.
”Selanjutnya, jika DSP Borobudur memiliki konstrain kunjungan wisatawan untuk naik ke atas bangunan Candi Borobudur, minat/keingintahuan wisatawan perlu ditangkap dengan menyediakan paket wisata. Berbagai paket bisa dieksplorasi, yaitu wisata sejarah/budaya Yogyakarta, wisata alam lereng Gunung Merbabu, aktivasi jalur kereta Magelang - Ambarawa, dan wisata alam Pegunungan Menoreh,” kata Rusli.
Namun, upaya mengeksplorasi paket wisata tersebut memerlukan sinergi yang serius dari pemerintah pusat - pemerintah kabupaten/kota di sekitar DSP Borobudur, misalnya, pemerintah Kabupaten/Kota Magelang, Kabupaten Sleman, Salatiga, Semarang, dan Kulonprogo.
Pandangan senada juga disampaikan oleh dosen Departemen Geografi Pembangunan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, M Baiquni. Apabila target 2 juta kunjungan wisman ditujukan untuk kawasan DSP Borobudur, bukan terbatas pada masuk bangunan Candi Borobudur, maka hal itu tepat. Sebab, di sekitar Candi Borobudur terdapat banyak pilihan berwisata, seperti desa wisata, sungai yang bisa diarungi, dan aktivitas berkunjung ke sentra kerajinan.
Upaya mengeksplorasi paket wisata tersebut memerlukan sinergi yang serius dari pemerintah pusat -pemerintah kabupaten/kota di sekitar DSP Borobudur.
Namun, berbagai pilihan berwisata itu harus terakomodasi dengan baik. Wisatawan tidak harus bisa naik ke bangunan candi, tetapi imajinasi mereka terhadap Candi Borobudur dan sejarahnya harus terfasilitasi dengan baik. Konsekuensinya, pemerintah harus membuat fasilitas menyerupai studio tematik.
”Konservasi Candi Borobudur harus diutamakan. Opsi lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah menerapkan sistem buka-tutup bagi wisatawan yang ingin naik ke puncak bangunan candi. Opsi ini harus didukung dengan suplai pemandu wisata yang berkualitas,” katanya.
Baiquni berpendapat, hal yang sebetulnya dibutuhkan oleh DSP Borobudur, termasuk Candi Borobudur, adalah wisatawan yang berkualitas. Dengan kata lain, wisatawan yang sungguh-sungguh ingin belajar budaya, memahami sejarah, dan menjalani perjalanan spiritual.