Bergulirnya wacana kenaikan harga tiket Candi Borobudur sempat mengundang kontroversi. Warganet mempertanyakan tujuan dari rencana itu. Untuk konservasi atau demi kepentingan komersialisasi.
Oleh
Yohanes Mega Hendarto
·6 menit baca
Demi menjaga kelestarian kekayaan dan budaya Candi Borobudur, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan memutuskan menaikkan harga tiket bagi wisatawan. Rencana itu disertai dengan pembatasan kuota wisatawan yang naik ke Candi Borobudur sebanyak 1.200 orang per hari. Seketika, kebijakan ini mengundang perdebatan di ruang publik sehingga ”memaksa” pemerintah menarik kembali keputusan ini.
Wacana kenaikan harga tiket Candi Borobudur tersebut diutarakan Menko Kemaritiman dalam unggahan akun Instagram pada Sabtu, 4 Juni 2022. Selang tiga hari kemudian, usulan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk menunda kenaikan tarif naik ke puncak Candi Borobudur diterima oleh Menko Kemaritiman. Alasannya, banyak masyarakat yang melayangkan protes, terutama di media sosial.
Litbang Kompas melakukan pemantauan isu tersebut di media sosial dan pemberitaan media digital melalui aplikasi Talkwalker selama empat hari (5-8 Juni 2022). Percakapan warganet terkait ”Borobudur” menghasilkan 105.500 perbincangan. Isu ini juga berhasil memperoleh 796.000 interaksi pengguna media sosial.
Isu percakapan di lini masa tersebut terpantau mulai terangkat ke permukaan sehari setelah tersebarnya pernyataan Menko Kemaritiman di media massa daring. Selama tiga hari, perbincangan seputar Candi Borobudur mewarnai lini masa berbagai media sosial. Volume perbincangan kemudian mereda setelah beredarnya informasi penundaan harga tiket.
Pemantauan pertama pada 5 Juni 2022. Isu seputar Candi Borobudur mencapai titik puncaknya pada pukul 14.00-15.00 WIB. Tingginya volume percakapan di rentang waktu ini dipicu oleh media daring yang memberitakan rencana kenaikan tarif Candi Borobudur meskipun informasinya masih kurang jelas. Bahkan, beberapa media daring terlihat salah menyampaikan informasi dengan menuliskan harga tiket masuk kawasan Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur naik menjadi Rp 750.000.
Sebagian warganet mengonsumsi mentah-mentah informasi tersebut dan langsung menyebarkan di akun pribadi media sosial miliknya. Sontak, perdebatan antarwarganet pun terjadi antara yang menolak dan yang mendukung. Belum lagi, para pemengaruh (influencers) juga turut bersuara dan mendapat tanggapan dari pengikutnya.
Percakapan di lini masa pada 5 Juni 2022 tersebut baru terserap informasinya secara benar oleh warganet pada rentang pukul 21.00-22.00. Pada kurun waktu ini, volume percakapan meningkat setelah warganet memahami ulang bahwa harga yang naik itu adalah tiket memasuki area situs menuju puncak Candi Borobudur, bukan tiket masuk TWC Borobudur.
Esok harinya, 6 Juni 2022, terjadi lagi peningkatan percakapan jelang petang hari di media sosial terkait Borobudur. Lonjakan percakapan pada pukul 17.00-18.00 itu pemicunya berasal dari media daring yang memberitakan komentar para tokoh terkait kenaikan harga tiket ke puncak Borobudur. Para tokoh yang banyak dimintai keterangan dari media daring ialah Sandiaga Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jateng.
Konservasi vs komersialisasi
Pada hari ketiga pemantauan, 7 Juni 2022, frekuensi perdebatan soal kenaikan harga tiket kembali meningkat pada pukul 10.00-11.00. Warganet terbelah menjadi dua kubu antara pro dan kontra. Informasi penundaan harga tiket oleh Gubernur Ganjar dan Menko Kemaritiman Luhut belum banyak tersebar di tanggal ini. Dalam perkara wacana kenaikan tiket ke puncak Candi Borobudur, warganet memperdebatkan soal konservasi dan komersialisasi candi yang dibangun sekitar abad ke-8 tersebut.
Perdebatan antarkubu itu setidaknya terlihat dalam sepuluh percakapan terpopuler yang mayoritasnya tersebar di Twitter. Begitu juga dilihat dari akun-akun paling berpengaruh (top influencers) yang mewakilkan setiap kubu.
Bagi kubu yang mendukung rencana kenaikan harga tiket, upaya konservasi cagar budaya harus diutamakan dibandingkan mempertahankan jumlah kunjungan wisatawan. Dalam unggahannya di media sosial, kubu pendukung ini mengutip pemberitaan media tentang laporan Balai Konservasi Borobudur pada tahuan 2020 yang menemukan 3.074 titik tempelan sisa permen karet dari lantai bawah hingga ke stupa induk di lantai 10.
Selain itu, kubu pendukung juga mem-posting ulang foto-foto wisatawan di Candi Borobudur yang melanggar pembatas yang telah dipasang dan duduk di bagian stupa candi. Mereka juga berpendapat bahwa Candi Borobudur adalah tempat ibadah umat Buddha yang harus dijaga kesakralannya. Bahkan, secara ekstrem kubu ini merasa lebih baik apabila Candi Borobudur ditutup sebagai lokasi wisata demi menghormati umat Buddha yang beribadah ke sana.
Sebaliknya, bagi kubu yang menolak kenaikan harga tiket tersebut menuding cara menaikkan harga itu adalah upaya komersialisasi dari pemerintah. Kubu ini merasa bahwa semua warga Indonesia memiliki hak untuk mengunjungi dan menikmati keindahan salah satu bangunan keajaiban dunia, terutama bagi generasi muda untuk mengenal budayanya sendiri. Jika harga tiket dinaikkan, Candi Borobudur menjadi eksklusif sehingga hanya dapat diakses oleh orang yang mampu membayar saja.
Persoalan UMKM sekitar lokasi wisata juga menjadi poin argumen kelompok yang menolak rencana kenaikan itu. Dengan kenaikan harga tiket, jumlah wisatawan menurun dan berimbas buruk pada pendapatan UMKM di sekitar lokasi TWC Borobudur. Kenaikan harga tiket dinilai hanyalah akal-akalan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pariwisata di kawasan Borobudur. Kubu ini turut menyertakan petisi daring ”Stop Komersialisasi Candi Borobudur” yang per 8 Juni 2022 sudah mendapat 2.281 tanda tangan daring.
Kubu kontra tersebut juga menyarankan apabila pemerintah serius dalam upaya konservasi maka yang perlu dilakukan adalah pembatasan kuota dengan mengandalkan pemesanan tiket secara daring. Pembatasan itu juga disertai dengan pengawasan langsung yang lebih ketat terhadap para wisatawan agar tidak merusak bangunan candi, seperti membuang sampah sembarangan atau duduk-duduk di bagian stupa.
Pengkajian ulang
Melihat gejolak perdebatan di ruang publik, terutama di media sosial tersebut, maka kebijakan menunda kenaikan harga tiket menuju area puncak Candi Borobudur adalah keputusan tepat. Menurut Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, penetapan tarif naik ke stupa Candi Borobudur perlu dikaji lagi bersama Taman Wisata Candi Borobudur dan Balai Konservasi Borobudur. Pengkajian ini juga mengupayakan skema-skema terbaik untuk mengatur wisatawan yang hendak naik ke atas candi.
Menko Kemaritimanjuga harus bersabar dalam menetapkan kebijakan itu. Sebab, akun @luhut.pandjaitanmenjadi akun tokoh politik yang paling populer di pusaran isu naiknya harga tiket Candi Borobudur. Opini kontra dari warganet justru memberikan tudingan liar ke ranah politis kepada sosok Menko Kemaritiman Luhut tanpa pendasaran bukti.
Bagaimanapun isu urgensi menjaga kelestarian Candi Borobudur kini sudah makin mencuat ke permukaan. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah beserta lembaga terkait perlu memberikan langkah cepat dan tegas untuk meredam berkembangnya spekulasi di masyarakat. Setidaknya, dengan isu kenaikan harga tiket ini, masyarakat mendapat edukasi soal pentingnya menjaga kekayaan peninggalan budaya yang tidak boleh dianggap sekadar lokasi wisata.
Hingga kini, tarif wisatawan Nusantara masih tetap sama seperti sebelumnya. Pengunjung berusia 10 tahun ke atas untuk sekali masuk ke TWC Borobudur adalah Rp 50.000 per orangnya. Adapun untuk pengunjung usia 3-10 tahun, harga tiket masuknya adalah Rp 25.000. Semetara itu, rombongan pelajar dan mahasiswa dikenakan biaya Rp 25.000 per orang dengan jumlah minimal rombongan adalah 20 orang dan wajib menyertakan surat pengantar dari sekolah atau universitas. (LITBANG KOMPAS)