OJK: Aturan Penyelenggaraan Bursa Karbon Sedang Diharmonisasi
Indonesia dinilai perlu memiliki bursa karbon agar ada jalur pasti terkait perdagangan karbon di dalam negeri. Jika tidak ada bursa karbon, hanya dua pilihan, yakni lewat negara lain atau perdagangan karbon langsung.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA, M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Otoritas Jasa Keuangan memastikan rencana peluncuran bursa karbon sesuai jadwal atau pada semester II-2023. Peraturan penyelenggaraannya sedang diharmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Bursa karbon diharapkan bisa memacu upaya nasional dalam menekan emisi gas rumah kaca.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, di Jakarta, Jumat (21/7/2023), mengatakan, komitmen dalam mewujudkan perdagangan karbon melalui bursa karbon sama ambisiusnya dengan target-targat dekarbonisasi seperti enhanced nationally determined contribution (NDC). Segala upaya dilakukan agar emisi gas rumah kaca (GRK) terus ditekan.
”Konsep peraturannya dituangkan dalam peraturan OJK yang saat ini sedang dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Kami berharap dapat difinalisasi dalam waktu dekat. Dijadwalkan semester II-2023, harapannya triwulan III-2023. Hingga kini, semua masih sesuai jadwal,” tutur Mahendra, dalam diskusi terbatas yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Ia menambahkan, Indonesia perlu memiliki bursa karbon agar ada jalur yang lebih jelas serta terdata terkait perdagangan karbon dalam negeri. Apabila tidak ada bursa karbon, hanya dua pilihannya. Pertama, melalui bursa karbon di negara lain. Kedua, dengan penjualan secara langsung, yang artinya tidak melalui proses dan legitimasi otoritas nasional.
”Jika tidak ada bursa karbon, emisi gas rumah kaca yang diperdagangkan itu mencari jalannya sendiri. Hal itu hanya memberi manfaat pada yang terlibat saja, tetapi tidak terhadap masyarakat serta negara, termasuk penerimaan pajak, PNBP (penerimaan negara bukan pajak), dan lainnya,” ucap Mahendra.
Dengan bursa karbon, perdagangan karbon juga akan lebih terbuka bagi semua pihak atau mereka yang hendak berkontribusi dalam mengurangi emisi GRK. Bahkan, tingkat individu ataupun retail investor bisa melakukannya. Saat bursa karbon itu diluncurkan, diharapkan upaya menekan emisi GRK bisa semakin dipacu.
Sebelumnya, OJK menyepakati perluasan kerja sama dengan KLHK terkait penyelenggaraan bursa karbon lewat penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Mahendra dan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar di Jakarta, Selasa (18/7/2023). Itu dalam rangka menyiapkan landasan aturan penyelenggaraan perdagangan karbon (Kompas.id, 19/7/2023).
MoU itu sebagai landasan hukum pertukaran dan pemakaian data perdagangan karbon melalui Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI). Sistem yang dikembangkan dan dikelola KLHK tersebut ialah sistem informasi pengelolaan dan penyediaan data mengenai aksi dan sumber daya untuk mitigasi perubahan iklim dan nilai ekonomi karbon (NEK) di Indonesia.
Ekosistem digital
Sementara itu, Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Wahyu Marjaka memaparkan, saat ini ekosistem digital dalam bursa karbon sedang dikembangkan yang terdiri dari trading engine, user management, product management, front end system, dan surrender services. Sistem digital di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) juga sedang dikembangkan.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Djoko Hendratto menyatakan, pihaknya akan mengelola dana dari perdagangan karbon. ”Kami akan menyusun skema prioritas terkait pemanfaatan dana tersebut bagi pelaku perdagangan karbon. Utamanya, untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dari penerima manfaat menjadi pelaku perdagangan,” ucapnya.
Agar masyarakat, khususnya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dapat turut berpartisipasi dalam perdagangan karbon, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi menyebutkan perlu solusi dalam menekan biaya transaksi. Nantinya, UMKM dapat mentransaksikan kegiatan yang berdampak pada pengurangan emisi GRK.
Di sisi lain, pada laporan Bank Dunia berjudul ”State and Trends of Carbon Pricing 2023”, terdapat 73 instrumen NEK di dunia per 1 April 2023. Jumlah itu meningkat dari posisi tahun lalu yang sebanyak 68 instrumen.
Meskipun demikian, jumlah cakupan karbon dari 73 instrumen NEK itu hanya sebesar 23 persen dari emisi gas rumah kaca di dunia. Angka itu tumbuh tak sampai 1 persen dibandingkan cakupan pada 2022.