Asuransi usaha mikro dinilai krusial bagi pelaku usaha mengingat risiko yang berpotensi terjadi. Dengan ikut asuransi, pelaku usaha mikro dapat membangun kembali bisnis mereka apabila terkena bencana yang tak diinginkan.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha mikro bahkan ultra mikro, misalnya pedagang keliling, rawan terhadap risiko kerusakan dan bencana. Mereka kini dapat terlindungi dari risiko dengan mendaftar program asuransi. Meski demikian, rendahnya literasi asuransi masih menjadi kendala utama.
Direktur Utama BRI Insurance Rahmat Budi Legowo mengatakan, proteksi berupa asuransi untuk usaha mikro dapat menjamin kepastian kelangsungan usaha. Sebab, tempat atau lapak usaha mikro yang mengalami kerusakan ataupun musibah lainnya dapat diganti.
”Proteksi tempat usaha hanya butuh biaya premi Rp 40.000 per tahun dan ketika mengalami musibah dapat diklaim sebesar Rp 5 juta. Jadi, pelaku usaha yang menggunakan gerobak, ’starling’ atau penjual kopi keliling, dan warung-warung,” ujarnya saat media gathering BRI Insurance 2023, di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Mengingat tempat usaha yang selalu bergerak, lanjut Budi, risiko yang tak diinginkan dapat selalu terjadi. Klaim Rp 5 juta yang diberikan dapat membantu pelaku usaha membangun usahanya kembali. Proses pencairan klaim asuransi hanya membutuhkan waktu lima hari.
Dalam sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah terdapat dua pilar, yakni pembiayaan dan pembinaan. Namun, pilar proteksi cenderung minim untuk dieksplorasi dan dimanfaatkan. Karena itu, BRI Insurance mencoba hadir untuk pasar tersebut.
”Fokus kami tertuju pada sektor usaha mikro dan retail. Secara spesifik, usaha mikro berkontribusi 30 persen dan retail sebesar 40 persen dari total revenue tahun 2022 yang sebesar Rp 2,6 triliun. Tahun ini kami harapkan serapan usaha mikro dapat naik hingga 40 persen,” ucap Budi.
Literasi asuransi masyarakat pada level mikro cenderung memprihatinkan. Dia mengutip hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022 yang menunjukkan indeks literasi asuransi masyarakat Indonesia sebesar 31,72 persen, lebih rendah ketimbang literasi perbankan sebesar 49,93 persen.
Ia mengungkapkan, tahun 2023 BRI Insurance menargetkan pendapatan dapat mencapai Rp 3,2 triliun. Hingga semester I, total pendapatan hampir mencapai 50 persen dari target. ”Jadi 6 bulan yang tersisa ini, kami optimistis dapat mencapai target, bahkan bisa terlampaui,” tutupnya.
Direktur Bisnis BRI Insurance Handaru Sakti menambahkan, literasi asuransi masyarakat pada level mikro cenderung memprihatinkan. Dia mengutip hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022 yang menunjukkan, indeks literasi asuransi masyarakat Indonesia sebesar 31,72 persen, lebih rendah ketimbang literasi perbankan sebesar 49,93 persen.
Sementara itu, tingkat inklusi keuangan perasuransian hanya mencapai 16,63 persen, jauh tertinggal dari inklusi perbankan yang sebesar 74,03 persen. Oleh karena itu, baik literasi maupun inklusi perasuransian masih sangat rendah.
Untuk menjangkau kelompok-kelompok mikro, tutur Handaru, pihaknya berupaya masuk melalui komunitas-komunitas dan tim pemasaran. Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan OJK untuk meningkatkan literasi masyarakat.
Senior Research Associate at Indonesia Financial Group (IFG) Progress, Ibrahim Kholilul Rohman, mengutarakan, kerusakan tempat usaha memang kerap terjadi di Indonesia dan menjadi sumber bencana. Karena itu, produk asuransi usaha mikro cukup prospektif. Meskipun begitu, potensi risiko harus tetap diperhatikan oleh perusahaan asuransi.
”Potensinya besar sekali. Misalnya untuk pertanian saja, masih banyak lahan yang belum terlindungi asuransi,” ungkapnya.
Menurut Financial Planner Zie and Pontjowinoto (ZAP) Finance Arief Budiman, asuransi usaha mikro sangat penting mengingat para pelaku usaha rentan terhadap berbagai risiko yang mengancam kelangsungan operasional. Adapun peluang proteksi terhadap pada perlindungan aset, risiko kredit, dan risiko kesehatan.
Untuk melindungi usaha mikro, perusahaan asuransi perlu mempertimbangkan loss ratio atau risiko yang perlu ditanggung dalam menjalankan bisnis asuransi agar tetap menguntungkan. Underwriting atau langkah awal yang tepat dibutuhkan dalam penilaian awal sebelum mengeluarkan polis asuransi.
Perusahaan asuransi juga perlu mencari keseimbangan terhadap risiko yang akan ditanggung dalam portofolionya. Dengan memiliki portofolio yang terdiversifikasi, perusahaan dapat mengurangi risiko konsentrasi dan membatasi potensi kerugian besar akibat satu jenis risiko tertentu.
”Selain itu, perusahaan asuransi perlu menentukan premi yang tepat. Premi yang terlalu rendah dapat mengakibatkan penurunan pendapatan dan kerugian finansial perusahaan jika terjadi tingkat klaim yang tinggi,” ungkap Arief.