Mobil Listrik Masih Belum Menjanjikan bagi Perusahaan Taksi
Penggunaan mobil listrik sebagai taksi belum menjanjikan dari segi finansial dan reliabilitas. Para penumpang juga belum terlalu peduli dengan jenis kendaraan yang digunakannya karena mengutamakan harga dan waktu tempuh.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemanfaatan mobil listrik sebagai kendaraan operasional perusahaan taksi masih belum masif dan menjanjikan. Mereka masih menunggu momentum keandalan dan harga mobil listrik yang lebih baik. Di sisi lain, para penumpang taksi dinilai masih mengutamakan keterjangkauan harga dan kecepatan waktu tempuh.
Salah satu perusahaan taksi terbesar di Indonesia, PT Blue Bird Tbk, misalnya, kini mengoperasikan 180 mobil listrik. Jumlah itu meningkat dari tahun 2021 yang hanya 125 mobil listrik. Kendati begitu, jumlah mobil listrik operasional Blue Bird hanya 0,8 persen dari seluruh armadanya yang berjumlah 22.000.
Penambahan mobil listrik untuk operasional Blue Bird dari 2021 hingga sekarang berjumlah 55 unit. Jumlah itu terpaut jauh dari total penambahan armada konvensional yang sebanyak 1.100 unit pada semester I-2023.
Direktur Utama PT Blue Bird Tbk Adrianto Djokosoetono mengatakan, penambahan mobil listrik hingga mencapai 10 persen dari total armada sebenarnya bisa dilakukan. Namun, perusahaan perlu mempertimbangkan aspek finansial dan keberlanjutan dari kendaraan operasional.
”Mau menambah secara agresif (mobil listrik) itu bisa. Akan tetapi, dunia electric vehicle itu baru saja berkembang. Kami masih menunggu momentum yang tepat,” ujarnya, Senin (17/7/2023), di Jakarta.
Blue Bird menargetkan jumlah mobil listrik dapat mencapai 500 unit dan dilakukan secara bertahap. Kendala utama pengadaan mobil listrik, kata Adrianto, terletak pada nilai investasi awal. Jumlah investasi yang perlu dikeluarkan masih belum seimbang dengan reliabilitas produk yang didapat.
Tampaknya belum banyak penumpang yang peduli (penggunaan taksi dengan mobil listrik). Wacana itu tergolong elitis dan tak terlalu berpengaruh. Penumpang seperti saya, misalnya, lebih mencari harga dan kecepatan sampai ke tujuan.
Oleh karena itu, langkah seperti kerja sama dengan beberapa pihak terkait pembangunan stasiun pengisian daya bisa menekan nilai investasi yang dibutuhkan. Selain itu, diversifikasi produk mobil listrik juga diharapkan. Hal ini mengingat mobil listrik operasional Blue Bird berasal dari jenama yang berbeda di antaranya Hyundai, BYD, dan Tesla.
”Jumlah mobil listrik akan terus ditambah, setidaknya mencapai satu atau dua persen dari total armada. Persebarannya juga akan ditingkatkan sehingga tak hanya di Jakarta dan Bali,” kata Adrianto.
Total belanja modal untuk pengadaan mobil operasional Blue Bird pada 2023 berjumlah Rp 2 triliun. Sekitar 90 persen di antaranya digunakan untuk peremajaan dan pengadaan kendaraan operasional. Sementara itu, sebesar Rp 32,5 miliar akan dialokasikan untuk pengadaan mobil listrik.
Di sisi lain, tutur Adrianto, mobil listrik mendapatkan tempat tersendiri bagi pelanggan. Ada sejumlah pelanggan yang senang apabila kendaraan yang digunakannya tidak menyumbang emisi. Namun, jumlah itu tak terlalu signifikan.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, saat dihubungi terpisah, berpendapat, belum banyak pelanggan peduli dengan jenis kendaraan yang ditumpanginya. Mereka cenderung mengutamakan kenyamanan dan waktu tempuh hingga mencapai tujuan.
”Tampaknya belum banyak penumpang yang peduli (penggunaan taksi dengan mobil listrik). Wacana itu tergolong elitis dan tak terlalu berpengaruh. Penumpang seperti saya, misalnya, lebih mencari harga dan kecepatan sampai ke tujuan,” ungkapnya.
Hal tersebut, jelas Huda, juga berlaku baik bagi layanan taksi konvensional maupun daring. Sebab, pola bisnis layanan antar-jemput saat ini lebih berfokus pada keterjangkauan harga dan kecepatan sampai ke tujuan.
Menurut Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro, sektor transportasi darat akan membaik mulai tahun ini. Hal ini mengingat konektivitas dalam dan antarkota sudah bertambah. Selain itu, perubahan status pandemi Covid-19 menjadi endemi juga meningkatkan mobilitas masyarakat.
”Harga bahan bakar juga tidak akan mengalami peningkatan, setidaknya sampai tahun politik usai. Salah satu faktor yang perlu bagi moda taksi adalah kompetisi harga dengan moda transportasi lainnya,” terangnya.
Saat ini, masyarakat cenderung sensitif untuk mengurangi kebutuhan belanja rumah tangga. Karena itu, sektor transportasi yang lebih murah akan menjadi pilihan.
Senada dengan Andry, Adrianto juga memandang sektor transportasi darat mulai pulih kembali seperti sebelum pandemi. Walakin, moda transportasi taksi masih belum pulih sepenuhnya.
Adrianto yang juga Ketua Umum Organisasi Angkutan Darat (Organda) menambahkan, jumlah taksi yang beroperasi di Indonesia tahun 2014 mencapai 60.000 unit. Jumlah itu menyusut drastis akibat serbuan taksi daring yang dipicu oleh disrupsi digital dan masa pandemi.
”Dampak pandemi Covid-19 masih terasa, saat ini prosesnya masih recovery. Sejumlah rencana ekspansi juga belum bisa dilakukan tahun 2023,” katanya.
Blue Bird berencana memperluas wilayah operasional di Pulau Sumatera, Kalimantan dan sejumlah daerah yang belum terjangkau di Jawa. Adapun ekspansi yang dimaksud, yakni perluasan layanan antarjemput, bus shuttle, hingga kendaraan rental. Pada saat bersamaan, Blue Bird juga terus melakukan pembaruan fitur pada aplikasi digital MyBlueBird.