Menjawab Tantangan Industri Properti
Pengembang menghadapi tantangan industri properti yang tidak mudah. Pengembang diharapkan meningkatkan sinergi agar ekosistem industri properti lebih kondusif.
Asosiasi pengembang real estat terbesar di Indonesia, Real Estat Indonesia (REI), memasuki masa suksesi kepemimpinan. Sejumlah tantangan industri properti perlu dijawab agar industri yang memiliki kaitan dengan 175 industri lainnya ini bisa melaju kencang.
Industri properti di Indonesia berperan strategis dalam menumbuhkan perekonomian nasional. Hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memperlihatkan sektor properti, real estat, dan konstruksi bangunan selama periode 2018-2022 berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar Rp 2.349 triliun-Rp 2.865 triliun per tahun atau setara dengan 14,63 persen-16,3 persen terhadap total PDB.
Industri properti juga memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) mencapai 31,9 persen. Selain itu, sektor properti tercatat memiliki keterkaitan dengan 175 sektor industri lain, mulai dari bahan bangunan hingga aksesori rumah. Total penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung di sektor properti mencapai 15 juta-17 juta orang.
Calon Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI 2023-2026, Joko Suranto, menuturkan, meski industri properti memiliki peran strategis terhadap perekonomian nasional, sejumlah kendala masih dihadapi pengembang, antara lain kebijakan yang kontraproduktif dan kurang berpihak kepada pengembang. Hambatan regulasi, di antaranya perizinan bangunan gedung (PBG) yang memakan waktu lebih lama dan ketentuan lahan sawah dilindungi (LSD) yang cenderung memberatkan dan tumpang tindih dengan program perumahan.
Di sisi lain, struktur pembiayaan properti masih cenderung tidak ideal. Sebanyak 75 persen pengembang mengakses kredit perbankan dengan suku bunga lebih dari 10 persen sehingga memunculkan biaya tinggi. Keluhan banyak muncul dari pengembang terkait dengan pembiayaan oleh perbankan.
”Industri ini sudah memberikan (kontribusi) banyak, tetapi masih banyak kendala yang harus diselesaikan,” ujar Joko dalam Sosialisasi Calon Ketua Umum DPP REI 2023-2026 di Kuta, Bali, pekan lalu.
Dari 6.200 pengembang anggota REI, sebanyak 80 persen pengembang menggarap rumah sederhana bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sementara itu, anggota REI yang melantai di bursa berjumlah 52 developer dengan kapitalisasi pasar mencapai hampir 33 persen atau setara Rp 800 triliun.
Joko, yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI Jawa Barat, mengakui masih ada ketimpangan dalam hal keahlian dan pengetahuan di antara ribuan anggota REI. Oleh karena itu, sinergi pengembang besar dan kecil diperlukan untuk bisa saling menumbuhkan.
Salah satu program kerja REI yang diusung dalam tiga tahun mendatang adalah peningkatan akses ke lembaga keuangan dan alternatif pembiayaan. ”Banyak pengembang mengeluh (pembiayaan) dari salah satu bank. Ada tiga opsi yang bisa dilakukan menyikapi itu, yakni ikuti ketentuan kredit perbankan, memperjuangkan relaksasi pembiayaan, atau mencari peluang ke lembaga pembiayaan yang lain,” kata Joko yang juga CEO dan Founder Buana Kassiti Group.
Baca juga: Sektor Properti Topang Perekonomian
Perlu Fokus
REI perlu memiliki Badan Kajian Strategis sebagai tangki pemikiran pengembang dalam menyikapi kendala dan merumuskan usulan kebijakan bagi pemerintah. Iklim kondusif dan dukungan kebijakan diperlukan guna mempercepat pertumbuhan properti.
Joko menambahkan, industri properti menyangkut banyak sektor yang terkait dengan regulasi lintas sektor sehingga dibutuhkan kementerian yang fokus menangani perumahan dan pengembangan kawasan. Pihaknya berkomitmen, REI memperjuangkan terbentuknya kembali kementerian khusus di bidang perumahan dan pengembangan kawasan.
Suksesi kepemimpinan REI melalui musyawarah nasional dijadwalkan berlangsung pada 8 Agustus 2023. Hasil penjaringan calon Ketua Umum DPP REI 2023-2026 mengerucut hanya pada satu kandidat.
Ketua Tim Penjaringan Calon Ketua Umum DPP REI 2023-2026 Hervian Tahier berseloroh, penjaringan kali ini tidak berhasil. Seharusnya, penjaringan mampu menjaring calon ketua umum sebanyak-banyaknya. Namun, meski hanya satu orang yang terjaring menjadi calon tunggal, calon itu diklaim telah didukung oleh 34 DPD REI dan akan disahkan dalam Munas REI.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (DPP REI) 2019-2023 Paulus Totok Lusida berpendapat, pencalonan tunggal Ketua Umum DPP REI diharapkan mendorong asosiasi semakin solid, dan tidak ada lagi gap atau kubu-kubu internal. ”REI yang sudah solid ini (diharapkan) tidak ada gap lagi,” ujar Totok.
Networking
Baca juga: Minat Pasar Perumahan 2023 Diprediksi Melaju
Ekosistem Properti
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, saat dihubungi, Senin (10/7/2023), mengungkapkan hal senada. Tantangan industri properti masih sangat besar, antara lain ditandai dengan persoalan kekurangan rumah di Indonesia dan masalah kelembagaan. Sejumlah pekerjaan rumah masih harus diselesaikan, antara lain optimalisasi bank tanah, badan perumahan, perpajakan, hingga kepemilikan asing untuk properti.
Kinerja Badan Bank Tanah dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat dinilai belum sinergis dan produktif untuk mengatasi laju kekurangan rumah di Indonesia. Peruntukan bank tanah juga masih terkonsentrasi untuk infrastruktur, dan bukan untuk perumahan rakyat.
”REI harus bisa menggandeng semua pihak dan menjadikan ekosistem properti lebih kuat,” ujar Ali.
Ketua Umum DPP REI periode 2016-2019 Soelaeman Soemawinata berpendapat, pemerintah perlu terus berkomitmen untuk pengadaan bank tanah bagi infrastruktur negara, perumahan, ataupun komersial.
”Pengelolaan bank tanah perlu membuka peluang swasta masuk dengan harga tanah dan marjin yang terukur sehingga memberikan multiefek bagi industri properti dan (rumah) terjangkau masyarakat,” kata Soelaeman.
Ia menambahkan, ada tiga kebijakan terkini pemerintah yang merupakan bentuk kontribusi kepemimpinan REI periode 2019-2023. Ketentuan itu ialah kenaikan harga rumah subsidi, setelah tiga tahun lebih tidak ada penyesuaian. Harga rumah subsidi pada 2023, yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dipatok naik 6,8 persen-7,7 persen secara tahunan, menurut zonasi, dan pada tahun 2024 ditetapkan naik di kisaran 2,2 persen-2,9 persen.
Kedua, pembentukan ”Help Desk” perizinan guna mempercepat penyelesaian hambatan sektor properti yang terkait dengan penerapan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (OSS).
Ketiga, ketentuan kepemilikan properti bagi warga negara asing. Kepemilikan properti bagi warga asing itu diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ATR/Kepala BPN Nomor 1241/SK-HK.02/IX/2022 tentang Perolehan dan Harga Rumah Tempat Tinggal/Hunian untuk Orang Asing. Guna penerapan ketentuan itu, REI telah menyusun Buku Panduan Kepemilikan Properti untuk Warga Negara Asing (WNA) yang, menurut rencana, dirilis di Batam, sebagai kawasan percontohan.
Batasan harga rumah tunggal yang dimiliki warga asing di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Bali ditetapkan minimal Rp 5 miliar, sedangkan di Nusa Tenggara Barat (NTB) Rp 3 miliar. Rumah tinggal untuk warga asing di Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Kepulauan Riau minimal Rp 2 miliar. Selain itu, daerah/provinsi lainnya Rp 1 miliar.
Sementara itu, batasan harga minimal rumah susun bagi warga asing di DKI Jakarta Rp 3 miliar, sedangkan Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan DI Yogyakarta Rp 2 miliar. Adapun daerah/provinsi lainnya Rp 1 miliar per unit.
Terkait dengan batasan harga rumah untuk warga asing yang dinilai cenderung rendah, Soelaeman menilai, penetapan harga minimal rumah untuk warga asing diharapkan mendorong geliat investasi dan ekosistem industri properti. ”Akan tetapi, penetapan harga perlu juga disesuaikan lagi dalam beberapa waktu ke depan agar tidak bersinggungan dengan upaya pemenuhan rumah bagi warga lokal. Kekurangan rumah di Indonesia masih besar,” kata Soelaeman.