Realisasi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan Capai Rp 11,6 Triliun
Penyerapan rumah bersubsidi terus meningkat. Realisasi bantuan pembiayaan rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah melalui FLPP telah mencapai 103.749 rumah.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi bantuan pembiayaan rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP hingga 7 Juli 2023 tercatat 103.749 unit. Penyerapan FLPP itu sekitar 47,15 persen dari target FLPP tahun ini sebesar 220.000 unit senilai Rp 25,18 triliun.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kementerian Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna mengemukakan, total anggaran FLPP yang terserap per 7 Juli 2023 yakni Rp 11,6 triliun untuk realisasi 103.749 rumah bersubsidi.
Selain FLPP, pemerintah juga menggulirkan tiga skema bantuan pembiayaan perumahan pada 2023. Skema itu meliputi subsidi suku bunga (SSB), subsidi bantuan uang muka rumah (SBUM), dan tabungan perumahan rakyat. Per 7 Juli 2023, realisasi subsidi selisih bunga tercatat 749.571 unit senilai Rp 1,41 triliun atau 99,41 persen dari target penyaluran 754.004 unit senilai Rp 3,46 triliun.
”Subsidi selisih bunga ini hanya untuk pembayaran penerbitan KPR bersubsidi tahun-tahun sebelumnya. Jadi, untuk produk (SSB) tidak bertambah,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat Komisi V DPR dengan Kementerian PUPR, secara hibrida, di Jakarta, Senin (10/7/2023).
Rumah bersubsidi FLPP diperuntukkan bagi msyarakat berpenghasilan rendah dengan batas penghasilan maksimal Rp 8 juta-Rp 10 juta, menurut zonasi. Adapun pemerintah telah menaikkan harga patokan rumah bersubsidi lewat FLPP untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Harga patokan baru rumah bersubsidi tahun 2023 mengalami kenaikan berkisar 6,8-7,7 persen dibandingkan dengan 2022 dan pada 2024 ditetapkan naik di kisaran 2,2-2,9 persen menurut zonasi.
Sementara itu, realisasi subsidi bantuan uang muka per 7 Juli 2023 tercatat 93.701 unit senilai Rp 380 miliar atau 42,59 persen dari target 220.000 unit senilai Rp 890 miliar. Adapun realisasi penyerapan Tabungan Perumahan Rakyat tercatat 2.624 unit senilai Rp 390 miliar atau 21,73 persen dari target 12.072 unit senilai Rp 1,05 triliun.
Total serapan anggaran dari empat skema bantuan pembiayaan perumahan per 7 Juli 2023 tercatat 106.373 unit senilai Rp 13,78 triliun atau 45,83 persen dari target 232.072 unit senilai Rp 30,58 triliun pada tahun ini.
Herry menambahkan, pada 2024, pemerintah menganggarkan bantuan pembiayaan perumahan berupa FLPP sejumlah 220.000 unit senilai Rp 25,8 triliun. Jumlah alokasi bantuan rumah bersubsidi itu masih sama jika dibandingkan dengan tahun ini, yakni 220.000 unit.
Sementara itu, SBUM ditargetkan 227.251 unit senilai Rp 920 miliar atau naik 3,29 persen dibandingkan dengan 2023 sejumlah 220.000 unit. SSB ditargetkan 751.735 unit senilai Rp 4,61 triliun. Alokasi SSB itu turun 0,3 persen ketimbang tahun ini 754.004 unit. Adapun Tabungan Perumahan Rakyat ditargetkan 7.251 unit atau menurun 66 persen dibandingkan dengan target tahun ini 12.072 unit.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengemukakan, kenaikan harga patokan rumah bersubsidi sekitar 7 persen mendorong pengembang kembali bergairah setelah sebelumnya menunda pasokan karena menunggu penyesuaian harga rumah bersubsidi.
Sebelumnya, hingga triwulan I (Januari-Maret) tahun 2023, penyaluran kredit pemilikan rumah bersubsidi melalui FLPP 46.233 unit. Ini setara dengan 21 persen dari target FLPP sebanyak 220.000 unit tahun ini senilai Rp 25,18 triliun.
Menurut Daniel, sejalan dengan harga tanah yang semakin mahal, ada kecenderungan proyek pembangunan rumah bersubsidi semakin lama akan semakin ke pinggiran kota. ”Semakin lama konsumen menunda membeli rumah bersubsidi, maka lokasi rumah berpotensi semakin ke pinggiran,” kata Daniel.