Pembangunan Rumah Subsidi yang Berkualitas Hadapi Tantangan
Pembangunan rumah subsidi yang berkualitas dan layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah terhadang tingginya biaya produksi. Diperlukan upaya keberpihakan terhadap pengendalian harga lahan yang memberatkan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemerintah mendorong kualitas pembangunan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih menghadapi tantangan. Harga rumah subsidi yang dipatok pemerintah kerap terbentur dengan kenaikan harga lahan yang sulit terkendali. Akibatnya, kualitas hunian tergerus.
Terhitung mulai Juli 2021, pemerintah berencana menerapkan aplikasi Sistem Pemantauan Konstruksi atau SiPetruk sebagai bentuk pengawasan pembangunan rumah subsidi. Pemerintah telah meminta 21 asosiasi pengembang perumahan dan bank penyalur pembiayaan perumahan berkomitmen dalam penyediaan rumah bersubsidi yang berkualitas sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen.
Ketua Umum Lembaga Pengkajian bidang Perumahan, Permukiman dan Pembangunan Perkotaan (The HUD Institute) Zulfi Syarif Koto mengemukakan, tujuan pemerintah mendorong pembangunan rumah bersubsidi yang berkualitas dan layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan tujuan mulia, pembangunan rumah bersubsidi tidak lagi terkesan murahan. Meski demikian, ada beberapa persoalan mendasar dalam penyediaan rumah bersubsidi layak huni yang harga jualnya dipatok pemerintah.
Persoalan itu meliputi komponen biaya produksi yang terus naik setiap tahun. Peningkatan biaya perumahan itu dipicu kenaikan harga lahan yang masih sulit terkendali, biaya perizinan yang masih diwarnai birokrasi rente, dan kenaikan harga bahan bangunan. Hingga kini, pemerintah dinilai tidak mampu mengendalikan harga tanah yang diperuntukkan bagi permukiman masyarakat berpenghasilan rendah sehingga memicu biaya tinggi.
Sementara itu, pemerintah telah mematok harga rumah bersubsidi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengendalikan harga tanah dan mengatasi birokrasi rente perizinan untuk menekan biaya produksi sehingga penyediaan rumah bersubsidi yang berkualitas tidak terhambat.
”Rumah subsidi yang berkualitas mutlak diterapkan. Akan tetapi, rantai pasok harus juga dikendalikan pemerintah untuk menghasilkan produk rumah dan dan fasilitas lingkungan yang berkualitas,” kata Zulfi, saat dihubungi, Kamis (20/5/2021).
Berdasarkan data Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), patokan harga patokan rumah bersubsidi yang memperoleh fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) berkisar Rp 150,5 juta-Rp 219 juta per unit berdasarkan zonasi. Untuk zona Jabodetabek, harga rumah FLPP dipatok Rp 168 juta per unit. Adapun untuk zona Papua, harga patokan rumah FLPP Rp 219 juta per unit.
Zulfi menilai, terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah belum optimal mengurai permasalahan ketersediaan lahan perumahan yang terjangkau. Substansi PP tersebut dinilai belum signifikan mendorong peruntukan lahan bagi perumahan masyarakat berpenghasilan rendah.
Rantai pasok harus juga dikendalikan pemerintah untuk menghasilkan produk rumah dan dan fasilitas lingkungan yang berkualitas.
Secara terpisah, Direktur Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Arief Sabaruddin mengemukakan, penerapan aplikasi SiPetruk bertujuan membenahi tata kelola agar pembangunan rumah bersubsidi sesuai standar konstruksi. Pembangunan rumah bersubsidi dinilai tidak harus membebani biaya produksi.
Aspek utama yang mutlak dipenuhi untuk pembangunan rumah yang berkualitas mencakup empat aspek, yakni aspek teknis bangunan, sanitasi atau kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Dicontohkan, aspek kesehatan mencakup pemilihan bahan bangunan yang aman dan tidak mengandung timbal. Kerap terjadi, persepsi kualitas terkecoh oleh tampilan bangunan. Padahal, tampilan bangunan tidak harus diprioritaskan.
”Ada rumah yang (tampilan) mulus, tetapi konstruksi tidak sesuai standar. Padahal, struktur salah, maka bangunan harus dibongkar karena membahayakan. Aspek utama harus terpenuhi dulu agar kualitas bisa lebih terjamin,” kata Arief.
Saat ini pihaknya sedang melakukan pelatihan terhadap 3.000 peserta manajemen konstruksi perusahaan pengembang untuk bersiap menerapkan aplikasi SiPetruk. Evaluasi dan pendampingan akan terus dilakukan terhadap sistem pengawasan bangunan tersebut.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengemukakan, pemerintah terus meningkatkan anggaran subsidi perumahan setiap tahun untuk mempercepat pembangunan dan penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, serta menggerakkan lebih banyak komponen industri perumahan.
Akan tetapi, kerap muncul persepsi bahwa rumah bersubsidi tidak berkualitas. Persepsi negatif itu harus dihilangkan dengan jaminan atas pembangunan rumah bersubsidi yang layak huni.
”Saya berharap persepsi rumah bersubsidi merupakan rumah murahan dan bukan rumah yang berkualitas dihilangkan. Rumah subsidi harus menjadi rumah yang berkualitas dan layak huni, baik kualitas konstruksi maupun kualitas lingkungannya,” kata Basuki, dalam pencanangan Gerakan Bangun Rumah Subsidi Berkualitas (Kompas, 19/5/2021).