Perumahan berkualitas bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak bisa ditawar. Pemerintah mensyaratkan pengembang rumah bersubsidi untuk membangun rumah yang berkualitas lewat sistem pemantauan berbasis digital.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mewajibkan pengembang rumah bersubsidi membangun hunian yang berkualitas dan layak huni. Selama ini, rumah bersubsidi terkesan kurang layak huni. Lewat peluncuran aplikasi Sistem Pemantauan Konstruksi atau SiPetruk, pembangunan rumah subsidi akan dipantau.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengemukakan, program penyediaan perumahan di Indonesia merupakan prioritas pemerintah. Anggaran pemerintah untuk subsidi perumahan setiap tahun terus ditingkatkan untuk mempercepat pembangunan dan penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta menggerakkan lebih banyak komponen industri perumahan.
Akan tetapi, kerap muncul persepsi bahwa rumah bersubsidi tidak berkualitas. Persepsi negatif itu harus dihilangkan dengan jaminan atas pembangunan rumah bersubsidi yang layak huni. Pihaknya meminta pengembang dan bank penyalur pembiayaan perumahan berkomitmen dalam penyediaan rumah bersubsidi yang berkualitas sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen. Peran perbankan dinilai perlu untuk memastikan calon lokasi rumah pengembang dan rekam jejak pengembang sebelum melaksanakan proses akad kredit.
”Saya berharap persepsi rumah bersubsidi merupakan rumah murahan dan bukan rumah yang berkualitas dihilangkan. Rumah subsidi harus menjadi rumah yang berkualitas dan layak huni, baik kualitas konstruksi maupun kualitas lingkungannya,” kata Basuki dalam pelatihan 3.000 peserta manajemen konstruksi se-Indonesia, serta pencanangan Gerakan Bangun Rumah Subsidi Berkualitas, di Jakarta, Selasa (18/5/2021). Pelatihan itu juga diikuti penandatanganan komitmen pembangunan rumah bersubsidi berkualitas oleh 21 asosiasi pengembang perumahan di Indonesia.
Bulan Juli 2021, pemerintah berencana menerapkan aplikasi SiPetruk. Data yang telah dihimpun SiPetruk terkoneksi dengan aplikasi sistem informasi kumpulan pengembang (SiKumbang). Aplikasi SiKumbang akan terhubung dengan sistem informasi kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi untuk dipilih masyarakat.
Di sisi lain, Basuki menilai pengembang merupakan mitra untuk pemerataan pengadaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) diharapkan tidak mempersulit pengucuran fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk proyek perumahan bersubsidi yang telah memenuhi standar kualitas.
Tahun ini, pemerintah mengalokasikan bantuan pembiayaan perumahan untuk 222.876 unit bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Bantuan itu terdiri atas empat program, yakni FLPP sebesar Rp 16,6 triliun untuk 157.500 unit disertai dengan subsidi bantuan uang muka senilai Rp 630 miliar dan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) senilai Rp 1,6 triliun untuk 39.996 unit. Adapun Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dari dana masyarakat senilai Rp 2,8 triliun untuk 25.380 unit.
Alokasi bantuan itu meningkat dibandingkan tahun 2020 dengan realisasi bantuan pembiayaan perumahan melalui FLPP senilai Rp 11,23 triliun untuk 109.253 unit, subsidi selisih bunga Rp 118,4 miliar untuk 90.362 unit, subsidi bantuan uang muka senilai Rp 526,37 miliar untuk 130.184 unit, dan BP2BT sebesar Rp 53,86 miliar untuk 1.357 unit.
Direktur Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Arief Sabaruddin mengemukakan, kualitas rumah subsidi tidak bisa ditawar. Pembangunan rumah bersubsidi akan terus dikawal dengan pelatihan dan sistem pengawasan berbasis digital melalui aplikasi SiPetruk.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi)Daniel Jumali mengatakan, pihaknya mendukung pembangunan rumah bersubsidi yang berkualitas. Tak dimungkiri, masih ada pengembang nakal yang membangun rumah tidak layak huni sehingga merugikan konsumen. Namun, pengembang yang terbukti nakal umumnya telah diberi sanksi dengan pencabutan registrasi pengembang.
Ia menilai masa sosialisasi aplikasi pemantauan SiPetruk sangat singkat. Padahal, jumlah pengembang perumahan yang tersebar di seluruh Indonesia saat ini 12.000 perusahaan. Pihaknya khawatir penerapan aplikasi sistem pemantauan mulai Juli 2021 tidak bisa optimal jika sosialisasi sistem itu belum merata ke seluruh wilayah.
Saat ini, pengembang telah tersambung dengan aplikasi sistem informasi kumpulan pengembang (SiKumbang), sistem registrasi pengembang, dan persyaratan akad.
”Kami berharap PPDPP dan perbankan juga tidak mempersulit pengembang untuk menyediakan rumah bersubsidi berkualitas bagi konsumen masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Daniel.