Aplikasi Buatan Perusahaan Global Dianggap Lebih Dominan
Porsi aplikasi buatan perusahaan global diyakini oleh pemerintah lebih mendominasi pasar Indonesia. Pemerintah memilih mengupayakan kebijakan yang setara antara aplikasi lokal dan global.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mendorong aplikasi lokal bisa berdaya saing, terutama di pasar dalam negeri. Sejauh ini, aplikasi buatan perusahaan global dianggap masih mendominasi.
”Pemerintah mengejar ekonomi digital menjadi salah satu sektor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Potensi sektor ini besar dan aplikasi-aplikasi lokal diharapkan bisa bersaing dengan (aplikasi) buatan perusahaan global,” ujar Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo saat membuka acara Digiland 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (8/7/2023).
Menurut Kartika, tantangan terbesarnya adalah bagaimana Indonesia bisa mulai menciptakan aplikasi lokal dengan kualitas dan scope memadai. Sebab, aplikasi global cukup mendominasi di Indonesia.
Digiland 2023 merupakan kegiatan konferensi dan pameran produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang diselenggarakan oleh PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom untuk memperingati hari jadinya yang ke-58.
Menurut dia, agar aplikasi buatan perusahaan dalam negeri bisa berdaya saing, mutu sumber daya manusia perlu ditingkatkan. Pemerintah sebenarnya telah mendorong agar antar institusi pendidikan berkolaborasi dengan sektor industri, baik swasta maupun BUMN, untuk meningkatkan kompetensi talenta di bidang ekonomi digital.
Beberapa negara yang menghadapi situasi serupa dengan Indonesia, yakni didominasi oleh aplikasi dari perusahaan global, menerapkan regulasi berbeda-beda. Di China, misalnya, pemerintahnya cenderung bersikap ekstrem dengan menutup pasar aplikasi global. Sementara di kawasan Eropa, pemerintah cenderung membebankan aneka pungutan pajak.
Pemerintah Indonesia, kata Kartika, memilih untuk bersikap imbang. Pemerintah tidak menutup pasar aplikasi buatan perusahaan global, tetapi lebih memilih untuk berupaya menciptakan regulasi yang setara.
”Kami mendorong agar aplikasi lokal bisa menjadi tuan rumah di pasar dalam negeri. Kami akan segera meluncurkan Merah Putih Fund, kumpulan modal ventura korporat milik BUMN, sebagai bagian mendukung aplikasi lokal berdaya saing sampai ke tingkat pasar internasional,” katanya.
Putaran pendanaan yang akan dikucurkan melalui Merah Putih Fund diharapkan mampu mengakselerasi usaha-usaha rintisan menjadi unicorn.
Menurut Kartika, beberapa perusahaan rintisan bidang teknologi (start up) lokal sebenarnya punya ruang untuk segera menjadi start up bervaluasi satu miliar dollar AS atau unicorn. Dia berharap, putaran pendanaan yang akan dikucurkan melalui Merah Putih Fund mampu mengakselerasi mereka menjadi unicorn. ”Paling tidak, Indonesia bisa memiliki 20-30 unicorn start up,” ujarnya.
Dia menambahkan, secara internasional, fenomenatech winter, kondisi kenaikan biaya modal yang memaksa investor memperketat seleksi investasi guna menekan risiko dan memaksimalkan pengembalian, masih akan berlanjut pada tahun 2023. Fenomena ini harus dilihat sebagai momen penting bagi start up untuk mengubah arah bisnis (pivot) menjadi lebih berkelanjutan. Peluncuran Merah Putih Fund diharapkan bisa membantu start up ke arah sana.
Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah mengatakan, Telkom telah memiliki MDI Ventures dengan lima pendanaan yang dikelola dari eksternal investor dan Grup Telkom. MDI Ventures kini mendukung lebih dari 80 start up lokal dan global yang memiliki beragam latar belakang sektor industri.
”Kami mau mengejar penguatan semua lini bisnis infrastruktur telekomunikasi yang kami miliki guna mendukung ekosistem industri digital di Tanah Air. Tingkat keterjangkauan layanan 4G sudah 98 persen dan 5G masih di kota-kota tertentu. Konsolidasi seluruh pusat data yang kami punyai ditargetkan selesai akhir 2023,” ujarnya.
Selain itu, memasuki usia 58 tahun beroperasi di Indonesia, Telkom ingin semakin fokus berbisnis untuk segmen bisnis ke bisnis. Beberapa solusi digital services telah diciptakan, baik oleh internal maupun akan berkolaborasi dengan start up lokal.
Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Yeta Purnama, saat dihubungi terpisah, berpendapat, pemerintah perlu mendorong BUMN terlibat dalam Merah Putih Fund karena dua alasan. Alasan pertama yaitu menyelamatkan pelemahan industri digital, yang salah satunya disebabkan oleh banyak start up salah strategi dan tidak tumbuh berkelanjutan. Alasan kedua yaitu sudah saatnya ada keberpihakan negara terhadap start up lokal.
”Tantangannya bagi Merah Putih Fund adalah menyaring start up lokal mana yang punya peluang besar bisa tumbuh berkelanjutan. Dengan kata lain, dana investasi dari masing-masing modal ventura korporat (corporate venture capital/CVC) BUMN harus direalisasikan sesuai dengan semestinya untuk memberikan nilai tambah ekonomi bagi Indonesia, terutama di dari sektor ekonomi digital,” ujar Yeta.