Merah Putih Fund Diharapkan Penuhi Kebutuhan Pendanaan Tahap Lanjutan
Sejak tahun 2016, Indonesia dinilai sudah terlihat kekurangan investor untuk putaran pendanaan lanjutan atau ”later-stage investors”. Perusahaan rintisan sering kali harus mencari pendanaan ke luar negeri.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencanangan kumpulan modal ventura korporat milik badan usaha milik negara, yaitu Merah Putih Fund, telah masuk tahap finalisasi. Pembentukannya diharapkan bisa mengisi kesenjangan putaran pendanaan tahap awal dan lanjutan bagi ekosistem usaha rintisan bidang teknologi di dalam negeri.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Mandiri Capital Indonesia yang juga merupakan Fund Manager Merah Putih Fund Dennis Pratistha, saat ditemui di Jakarta, Selasa (4/7/2023), mengatakan, ide pembentukan Merah Putih Fund lahir sejak dua tahun lalu. Dia optimistis Merah Putih Fund bisa segera resmi diluncurkan dalam waktu dekat.
Sejauh ini sudah terdapat lima modal ventura korporat (corporate venture capital/CVC) milik badan usaha milik negara (BUMN) yang bergabung dalam Merah Putih Fund, yaitu MDI Ventures (Telkom), Telkomsel Mitra Inovasi (Telkomsel), BNI Ventures (BNI), BRI Ventures (BRI), dan Mandiri Capital Indonesia (Bank Mandiri). Kelimanya telah menyediakan dana sebesar 300 juta dollar AS agar dapat berinvestasi ke putaran pendanaan tahap lanjutan (later-stage investment). Merah Putih Fund telah mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 18 Juli 2022.
”Selama kurun waktu 2008–2009 bisa dikatakan sebagai tahun-tahun awal perusahaan rintisan bidang teknologi muncul di Indonesia. Kemudian, masuk tahun 2014 ke atas, usaha rintisan bidang teknologi tumbuh sangat signifikan. Bisnis modelnya semakin matang dan masyarakat Indonesia sudah semakin terbiasa dengan teknologi digital,” ujar Dennis ketika ditanya mengapa Merah Putih Fund baru hadir saat ini.
Perusahaan rintisan bidang teknologi dalam negeri yang semula cenderung banyak bermain di segmen konsumer, kini mulai merambah ke segmen bisnis ke bisnis.
Menurut dia, perusahaan rintisan bidang teknologi dalam negeri yang semula cenderung banyak bermain di segmen konsumer, kini mulai merambah ke segmen bisnis ke bisnis (B2B). Selain itu, meski sejumlah negara mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, perusahaan-perusahaan justru berupaya bertransformasi ke arah digital. Sejumlah perusahaan teknologi atau perusahaan rintisan bidang teknologi sedang melakukan evaluasi ulang bisnisnya agar tumbuh sehat. Ini berarti peluang besar bagi perusahaan modal ventura, termasuk Merah Putih Fund. Proses inkubasi atau akselerasi bisnis akan dilakukan bersama pemangku kepentingan lain.
”Ketika ada BUMN lain mau terlibat, mereka akan tetap berperan sebagai investor. Kalaupun tidak ikut bergabung, mereka bisa tetap berkolaborasi dengan perusahaan rintisan bidang teknologi yang menjadi portofolio Merah Putih Fund atau perusahaan modal ventura korporat milik BUMN lain,” imbuhnya.
Vice Chairman Asosiasi Modal Ventura dan Start Up Indonesia (AMVESINDO) Rama Mamuaya, saat dihubungi terpisah, di Jakarta, mengatakan, sejak tahun 2016–2017 sudah terlihat bahwa Indonesia kekurangan investor untuk putaran pendanaan lanjutan (later-stage investors). Indonesia memiliki banyak investor tahap awal (early stage investors), mulai dari angel network, pre-seed, seed, hingga seri A.
”Namun, ketika perusahaan rintisan bidang teknologi sudah membutuhkan investasi tahap lanjutan, mereka harus mencari pendanaan ke luar negeri. Jumlah later-stage investors di Indonesia tidak banyak,” ujarnya.
Keberadaan Merah Putih Fund sebenarnya hanya sebagai manajemen dan koordinasi untuk perusahaan modal ventura korporat para BUMN.
Keberadaan Merah Putih Fund sebenarnya hanya sebagai manajemen dan koordinasi untuk perusahaan modal ventura korporat para BUMN. Rama yang juga sebagai partner di DS/X Ventures menilainya sebagai hal yang positif dan bisa dibilang lebih berdampak kepada ekosistem usaha rintisan bidang teknologi digital.
Co-Founder dan CEO Dagangan, Ryan Manafe, menyampaikan pandangan senada. Usaha rintisan bidang teknologi cenderung mencari putaran pendanaan dari luar negeri karena di dalam negeri cenderung lebih banyak putaran pendanaan tahap awal.
Berdasarkan pengalamannya, perusahaan modal ventura yang dimiliki suatu korporat biasanya juga berperan sebagai mitra strategis. Sebab, solusi teknologi yang dikembangkan oleh perusahaan rintisan yang dapat suntikan pendanaan biasanya juga dapat dimanfaatkan oleh korporasi bersangkutan.
Chief Strategy Consultant Arrbey Consulting Handito Joewono berpendapat, dana yang dialokasikan oleh setiap korporasi untuk pengembangan usaha rintisan relatif tidak besar. Oleh karena itu, dana tersebut lebih baik diintegrasikan.
”Pemerintah sebenarnya perlu memfasilitasi agar perusahaan rintisan bidang teknologi lokal bisa berkembang. Sejumlah negara ada yang ikut mengintervensi dan ada pula yang tidak,” kata Handito yang juga sebagai Ketua Umum Asosiasi Start Up Teknologi Indonesia.