Badan usaha milik negara di sektor tambang, MIND ID, berencana mengakuisisi 20 persen saham divestasi Vale Indonesia. Dengan demikian, MIND ID akan jadi pemegang saham pengendali guna memastikan strategi bisnis Vale.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID masih berminat menjadi pemegang saham pengendali PT Vale Indonesia Tbk. Dengan menjadi pemegang saham pengendali, badan usaha milik negara di sektor tambang itu akan memastikan kebijakan dan strategi bisnis Vale sejalan dengan kepentingan nasional.
”Kami tetap berkomitmen agar mayoritas saham INCO (Vale Indonesia) menjadi bagian dari konsolidasi di Indonesia. Kami yakin bahwa dengan menjadi pemegang saham pengendali INCO, kami dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi pembangunan industri pertambangan dan mineral di Indonesia, terutama dalam sektor nikel,” kata Kepala Divisi Relasi Institusional MIND ID Selly Adriatika dalam keterangannya, Kamis (6/7/2023).
Komitmen tersebut juga merupakan bagian dari upaya MIND ID untuk meningkatkan nilai tambah produksi nikel INCO dengan mengembangkan industri hilir nikel di Indonesia. MIND ID akan terus melakukan negosiasi dengan pemerintah dan pihak terkait untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dan mematuhi peraturan yang berlaku.
MIND ID berencana mengakuisisi sisa saham divestasi INCO sebesar 20 persen yang merupakan persyaratan bagi INCO untuk mengubah status kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus.
MIND ID telah memiliki 20 persen saham INCO sejak 2019 setelah mengakuisisi saham Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co Ltd. Namun, MIND ID memiliki keinginan lebih besar untuk menjadi pengendali atas INCO.
MIND ID berencana mengakuisisi sisa saham divestasi INCO sebesar 20 persen yang merupakan persyaratan bagi INCO untuk mengubah status kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus. Dengan demikian, MIND ID akan memiliki 40 persen saham INCO, sedangkan Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co Ltd masing-masing akan memiliki 30 persen saham INCO.
Sementara itu, analis Ryan Winipta dari CGS CIMB Sekuritas mengatakan, kinerja INCO akan sangat tergantung pada harga nikel di Bursa Metal London dan bagaimana operasionalisasi perusahaan tersebut. ”Kami juga menyesuaikan perkiraan pendapatan pada tahun 2023, 2024, dan 2025 dengan menaikkan 5 persen untuk tahun 2023, turun 2 persen pada tahun 2024, dan turun 6 persen pada tahun 2025,” kata Ryan dalam risetnya.
Penyesuaian itu dilakukan mengingat perubahan harga energi, seperti minyak dan batubara, serta realisasi harga nikel untuk triwulan I-2023. Adapun risiko yang masih mengikuti INCO adalah kejelasan tentang pembaruan izin, juga apakah harga nikel di London naik atau turun serta pergerakan naik turun harga energi.
Sepanjang triwulan I-2023, laba bersih INCO mencapai 98,1 juta dollar AS, naik 207 persen dibandingkan dengan pencapaian pada triwulan IV-2022. Sementara dibandingkan dengan triwulan I-2022, laba INCO naik 45,1 persen. Sepanjang triwulan I-2023 lalu, produksi nikel dalam matte naik 21 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Pada penutupan perdagangan Kamis (6/7/2023), harga saham INCO naik Rp 25 atau 0,4 persen menjadi Rp 6.350 per saham.
Sementara itu, calon emiten dari sektor pertambangan yang akan mencatatkan sahamnya di bursa pada Jumat (7/7/2023), yakni PT Amman Mineral International Tbk, mengalami kelebihan permintaan dalam penjatahan saham terpusat atau pooling.
Direktur Utama Mandiri Sekuritas Oki Ramadhana yang menjadi penjamin emisi menyebutkan, terjadi kelebihan pemesanan sebanyak 13,6 kali dengan jumlah investor 27.000 orang.
”Pooling size juga meningkat dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen dari seluruh jumlah saham yang ditawarkan dalam IPO (penawaran saham perdana) Amman sebagai dampak dari kelebihan permintaan ini,” kata Oki.