Penjualan Apartemen yang Tersendat Dikeluhkan
Pasar apartemen masih dihadang kelesuan. Terobosan diperlukan untuk menggerakkan kembali pasar apartemen.
KUTA, KOMPAS — Pengembang mengeluhkan tersendatnya penjualan apartemen di dalam negeri. Pasokan apartemen dinilai berlebih sehingga diperlukan terobosan untuk menggerakkan pasar apartemen.
Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta Arvin F Iskandar mengemukakan, pembangunan rumah tapak di Jakarta sudah semakin sulit karena lahan yang terbatas. Sementara itu, pembangunan apartemen dinilai terkendala pasar. Padahal, sebanyak 50 persen dari pengembang anggota REI di DKI Jakarta membangun apartemen.
Dalam 3-4 tahun terakhir, pengembang apartemen merasakan kesulitan menjual apartemen. Insentif berupa Pajak Pertambahan Nilai yang Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang digulirkan pada periode 2021-2022 sempat mendorong penjualan apartemen. Pihaknya berharap insentif sektor properti itu bisa berjalan kembali agar penjualan apartemen bisa bangkit.
”Kami pusing karena 50 persen anggota REI DKI Jakarta membangun apartemen. Bangun susah, jualan susah. Di tahun 2023, kami ingin bangkitkan penjualan apartemen ini. Kami minta insentif diperhatikan, kalau bisa (insentif) dilanjutkan,” ujar Arvin dalam Sosialisasi Calon Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia 2023-2026, Rabu (5/7/2023), di Kuta, Bali.
Pada 2021, pemerintah menggulirkan sejumlah insentif, seperti PPN DTP sebesar 100 persen untuk rumah dengan harga sampai Rp 2 miliar dan PPN DTP 50 persen untuk harga di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar.
Baca juga: Pasar Apartemen Memasuki Keseimbangan Baru
Pada 2022, insentif PPN DTP diberikan sebesar 50 persen dari PPN yang terutang atas penyerahan rumah tapak atau satuan rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar. Adapun harga rumah tapak atau rumah susun di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, insentif ditetapkan 25 persen dari PPN.
Menurut Arvin, perbankan perlu lebih memperhatikan konsumen dengan kemudahan akses kredit perbankan. Di masa pemulihan setelah pandemi, perbankan masih menjalankan prosedur seperti di masa prapandemi. Padahal, kondisi konsumen belum sepenuhnya pulih. Dicontohkan, dari pengajuan kredit pemilikan apartemen (KPA) sebesar Rp 300 miliar, yang disetujui hanya sekitar 50 persen.
Calon Ketua Umum DPP REI 2023-2026, Joko Suranto, menambahkan, saat ini terjadi guncangan pasar apartemen. Hal ini karena suplai apartemen dan perkantoran sudah berlebih, sedangkan daya beli turun. Hingga kini, hampir tidak ada solusi terhadap pasar apartemen yang lesu. Solusi tidak bisa didapatkan jika tidak ada kajian.
Ia menilai, kekosongan apartemen, antara lain, disebabkan proyek pembangunan apartemen yang berorientasi jangka pendek. Pembangunan apartemen yang sukses terjual di satu wilayah kerap diikuti oleh pembangunan apartemen-apartemen lain di sekitarnya.
”Bangun (apartemen) di satu titik, jualan dahsyat (laku keras), sudah diasumsikan sebagai tren sehingga (pengembang) berbondong-bondong membangun. Dalam titik tertentu, ekuilibrium tercapai, tetapi jangan latah membangun,” kata Joko.
Baca juga: Rumah Subsidi Salah Sasaran, Pemerintah Siapkan Sanksi
Ia menambahkan, saat ini terdapat dua problem yang perlu diantisipasi, yakni suplai berlebih apartemen dan perkantoran setelah pengembangan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Pembangunan IKN juga dinilai berpotensi menimbulkan kekosongan apartemen di DKI Jakarta. Problem lain yang perlu diantisipasi adalah optimalisasi properti dari pertumbuhan infrastruktur.
Badan kajian strategis yang akan dibentuk REI nantinya menyusun kajian untuk terobosan. Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah membangun kesamaan persepsi dengan pemerintah untuk jangka panjang. Salah satu usulan yang akan didorong REI adalah pemberian kembali insentif properti. Problem kekosongan apartemen jika digarap akan membawa potensi untuk memantik pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Properti asing
Ketua Umum DPP REI 2019-2023 Paulus Totok Lusida mengemukakan, buku panduan terkait kepemilikan properti bagi warga asing siap diluncurkan. Panduan itu sudah disepakati oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Direktorat Jenderal Imigrasi dan Pengembang. Uji coba properti untuk warga asing direncanakan dimulai di Batam, Kepulauan Riau.
Sementara itu, kepemilikan properti untuk warga asing di Bali diarahkan berupa apartemen hunian. Keterbatasan lahan di Bali membuat kepemilikan properti untuk warga asing didorong berupa apartemen dan bukan rumah tapak.
Baca juga: Harga Rumah Subsidi Naik
Menurut Totok, kepemilikan properti bagi warga asing akan mendorong nilai properti dan pasar properti di masa depan. ”Ketika nilai pasar naik, ekonomi makro dan prospek properti di masa depan bagus,” ucapnya.
Ketua DPD REI Batam Achyar Arfan mengemukakan, kemudahan pembelian properti bagi warga asing sudah memiliki landasan hukumnya. Akan tetapi, hal itu belum sepenuhnya bisa diterapkan. Di Batam, perizinan lebih ruwet karena harus seizin badan otoritas. Di sisi lain, regulasi kerap berubah-ubah. ”Harus memberi kepercayaan asing bahwa memiliki properti di Indonesia menjanjikan untuk orang asing,” katanya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, kepemilikan properti bagi warga negara asing berupa hak pakai 80 tahun, meliputi jangka waktu 30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan dapat diperbarui 30 tahun.
Dalam Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1241/SK-HK.02/IX/2022 tentang Perolehan dan Harga Rumah Tempat Tinggal/Hunian untuk Orang Asing, terdapat batasan kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian untuk orang asing. Untuk rumah tapak, rumah dengan kategori rumah mewah, yakni satu bidang tanah per orang/keluarga, dan/atau tanahnya paling luas 2.000 meter persegi. Selain itu, dapat diberikan lebih dari satu bidang tanah atau luasannya lebih dari 2.000 meter persegi dengan izin menteri.
Adapun batasan harga minimal untuk satuan rumah tunggal, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Bali minimal Rp 5 miliar. Adapun di Nusa Tenggara Barat Rp 3 miliar. Selain itu, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Kepulauan Riau Rp 2 miliar. Selain itu, daerah/provinsi lainnya Rp 1 miliar.
Sementara itu, batasan harga minimal satuan rumah susun meliputi DKI Jakarta Rp 3 miliar, sedangkan Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan DI Yogyakarta Rp 2 miliar. Sementara daerah/provinsi lainnya Rp 1 miliar.