El Nino dianggap sebagai ancaman ketahanan pangan bangsa. Sumber daya manusia sektor pertanian perlu diperkuat untuk bersiap menghadapi El Nino.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena El Nino kian menguat dan diperkirakan berdampak pada 78 persen hingga 82 persen lahan pertanian. Untuk mengantisipasinya, langkah penguatan sumber daya manusia atau SDM pada sektor pertanian perlu ditempuh. Hal itu juga perlu disesuaikan dengan kondisi geografis tiap-tiap daerah.
Hasil analisis dinamika atmosfer Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) per Dasarian III Juni 2023, El Nino akan terjadi pada semester II-2023 dengan kategori lemah hingga moderat. Selain itu, Indian Ocean Dipole (IOD) diprediksi berada pada indeks positif hingga Oktober 2023. Kedua fenomena itu cenderung mengurangi intensitas hujan di wilayah Indonesia dan bisa memicu kekeringan.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, potensi kekeringan dan penurunan intensitas hujan yang ditimbulkan El Nino berdampak pada 78-82 persen lahan pertanian di Indonesia. Berbagai langkah perlu disusun untuk mengantisipasi bahaya fenomena tersebut.
”El Nino ini mengancam ketahanan pangan bangsa. Pola pikir atau mindset untuk menghadapi El Nino perlu dibangun. Agenda intelektual perlu didorong untuk meningkatkan SDM pertanian,” ujarnya dalam forum diskusi ”Meskipun El Nino, Bisa Panen” yang diselenggarakan secara hibrida di Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/7/2023).
Dalam membangun SDM, titik temu antara ilmu sains, lapangan, dan spiritual dibutuhkan. Pendekatan tersebut akan diarahkan pada kesiapan stok dan harga pangan. Selain itu, lanjut Syahrul, pemetaan lokasi terdampak, percepatan tanam, kemampuan teknologi, penyediaan benih dan pupuk, serta pembiayaan juga perlu dilakukan.
Guru Besar IPB University Yonny Koesmaryono menuturkan, persoalan iklim seperti El Nino perlu dihadapi. Sebab, kejadian El Nino pada tahun-tahun sebelumnya terbukti menurunkan produksi sektor pertanian.
Para petani belajar dari masa lalu, tidak bisa dari masa depan. Tradisi turun-temurun kerap berbeda dengan kondisi terkini. Mereka jadi sulit membayangkan apa yang terjadi.
”Kuncinya adalah adaptasi, terutama SDM. Ketika El Nino menguat, para petani mampu beradaptasi dan mereduksi dampaknya,” ucapnya.
Ketahanan pangan nasional bergantung pada tiga faktor, yaitu alam, harga, dan diversifikasi produk. Dalam konteks ini, satu faktor dapat memengaruhi yang lain. Karena itu, para petani perlu mengetahui korelasi dan dampak El Nino terhadap sektor pertanian agar dapat bertahan.
Para petani harus didorong mengefisienkan produksi melalui pemilihan komoditas, penggunaan pupuk secara presisi, pengelolaan air, dan penentuan masa tanam.
Para petani harus didorong mengefisienkan produksi melalui pemilihan komoditas, penggunaan pupuk secara presisi, pengelolaan air, dan penentuan masa tanam. Hal ini dapat dilakukan oleh para penyuluh pertanian yang ada di lapangan dalam menyusun strateginya.
Menurut Guru Besar Purnabakti Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Yunita Winarto, perilaku menanam para petani Indonesia dipengaruhi oleh perasaan, penginderaan, dan pengalaman. Acapkali, perilaku itu berbeda dengan kondisi terkini.
”Para petani belajar dari masa lalu, tidak bisa dari masa depan. Tradisi turun-temurun kerap berbeda dengan kondisi terkini. Mereka jadi sulit membayangkan apa yang terjadi,” ujarnya.
Kolaborasi antarbidang keilmuan dibutuhkan untuk mengembangkan SDM pertanian. Hal ini juga perlu disesuaikan dengan geografis wilayah masing-masing. Sebab, dampak El Nino di satu daerah dapat berbeda dengan daerah lainnya.