Lonjakan Penumpang dan Kendaraan Saat Libur Idul Adha Jadi Sentimen Positif
Animo masyarakat terhadap libur Idul Adha dinilai turut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwilan II-2023. Namun, ketidakpastian ekonomi serta penurunan harga komoditas global meredam momentum tersebut.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan penumpang dan kendaraan saat libur Idul Adha dinilai bakal mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2023. Walakin, ketidakpastian global dan normalisasi harga komoditas masih menjadi tantangan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui keterangan resminya, Selasa (27/6/2023), memperkirakan adanya lonjakan pergerakan penumpang dan kendaraan saat libur Idul Adha Rabu (28/6/2023) sampai Minggu (2/7/2023). Perkiraan ini berdasarkan laporan dari para operator jalan dan transportasi.
Operator jalan tol PT Jasa Marga (Persero) Tbk memproyeksikan, puncak arus kendaraan keluar dari wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek) yang melalui tol akan terjadi pada Rabu (28/6/2023). Jumlah kendaraan yang keluar diperkirakan mencapai 90.000 kendaraan atau meningkat 65 persen dibanding hari normal, yakni 54.000 kendaraan.
Sementara itu, puncak arus kendaraan yang masuk wilayah Jabotabek yang diperkirakan terjadi pada Minggu (2/7/2023), yakni dengan jumlah kendaraan mencapai 102.000 kendaraan. Angka itu naik 19,8 persen dibandingkan dengan volume hari normal, yakni 82.000 kendaraan.
Wakil Direktur Utama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Jahen Fachrul Rezki berpendapat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2023 akan lebih tinggi ketimbang triwulan sebelumnya. Momentum Lebaran (Idul Fitri), libur Idul Adha yang diperpanjang, dan libur sekolah akan menjadi katalis positif terhadap perekonomian pada triwulan II-2023.
”Hal ini juga terjadi karena faktor musiman, yakni pertumbuhan triwulan II secara historis akan lebih baik dari pada triwulan I. Kita akan melihat pertumbuhan ekonomi triwulan II-2023 sekitar 5,05-5,1 persen atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2023 sebesar 5,03 persen,” ujar Jahen saat dihubungi, Rabu (28/7/2023).
Kontribusi terbesar pada produk domestik bruto (PDB) triwulan I-2023 berasal dari konsumsi rumah tangga, yakni dengan sumbangan 2,44 persen, lalu disusul perdagangan luar negeri sebesar 2,1 persen, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebagai indikator investasi sebesar 0,68 persen, dan konsumsi pemerintah sebesar 0,22 persen.
Sektor transportasi dan perdagangan menjadi salah satu sektor tertinggi yang bertumbuh. Sebagai bagian dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga, sektor transportasi dan perdagangan tumbuh 15,93 persen dengan distribusi 5,56 persen.
Pada triwulan II-2023, sektor transportasi dan pergerakan manusia jadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi. Dampaknya cukup signifikan dan ini masih sejalan dengan proyeksi kami sebelumnya.
Peneliti makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menambahkan, lonjakan penumpang dan kendaraan akan menopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2023. Momentum Lebaran, libur Idul Adha, dan cuti bersama mendorong aktivitas ekonomi masyarakat.
”Pada triwulan II-2023, sektor transportasi dan pergerakan manusia jadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi. Dampaknya cukup signifikan dan ini masih sejalan dengan proyeksi kami sebelumnya,” katanya.
Sebelumnya, LPEM FEB UI merilis laporan Indonesia Economic Outlook Q2-2023 bertajuk ”Back to the Old Normal” pada Mei 2023. Laporan tersebut memuat proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang perlahan mulai ternormalisasi. Hal ini tampak dari tingkat konsumsi, investasi, serta aspek-aspek lainnya yang sudah kembali normal.
Menurut Riefky, kondisi yang terjadi dewasa ini masih sesuai dengan proyeksi LPEM FEB UI. Di sisi lain, keputusan Presiden Joko Widodo mencabut status pandemi Covid-19 menjadi endemi beberapa waktu lalu turut mendorong laju pertumbuhan meskipun tidak begitu signifikan. ”Dampaknya tidak terlalu signifikan karena sebelumnya masyarakat sudah bisa bergerak secara normal,” lanjut Riefky.
Pencabutan status pandemi justru memberikan atmosfer optimistis bagi lalu lintas penerbangan.
Di sisi lain, pencabutan status pandemi justru memberikan atmosfer optimistis bagi lalu lintas penerbangan. President Director PT Angkasa Pura (AP) II Muhammad Awaluddin berharap akan ada dampak positif bagi perekonomian nasional yang turut menggairahkan sektor penerbangan nasional.
Pada periode libur H-7 hingga H+7 Hari Raya Idul Adha, jumlah penumpang diperkirakan mencapai 3,62 juta penumpang atau meningkat 7-10 persen dibanding seminggu sebelumnya. Sementara jumlah penumpang pada 22-26 Juni 2023 tercatat mencapai 1,3 juta orang atau meningkat sekitar 7 persen dibanding seminggu sebelumnya.
Awaluddin menambahkan, awal tahun 2023 pihaknya menargetkan jumlah penumpang di 20 bandara AP II secara kumulatif dapat mencapai 73 juta orang dengan komposisi 70 persen penumpang rute domestik dan 30 persen penumpang rute internasional.
”Dengan adanya pencabutan status pandemi, kami menaikkan target tersebut. Kami optimistis jumlah penumpang pada 2023 dapat melebihi 5 persen dari target awal, yakni menjadi 76,65 juta orang. Wisatawan domestik sangat berperan dalam mendukung kebangkitan pariwisata nasional sehingga AP II bersama para pemangku kepentingan, khususnya maskapai, akan memperkuat konektivitas di rute-rute domestik,” ujar Awaluddin melalui keterangan resmi, Selasa (27/6/2023).
Kendati berbagai sentimen positif menjadi angin segar bagi pertumbuhan ekonomi nasional, ketidakpastian masih menyelimuti perekonomian global. Terkait pertumbuhan ekonomi triwulan II-2023, melemahnya perdagangan ekspor-impor Indonesia, dan normalisasi harga komoditas sebaiknya diwaspadai.
Jahen menambahkan, harga komoditas dunia kemungkinan besar akan mengalami normalisasi sehingga berdampak bagi perekonomian nasional. Di sisi lain, perekonomian Indonesia akan sedikit mengalami moderasi lantaran sejumlah kebijakan global yang kurang menguntungkan Indonesia.
”Dari sisi dalam negeri, konsolidasi kebijakan fiskal pemerintah dan kebijakan moneter yang lebih ketat kemungkinan besar akan berdampak terhadap perlambatan pertumbuhan kredit. Ekspor juga akan sedikit melambat, tetapi neraca pembayaran Indonesia masih akan sedikit membaik, disebabkan oleh masuknya FDI (foreign direct investment) dan juga portfolio inflow,” lanjut Jahen.