Dampak pelemahan ekonomi mulai terlihat dari kinerja penerimaan pajak. Pada tiga bulan pertama tahun ini, pemasukan pajak masih tumbuh dua digit. Dalam dua bulan terakhir, penerimaan merosot ke pertumbuhan satu digit.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Gedung-gedung bertingkat di Jalan Sudirman, Jakarta, Senin (13/6/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengantisipasi penerimaan pajak yang hingga pertengahan tahun ini terus melambat di tengah kebutuhan belanja negara yang mulai meningkat. Meski demikian, secara umum, kondisi keuangan negara masih terkendali dengan surplus APBN sebesar Rp 204,3 triliun di semester pertama tahun ini.
Secara kumulatif, penerimaan pajak sepanjang Januari-Mei 2023 tercatat tumbuh 17,7 persen sebesar Rp 830,29 triliun atau memenuhi 48,3 persen dari target pajak tahun ini. Meskipun masih tumbuh dua digit, kondisi itu lebih lambat dari pertumbuhan penerimaan pajak pada Januari-Mei 2022 yang menyentuh 53,5 persen.
Melambatnya penerimaan pajak di awal tahun ini semakin terlihat dari kinerja bulanan. Pada Januari-Maret 2023, pemasukan pajak masih tumbuh dua digit, yakni 48,6 persen (Januari), 30,4 persen (Februari), dan 23,2 persen (Maret). Namun, memasuki April dan Mei, penerimaan pajak merosot ke pertumbuhan satu digit, yakni 4,8 persen (April) dan 2,9 persen (Mei).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (26/6/2023), mengatakan, pertumbuhan penerimaan pajak melandai akibat basis perbandingan yang memang sudah tinggi tahun lalu. Moderasi harga komoditas dunia serta kinerja ekspor-impor yang melandai membuat penerimaan pajak tidak sepesat tahun lalu.
Pelambatan itu terlihat di semua jenis penerimaan pajak. Setoran Pajak Penghasilan (PPh) 22 impor dari perusahaan yang melakukan kegiatan impor, misalnya, merosot dari pertumbuhan 207,5 persen tahun lalu menjadi 0,9 persen tahun ini. Pertumbuhan setoran PPh badan juga menurun dari 127,5 persen tahun lalu menjadi 24,8 persen tahun ini.
Demikian pula penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor yang turun dari 43,9 persen tahun lalu menjadi 4,4 persen tahun ini. Ini menunjukkan bahwa impor barang modal untuk kegiatan produksi mulai melambat.
”Dari komposisi itu, kita melihat memang dampak pelemahan ekonomi sudah mulai muncul. Meski tren pertumbuhan masih positif, mulai terlihat ada koreksi dibandingkan dengan tahun lalu yang tumbuh sangat tinggi,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita.
Dari komposisi itu, kita melihat memang dampak pelemahan ekonomi sudah mulai muncul.
Meski demikian, ia menilai kinerja penerimaan pajak yang masih mampu tumbuh positif kendati melambat adalah indikasi bahwa kondisi keuangan dan perekonomian negara masih cukup terkendali.
”Memang semakin menurun dan tidak sekuat awal tahun karena pertumbuhan pajak tahun lalu sudah sangat tinggi. Namun, kita masih bisa tumbuh double digit mendekati 20 persen. Ini hal yang patut disyukuri dan terus didorong untuk menopang belanja dan kegiatan perekonomian,” katanya.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Spanduk sosialisasi pelaporan surat pemberitahuan (SPT) pajak tahunan terpasang di kawasan Pasar Puri Indah, Jakarta Barat, Jumat (3/3/2023).
Antisipasi
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, efek dari menurunnya harga komoditas terhadap penerimaan negara tidak bisa dihindari. Kondisi perdagangan internasional yang melesu itu membuat pembayaran PPh badan perusahaan di sektor komoditas menurun. Pemerintah pun akan mengantisipasi tren tersebut.
”Ini terus kami monitor pergerakannya dan akan kami perhitungkan perkiraan penerimaan pajak di tahun ini akan seperti apa akibat adanya moderasi harga komoditas itu,” ujarnya.
Di tengah kondisi itu, tren realisasi belanja negara tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Sampai Mei 2023, pemerintah tercatat sudah membelanjakan Rp 1.005 triliun, tumbuh 7,1 persen dibandingkan tahun lalu. Sebagai perbandingan, tahun lalu, hingga Mei 2022, belanja pemerintah adalah Rp 938,2 triliun atau mengalami kontraksi 0,8 persen.
Kebutuhan belanja diperkirakan akan terus tumbuh dan menanjak tajam dalam beberapa bulan ke depan, mengikuti siklus tahunan. ”Nanti menanjaknya di semester II, puncaknya sekitar bulan Oktober-November,” ujar Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (tengah) dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, kondisi perdagangan internasional dan kinerja penerimaan yang melambat itu sudah diantisipasi pemerintah sejak mendesain APBN 2023. Meski demikian, secara umum, ia menilai kondisi saat ini masih di atas ekspektasi.
Kendati tren penerimaan melambat dan belanja meningkat, APBN sepanjang Januari-Mei 2023 masih mencatat surplus Rp 204,3 triliun. Itu disebabkan oleh total realisasi penerimaan negara sebesar Rp 1.209,3 triliun yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan belanja Rp 1.005 triliun.
Kendati tren penerimaan melambat dan belanja meningkat, APBN sepanjang Januari-Mei 2023 masih mencatat surplus Rp 204,3 triliun.
”Sampai Mei 2023 ini, kondisi perdagangan internasional kita ternyata masih lebih baik dari apa yang dulu kita antisipasi meski ada pelambatan. Ini hal yang sangat baik untuk kita jadikan modal dalam menjaga stabilitas makro,” katanya.
Untuk mendorong kinerja ekspor, pemerintah konsisten memperluas potensi pasar dari negara yang perekonomiannya masih tumbuh positif dan tinggi. ”Salah satunya, kita terus menjajaki potensi permintaan ekspor dari India dan beberapa negara lain yang kira-kira bisa mendorong ekspor kita semakin baik,” ujar Febrio.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Suasana stan layanan lapor surat pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan (pph) orang pribadi tahun pajak 2022 di Mal ITC Kuningan, Jakarta, Senin (13/3/2023). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan sebanyak 7,1 juta wajib pajak yang sudah melaporkan SPT Tahunan sampai dengan Senin (13/3/2023).
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai, jika tren melambatnya penerimaan negara itu terus berlanjut, ada potensi defisit fiskal sepanjang tahun 2023 akan sedikit meleset jika dibandingkan dengan target yang disasar pemerintah.
Tahun ini, pemerintah menargetkan defisit APBN sebesar 2,84 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). ”Tentu ini dengan asumsi bahwa realisasi belanja tahun ini akan terealisasikan full,” katanya.
Menurut dia, realisasi defisit anggaran yang sedikit meleset bukan masalah besar, selama tidak melebihi batas defisit 3 persen terhadap PDB. ”Membiarkan APBN sedikit melebar defisitnya bisa jadi harga yang perlu ditanggung dalam konteks mendorong proses pemulihan ekonomi,” ujar Yusuf.