Dengan beralih dari mesin genset ke listrik, peternak ayam di Sumatera Barat dapat menghemat biaya dan meningkatkan produksi secara signifikan. Kerugian yang dialami peternak pun bisa ditekan.
Oleh
agnes theodora, ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
Kehadiran listrik menjadi jawaban bagi peternak ayam petelur yang kerap dirundung resah di sentra peternakan ayam di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Elektrifikasi mampu menekan biaya operasional berkali-kali lipat, menaikkan produksi dan omzet lebih pesat, serta menjauhkan ayam sekaligus peternak dari stres dan rasa cemas.
Pengalaman itu dirasakan Jon Eddi (47), pengusaha peternakan PT Radja Poultry Shop di Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Sejak tahun 2021, Jon menggunakan mesin pemberi pakan ternak berkekuatan listrik dengan total kapasitas 82,5 kilovolt ampere (kVa).
Fasilitas itu didapat melalui program Electrifying Agriculture PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Hanya dengan memencet tombol di mesin operator, ransum berisi campuran jagung, dedak, dan konsentrat otomatis terdistribusi ke semua unit kandang melalui sistem instalasi pemberian pakan.
Sebelumnya, selama 20 tahun memulai usaha pada 1999, Jon menjalankan peternakan dengan mesin genset berbahan bakar solar. Urusan pemberian pakan dilakukan secara manual, dari menggunakan tangan, lalu beralih ke gerobak dorong. Akibatnya, jatah ransum tidak merata. Konsumsi pakan yang tidak seimbang itu pun memengaruhi kapasitas ayam dalam memproduksi telur.
Ayam petelur juga sangat sensitif terhadap berbagai faktor eksternal. Sedikit saja perubahan, seperti cuaca yang terlalu panas, kekurangan pakan, atau lingkungan berisik, bisa membuat ayam stres. Ayam yang stres akan menghasilkan telur berkualitas buruk, tidak bertelur sama sekali, atau tiba-tiba mati, membuat peternak merugi dan ikut gamang.
”Setelah pakai listrik, kami bisa menyalakan lampu lebih lama dibandingkan menggunakan genset. Tambahan cahaya sekitar 4 jam semakin merangsang ayam untuk bertelur sehingga meningkatkan produktivitas,” kata Jon, saat dijumpai, Selasa (13/6/2023).
Ciptakan efisiensi
Tak hanya peternakan, Jon juga mengembangkan pabrik pengolahan pakan dengan mesin listrik. Untuk menekan biaya produksi, ia menanam jagung di sekitar kandang. Kini, dengan mesin pengolahan pakan berbasis listrik, untuk memproduksi 1 ton pakan, efisiensi biaya yang dicapai sekitar 50 persen dibandingkan sebelumnya ketika menggunakan mesin diesel.
Dengan elektrifikasi di berbagai lini usahanya itu, Jon bisa menghemat biaya operasional hingga 40 persen. Sebelumnya, ia harus membayar Rp 11 juta-Rp 12 juta per bulan untuk membeli 1 ton solar guna menggerakkan mesin genset.
Dengan elektrifikasi di berbagai lini usahanya itu, Jon bisa menghemat biaya operasional hingga 40 persen. Sebelumnya, ia harus membayar Rp 11 juta-Rp 12 juta per bulan untuk membeli 1 ton solar guna menggerakkan mesin genset. Kini, Jon cukup mengeluarkan Rp 7 juta per bulan untuk biaya listrik. Genset hanya dijadikan cadangan jika listrik mati atau mesin rusak.
”Itu pun jarang, paling hanya beberapa jam kami pakai (genset) saat harus perawatan mesin,” kata Wakil General Manajer PT Radja Poultry Shop Azwir Rezari.
Seiring dengan itu, produktivitas meningkat. Dulu, dalam satu periode (22-24 bulan), seekor ayam menghasilkan 380 butir telur. Kini, seekor ayam dapat bertelur hingga 450 butir. Peternakan Jon bisa memproduksi total 200 juta butir telur yang dijual ke sejumlah daerah di Sumatera hingga ke Jakarta.
Tak ayal, omzet yang ia nikmati pun turut meningkat. Dari produksi 500.000 ekor ayam indukan yang tersebar di 12 unit kandang, Jon mampu menaikkan omzet dari Rp 8 miliar per bulan menjadi Rp 10 miliar per bulan setelah memakai listrik. Hal ini juga didukung dengan rantai usaha yang ia kembangkan dari hulu ke hilir, menekan ongkos produksi di tengah tren kenaikan harga pakan.
Manajer PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Payakumbuh Wilsriza mengatakan, lebih dari 40 usaha peternakan di Payakumbuh sudah menggunakan sistem tertutup yang sepenuhnya terelektrifikasi. ”Teknologi ini semakin menjadi pilihan karena kandang ayam lebih bersih, tidak berbau, dan hasilnya lebih efisien,” katanya.
Jon mampu menaikkan omzet dari Rp 8 miliar per bulan menjadi Rp 10 miliar per bulan setelah memakai listrik.
Setelah melihat keberhasilan Jon, imbuh Wilsriza, mulai banyak peternak ayam tradisional lain di Payakumbuh dan Lima Puluh Kota yang meminta PLN untuk menyuplai mereka dengan daya listrik lebih besar. Namun, mengingat lokasi peternakan umumnya jauh dari permukiman, PLN akan menunggu permintaan terkumpul sebelum memperluas jaringan listrik.
”Kami siap kalau permintaan meningkat, tetapi untuk itu kami harus menambah investasi, gelar tiang, dan menarik jaringan baru. Kemungkinan kami akan menunggu sampai permintaan semakin banyak dan kami bisa mengkluster beberapa pengusaha dan peternak yang letaknya berdekatan,” ucapnya.