Pemerintah Siapkan Aturan Turunan Eksploitasi Pasir Laut
Meski kontroversi publik berlangsung, pemerintah menyiapkan aturan pelaksanaan untuk pemanfaatan pasir laut. Negara ditaksir meraup penerimaan negara bukan pajak secara signifikan dari pemanfaatan dan ekspor pasir laut.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah sedang menyiapkan lima rancangan peraturan menteri sebagai turunan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Sementara itu, polemik publik terkait pemanfaatan dan ekspor pasir laut masih terus bergulir.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, kebutuhan pasir laut untuk reklamasi di Indonesia mencapai 700,36 juta meter kubik yang tersebar di 21 provinsi. Adapun total potensi pasir laut mencapai 23,38 miliar meter kubik. Pemanfaatan pasir laut untuk keperluan reklamasi tersebut ditaksir berpotensi mendatangkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 131,66 triliun.
PP No 26/2023 yang diteken Presiden Joko Widodo pada 15 Mei 2023 itu memungkinkan pemanfaatan hasil sedimentasi yang berupa pasir laut dan lainnya untuk reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur, hingga ekspor. Kebijakan itu mencabut larangan ekspor pasir laut selama 21 tahun terakhir yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut.
Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Miftahul Huda mengemukakan, pemanfaatan pasir laut untuk reklamasi dinilai mendatangkan dua komponen penerimaan PNBP, yakni dari tarif PNBP untuk harga pasir laut dan tarif izin reklamasi.
”Jadi,m, negara seharusnya mendapatkan keuntungan lebih besar,” katanya saat dihubungi, Rabu (21/6/2023), di sela-sela acara Diskusi Mitigasi Ancaman Degradasi dan Pengelolaan Wilayah laut dan Pesisir untuk Menjamin Pemenuhan Hak Asasi Warga Negara terhadap Manfaat Wilayah Pesisir yang diselenggarakan Kesatuan Pelajar, Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (KPPMPI).
Tarif PNBP untuk pemanfaatan pasir laut diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 82 Tahun 2021 tentang Harga Patokan Pasir Laut dalam Perhitungan Tarif atas Jenis PNBP yang diteken pada 18 September 2021. Berdasarkan ketentuan itu, tarif PNBP untuk pemanfaatan pasir laut dalam negeri sebesar Rp 188.000 per meter kubik (m³) dan untuk tujuan ekspor dipatok Rp 228.000 per m³.
Selain itu, pengenaan PNBP atas kontribusi penggunaan lahan hasil reklamasi diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perhitungan Nilai Lahan Hasil Reklamasi yang diteken. Besaran tarif PNBP itu, yakni 1 persen dari nilai lahan hasil reklamasi.
Menurut Huda, optimalisasi sedimentasi laut dapat dilakukan pada lokasi dumping sedimentasi dan di luar dumping. Material sedimentasi yang begitu banyak dan mengganggu akan dikeruk untuk kebutuhan reklamasi. Adapun ekspor pasir laut menjadi pilihan terakhir. ”Ekspor adalah pilihan terakhir karena kebutuhan reklamasi, pembangunan infrastruktur, prasarana dan sarana cukup banyak,” katanya.
Pihaknya tengah menyiapkan lima rancangan peraturan menteri sebagai aturan turunan PP No 26/2023. Lima rancangan peraturan menteri itu meliputi tata cara penyusunan dokumen perencanaan pengelolaan hasil sedimentasi di laut, ketentuan mengenai permintaan hasil sedimentasi di laut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor, laporan realisasi volume pengangkutan dan penempatan di tujuan pengangkutan. Selain itu, rancangan peraturan menteri terkait tata cara pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta tata cara pengenaan sanksi administratif.
”Kami sedang menyusun aturan turunan PP No 26/2023. Kerangkanya dalam beberapa pertemuan (publik) akan kami sampaikan. Rancangan peraturan menteri akan kami sampaikan dan terbuka ruang diskusi untuk masukan-masukan,” lanjutnya.
Huda menambahkan, pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi dan melestarikan laut sesuai amanat Undang-Undang Kelautan Nomor 32 Tahun 2014. Akan tetapi, upaya pelestarian itu terhalang penurunan daya dukung ekosistem. Banyak sedimentasi laut yang mengganggu dan menghalangi alur pelayaran nelayan. Basis itu menjadi latar belakang pemerintah untuk menerbitkan PP No 26/2023.
Pemerintah juga segera membentuk tim kajian untuk menyusun dokumen perencanaan yang memuat sebaran lokasi prioritas, jenis mineral dan volume hasil sedimentasi di laut, prakiraan dampak sedimentasi terhadap lingkungan, upaya pengendalian hasil sedimentasi di laut, dan rencana pemanfaatan hasil sedimentasi di laut, serta rencana rehabilitasi.
”Tujuan pengelolaan sedimentasi adalah menanggulangi sedimentasi yang menurunkan daya dukung dan daya tampung eksosistem pesisir dan laut, serta kesehatan laut,” ujarnya.
Pengurus Dewan Pengurus Pusat (DPP) Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Maulin Ni’am menilai, meskipun pemerintah menyebut data potensi sedimentasi laut cukup besar besar, dibukanya pemanfaatan pasir laut untuk tujuan ekspor menuai kekhawatiran publik akan eksploitasi yang masif.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro Sutrisno Anggoro mengingatkan, penerapan PP No 26/2023 harus mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pengambilan material sedimentasi laut tidak mungkin seluruhnya akan digunakan untuk reklamasi ataupun diekspor. Diperlukan seleksi dan penyaringan supaya kualitas material sesuai dengan peruntukannya. Namun, proses seleksi itu dapat menimbulkan pencemaran lumpur, sedimentasi, termasuk cemaran bahan beracun dan berbahaya.
”Pemanfaatan sedimentasi laut harus mengacu perda tata ruang, serta tidak boleh mengusik wilayah habitat vital, menurunkan daya dukung dan daya tampung laut, mematikan fungsi jasa ekosistem, serta meningkatkan keresahan yang menyebabkan persatuan dan kesatuan bangsa terusik,” ujarnya.
Ia menyoroti sedimentasi laut hasil pengerukan untuk alur pelayaran dan pelabuhan, serta pengerukan di kawasan pipa kabel bawah laut di sekitar pabrik-pabrik di pesisir dalam jumlah sangat besar selama ini ditimbun di dumping area pada perairan di atas 4 mil. Hingga kini, belum ada aturan untuk pemanfaatan limbah di kawasan dumping itu.
Menurut Sutrisono, PP No 26/2023 itu sebaiknya difokuskan untuk pemanfaatan sedimentasi pada kawasan dumping sehingga menyelesaikan masalah timbunan limbah dumping dan memberikan nilai tambah material dumping untuk kepentingan lain. Pemanfaatan pasir laut juga tidak boleh mengganggu ruang hidup nelayan.
”Pemanfaatan sedimentasi laut sebaiknya hanya di kawasan dumping area. Itu merupakan solusi untuk meningkatkan daya dukung laut, serta menyehatkan habitat ikan demersal,” ujar Sutrisno.