Dukung Indonesia Emas 2045, Perguruan Tinggi Jadi Sarana Peningkatan SDM
Tahun 2045 menjadi momentum bagi Indonesia untuk mewujudkan cita-citanya menjadi negara maju. Cita-cita tersebut diyakini dapat terwujud dengan melakukan transformasi di sektor pendidikan.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia memiliki visi menjadi negara yang pendapatannya setara dengan negara maju pada tahun 2045. Visi tersebut diyakini dapat dicapai dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui peran perguruan tinggi sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi secara merata.
Pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) per kapita Indonesia tahun 2021 tercatat 4.140 dollar AS atau masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah ke bawah. Agar dapat terlepas dari perangkap negara berpendapatan menengah ke bawah, pemerintah menargetkan pendapatan per kapita pada 2045 sebesar 30.300 dollar AS.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menjelaskan, dalam jangka waktu lima tahun ke depan, pendapatan per kapita Indonesia diharapkan bisa mencapai angka 7.000 dollar AS. Dengan demikian, pertumbuhan tersebut bisa menjadi basis untuk mencapai target sebagaimana termuat dalam Rancangan Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RUU RPJPN) 2025-2045.
”Kita ingin menjadi bangsa yang hebat dan sebagai parameter untuk membandingkan tingkat kemajuan dengan negara lain dapat dilihat dari GNI per kapita. Namun, selama ini pertumbuhan kita tidak serta-merta mengubah struktur sosial. Kita berharap 80 persen dari mereka yang ada di tingkat pendapatan menengah ke bawah pada tahun 2045 bisa naik kelas,” ujarnya dalam diskusi terbatas bertajuk ”Rektor Berbicara untuk Indonesia Emas 2045” di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Untuk mewujudkan hal itu, produktivitas masyarakat perlu ditingkatkan mengingat kualitas sumber daya manusia belum cukup mendukung pertumbuhan tersebut. Per Agustus 2022, latar belakang pendidikan dari sebagian pekerja di Indonesia masih didominasi oleh lulusan sekolah dasar, yakni mencapai 54,45 juta orang atau 37,8 persen dari total angkatan kerja.
Di sisi lain, masih terdapat lulusan perguruan tinggi berusia 25 tahun ke atas yang bekerja pada kategori pekerjaan semiterampil dan tidak terampil. Hal ini mengakibatkan adanya ketidaksesuaian antara keahlian atau pendidikan di pasar tenaga kerja. Ketidaksesuaian itu membuat kontribusi sektor industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) terus menurun hingga tercatat kurang dari 19 persen.
”Pembangunan itu menempatkan masyarakat sebagai subyek. Mereka bukan sasaran dari pembangunan, melainkan ikut serta terlibat dalam pembangunan, misalnya dengan turut meningkatkan kapasitasnya melalui pendidikan,” kata Suharso.
Kalau Indonesia mau menuju innovation ways economy atau emas yang berkaitan dengan emas dan inovasi, aspek sumber daya manusia dan pendidikan harus menjadi pertimbangan utama. Kami berharap, aspek sumber daya manusia dan pendidikan dari segi sarana, infrastruktur, serta alokasi anggaran harus segera dibenahi.
Suharso menambahkan, akademisi melalui para pemimpin perguruan tinggi berperan untuk menyampaikan kritik dan masukan terkait RPJPN 2025-2045. Di sisi lain, kualitas perguruan tinggi juga perlu ditingkatkan sehingga nantinya dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Ketua Forum Rektor Indonesia sekaligus Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih berpendapat, emas sebagaimana dimaksud dalam Visi Indonesia Emas 2045 adalah kreativitas dalam bentuk inovasi. Dengan demikian, secara ekonomi dapat mengarah kepada innovation ways economy.
”Kalau Indonesia mau menuju innovation ways economy atau emas yang berkaitan dengan emas dan inovasi, aspek sumber daya manusia dan pendidikan harus menjadi pertimbangan utama. Kami berharap, aspek sumber daya manusia dan pendidikan dari segi sarana, infrastruktur, serta alokasi anggaran harus segera dibenahi. Disiapkan juga guru-guru yang kompeten sehingga harus ada transformasi khusus, yakni transformasi pendidikan,” ujarnya.
Nasih menambahkan, upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan juga perlu dilakukan secara adil. Sebab, tanpa keadilan, pertumbuhan ekonomi tidak terjadi secara merata.
Selain itu, Nasih turut memberi catatan mengenai ketidaksesuaian antara serapan dan sumber daya manusia yang dihasilkan. Menurut dia, selama ini perguruan tinggi telah menciptakan sejumlah tenaga ahli, tetapi mereka tidak terserap dengan baik sesuai keterampilan.
Penguatan perguruan tinggi dinilai dapat membawa perubahan yang signifikan dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Menurut Rektor Institut Teknologi Bandung Reini Wirahadikusumah, penguatan perguruan tinggi sebaiknya dilakukan pada tahap pertama atau dalam lima tahun pertama. Penguatan tersebut perlu didukung dengan transformasi tata kelola sehingga perguruan tinggi dapat melaksanakan transfer ilmu atau knowledge exchange dalam jejaring inovasi.
”Perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai game changer. Sejumlah perguruan tinggi sudah berada di posisi siap untuk mendorong transformasi dan memperkuat landasan transformasi. Diferensiasi dan pemberian mandat pada perguruan tinggi secara tepat akan menjadi langkah yang strategis,” tutur Reini.
Reini menambahkan, perguruan tinggi dapat meningkatkan peranannya terhadap penguatan manufaktur melalui riset berbasis teknologi. Selain itu, program studi juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja sehingga perguruan tinggi dapat memberikan kompetensi yang tepat.