logo Kompas.id
Bebas AksesJaga Kesinambungan...
Iklan

Jaga Kesinambungan Pembangunan, RPJPN Perlu Lebih Mengikat

Arah pembangunan nasional berpotensi selalu berubah mengikuti perubahan konstelasi politik dan pergantian rezim. Dalam menyusun RUU RPJPN 2025-2045, pemerintah ingin membuat pedoman pembangunan yang lebih mengikat.

Oleh
agnes theodora, KURNIA YUNITA RAHAYU
· 5 menit baca
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa bertanya di tengah acara Forum Group Discussion Bappenas bekerja sama dengan Harian Kompas di Hotel Santika Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Senin (29/5/2023).
FAKHRI FADLURROHMAN

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa bertanya di tengah acara Forum Group Discussion Bappenas bekerja sama dengan Harian Kompas di Hotel Santika Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Senin (29/5/2023).

JAKARTA, KOMPAS -- Cita-cita Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi saat menginjak usia satu abad kerap dibayang-bayangi ketidakpastian berupa perubahan konstelasi politik dan pergantian rezim. Untuk menjamin kesinambungan pembangunan menuju Indonesia Emas, pemerintah berencana membuat RUU Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 menjadi lebih mengikat.

Rancangan Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RUU RPJPN) 2025-2045 itu saat ini sedang disusun pemerintah di bawah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Rencananya, RUU itu akan segera dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan disahkan pada September 2023, sebelum tahapan pendaftaran pasangan calon presiden-wakil presiden.

RUU RPJPN 2025-2045 akan menjadi pedoman perencanaan pembangunan nasional kedua yang disusun di era reformasi. Sebelumnya, payung hukum yang berlaku adalah UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 yang dibuat pada pemerintahan Presiden RI Ke-VI Susilo Bambang Yudhoyono.

Baca juga: Konvergensi Pembangunan Menuju Indonesia Emas 2045

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam diskusi terbatas mengenai Visi Indonesia 2045 yang digelar Kompas bersama Bappenas, Senin (29/5/2023) mengatakan, RPJPN 2025-2045 diharapkan bisa menjadi pedoman bagi semua pemangku kebijakan, baik pemerintah pusat maupun daerah.

Momentum Pemilihan Umum 2024 yang akan diadakan serentak antara pemilihan presiden, legislatif, dan kepala daerah, juga diharapkan bisa mendorong perencanaan pembangunan yang lebih berkesinambungan dan konvergen, mengacu pada RPJPN yang disusun pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/ Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti (kedua dari kanan) menjadi pembicara di Hotel Santika Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Senin (29/5/2023).
FAKHRI FADLURROHMAN

Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/ Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti (kedua dari kanan) menjadi pembicara di Hotel Santika Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Senin (29/5/2023).

“Presiden berharap RPJPN ini bisa dijadikan pedoman untuk capres, wapres, serta calon kepala daerah yang akan datang. Oleh karena itu, kami berupaya merampungkan RUU RPJPN secepatnya, paling lambat September ini sudah harus selesai, sebelum capres-cawapres membuat visi-misi mereka,” kata Suharso.

Secara umum, ada lima sasaran visi Indonesia Emas 2045 yang tertuang dalam RUU RPJPN. Pertama, meningkatkan pendapatan per kapita RI setara negara maju, mengentaskan kemiskinan menuju 0 persen dan mengurangi ketimpangan, meningkatkan pengaruh Indonesia di panggung internasional, meningkatkan daya saing sumber daya manusia, serta mengintensifkan upaya menekan emisi karbon.

Kelima sasaran itu diturunkan menjadi delapan agenda transformasi yang dikonkretkan ke dalam 17 arah pembangunan dalam bidang transformasi sosial, ekonomi, tata kelola pemerintahan, supremasi hukum, stabilitas dan diplomasi, serta ketahanan sosial budaya dan ekologi.

Suharso menyadari, berbagai target dan sasaran itu akan sulit dicapai jika tidak ada kesinambungan dalam perencanaan pembangunan. Sebab, dalam UU yang berlaku saat ini, tidak ada peraturan yang mengharuskan pemerintahan berikutnya untuk melanjutkan pembangunan yang telah dijalankan rezim sebelumnya.

Pemerintah pun berencana membuat klausul atau pasal yang lebih mengikat dalam RUU RPJPN untuk menjamin hal tersebut. “Kami sedang memikirkan bagaimana caranya agar UU RPJPN kelak bisa menjadi direktif normatif bagi para pejabat di semua tingkatan, agar RPJPN tidak hanya dibaca-baca sebagai imbauan, tetapi bisa mendorong pembangunan yang lebih konvergen,” ujar Suharso.

Anggota DPR RI Andreas Pareira (kanan) memaparkan pemikirannya di Hotel Santika Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Senin (29/5/2023).
FAKHRI FADLURROHMAN

Anggota DPR RI Andreas Pareira (kanan) memaparkan pemikirannya di Hotel Santika Hayam Wuruk, Jakarta Barat, Senin (29/5/2023).

Salah satu usul yang tercetus adalah pemberian disinsentif pada presiden, wapres, atau kepala daerah, yang tidak menyusun rencana kerja lima tahunan sesuai garis besar RPJPN. “Mungkin dalam RPJPN yang akan datang ini kita akan membuat satu pasal yang mengatur soal sanksi, misalnya insentif atau disinsentif fiskal,” katanya.

Senada, politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Andreas Hugo Pareira mengatakan, hingga saat ini belum ada jaminan hukum untuk memastikan kesinambungan pembangunan itu. Dalam konstitusi maupun UU RPJPN 2005-2025, tidak ada klausul yang mewajibkan presiden terpilih untuk melanjutkan visi pembangunan periode sebelumnya.

Iklan

Selain itu, tidak ada pula aturan yang mengharuskan capres dan wapres yang bakal berkontestasi di Pilpres 2024 untuk membuat visi misi yang sejalan dengan RPJPN. Akibatnya, arah pembangunan nasional berpotensi selalu berubah mengikuti perubahan konstelasi politik. Andreas pun sepakat jika diatur klausul yang lebih mengikat bagi presiden dan wakil presiden terpilih dalam RUU RPJPN.

Baca juga: Kesenjangan Pendidikan, Tantangan Indonesia Emas 2045

“Saran saya, di RPJPN harus memuat kalimat, ‘wajib menjamin kesinambungan pembangunan nasional,’ dan ada sanksinya. Karena kalau tidak, tidak ada jaminan politiknya,” ujar Andreas.

Rektor Universitas Katolik Indonesia Arma Jaya Agustinus Prasetyantoko mengatakan, program pembangunan yang dijalankan pemerintah selama dua periode terakhir adalah modal penting yang perlu dilanjutkan, lepas dari konstelasi politik yang berkembang.

“Ini bukan persoalan politik, tetapi realitas yang ada. Faktanya, ada masalah yang jelas-jelas harus diselesaikan, oleh siapapun pemerintah ke depan,” katanya.

Lansekap pembangunan Tol Serpong-Cinere seksi 2, Pamulang-Cinere, di kawasan Limo, Depok, Jawa Barat, Minggu (28/5/2023). Tol Pamulang-Cinere sepanjang 3,65 kilometer ditargetkan beroperasi pada tahun ini.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Lansekap pembangunan Tol Serpong-Cinere seksi 2, Pamulang-Cinere, di kawasan Limo, Depok, Jawa Barat, Minggu (28/5/2023). Tol Pamulang-Cinere sepanjang 3,65 kilometer ditargetkan beroperasi pada tahun ini.

Ia mencontohkan, pembangunan infrastruktur sudah pasti harus dilanjutkan agar tidak berujung menjadi beban biaya ketimbang investasi jangka panjang. Demikian pula hilirisasi dan industrialisasi demi mendorong pertumbuhan ekonomi berkualitas yang bisa menciptakan lebih banyak lapangan kerja layak.

“Dalam beberapa titik tertentu, ada hal-hal yang harus dikunci, bahwa apa yang sudah dimulai dan dilakukan pemerintah sekarang itu memang harus dilanjutkan ke depan,” katanya.

Keluar dari jebakan

Cita-cita menuju Indonesia Emas 2045 menyimpan banyak pekerjaan rumah. Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti, yang juga Ketua Kelompok Kerja Transformasi Ekonomi dalam pembahasan RPJPN 2025-2045 mengatakan, salah satu target Indonesia Emas adalah membawa RI menjadi negara berpendapatan tinggi melalui transformasi ekonomi.

Selama ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berada di kisaran 5 persen, membuat Indonesia masih terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (middle income country). Untuk keluar dari jebakan itu, kata Amalia, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus didongkrak hingga 6-7 persen.

Jika bisa mencapai rata-rata pertumbuhan ekonomi 6 persen, Indonesia diperkirakan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah pada tahun 2041. Sementara, jika pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7 persen, pada tahun 2038, Indonesia sudah bisa menjadi negara berpendapatan tinggi.

Warga duduk di atas rel kereta api di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, Sabtu (11/2/2023). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menata permukiman kumuh di 250 RW di Jakarta. Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mencatat, kemiskinan di DKI Jakarta mencapai 0,89 persen dari total 10,7 juta penduduk atau setara 95.668 jiwa.
FAKHRI FADLURROHMAN

Warga duduk di atas rel kereta api di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, Sabtu (11/2/2023). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menata permukiman kumuh di 250 RW di Jakarta. Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mencatat, kemiskinan di DKI Jakarta mencapai 0,89 persen dari total 10,7 juta penduduk atau setara 95.668 jiwa.

Menurutnya, ada dua hal penting yang membuat Indonesia terus terjebak di pertumbuhan ekonomi 5 persen, yakni produktivitas yang rendah serta kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto yang terus menurun.

“Untuk itu, transformasi ekonomi menjadi hal penting. Modal ekonomi kita harus bergeser dari berbasis sumber daya mentah (resource-based growth) menjadi berbasis produktivitas (productivity-led growth). Upaya ini sudah kami susun dalam rancangan awal RPJPN 2025-2045,” kata Amalia.

Baca juga: Bappenas Dorong Transformasi dan Kolaborasi Menuju Indonesia Emas 2045

Pemikir Kebangsaan Yudi Latif menambahkan, rencana pembangunan nasional hendaknya tidak lepas dari pengamalan Pancasila dan UUD 1945, yakni mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Untuk itu, negara perlu membangun kualitas hidup masyarakat dengan meningkatkan kapabilitas manusia Indonesia. Kapabilitas dimaksud terkait dengan variabel pendidikan, keterampilan, kesehatan, dan kesetaraan politik dan akses.

Namun, kapabilitas saja tidak cukup. Aspek kebahagiaan masyarakat juga perlu diperhatikan dengan menekankan kemampuan manusia untuk mampu membangun hubungan yang kuat baik secara ilahiah, dengan alam, dan dengan sesama manusia. “Untuk mencapai semua itu, prasyarakat terakhir perlu ada demokrasi yang stabil dan pemerintahan yang bersih,” kata Yudi.

Editor:
MUHAMMAD FAJAR MARTA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000