Pemulangan Pekerja Migran ke Tanah Air Didominasi oleh Penempatan Ilegal
Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menyebutkan, setiap hari dalam tiga tahun terakhir, Pemerintah Indonesia memulangkan dua jenazah pekerja migran Indonesia. Di antaranya berangkat secara nonprosedural.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama kurun waktu tiga tahun terakhir, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI menyebutkan, sekitar 90 persen pekerja migran Indonesia yang dipulangkan ke Tanah Air merupakan pekerja yang berangkat secara nonprosedural. Di antara mereka dipulangkan dalam kondisi sakit atau meninggal.
”Kami tidak menyalahkan warga yang memutuskan berangkat bekerja ke luar negeri secara nonprosedural. Memang, masih banyak tawaran bekerja ke luar negeri oleh calo dengan upah fantastis,” ujar Sekretaris Utama BP2MI Rinaldi seusai menghadiri konferensi pers akronim pekerja migran Indonesia, Senin (5/6/2023), di Jakarta.
Menurut dia, selama tiga tahun terakhir, yakni Januari 2020 hingga Juni 2023, Pemerintah Indonesia menerima setidaknya dua jenazah pekerja migran Indonesia yang berangkat nonprosedural setiap hari.
Dalam sistem BP2MI, sepanjang 2017 sampai saat ini terdapat 4,69 juta pekerja migran Indonesia tersebar di sejumlah negara tujuan penempatan. Sementara sesuai laporan Bank Dunia tahun 2017, jumlah pekerja migran Indonesia yang berangkat nonprosedural diperkirakan mencapai 4,3 juta orang.
”Kalaupun dipulangkan dalam kondisi sakit, penyebab sakitnya bermacam-macam. Apabila berangkat secara nonprosedural, pekerja yang sakit sulit mendapat jaminan sosial ataupun asuransi dari negara lain,” kata Rinaldi.
Lebih jauh mengenai teknis penyebutan pekerja migran Indonesia, Rinaldi mengatakan, pihaknya telah menerbitkan Surat Edaran Sekretaris Utama Nomor SE.17/SU/HK.02.01/V/2023 tanggal 26 Mei 2023 tentang Penggunaan Istilah Pekerja Migran Indonesia dan Surat Imbauan kepada Kementerian/Lembaga Nomor: B.191/SU/HK.02.02/V/2023 tanggal 31 Mei 2023 perihal Penggunaan Istilah Pekerja Migran Indonesia. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi lagi menggunakan akronim ”PMI” sebagai pekerja migran Indonesia.
”Akronim itu dipakai untuk Palang Merah Indonesia. Kami tidak dapat melarang ataupun memaksa masyarakat umum untuk menggunakan ataupun tidak menggunakan akronim ’PMI’ untuk ’pekerja migran Indonesia’. Kemunculan akronim ’PMI’ untuk ’pekerja migran Indonesia’ terjadi secara sporadik sebagai padanan atas perubahan singkatan ’TKI’ (tenaga kerja Indonesia),” ucap Rinaldi.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Revisi ini menyebabkan munculnya penyebutan pekerja migran Indonesia, bukan lagi tenaga kerja Indonesia, karena dinilai lebih humanis dan bermartabat.
Sekretaris Jenderal Palang Merah Indonesia Abdurrahman Mohammad Fachir mengatakan, setiap kali Pemerintah Indonesia memulangkan pekerja migran Indonesia ke Tanah Air, Palang Merah Indonesia ikut serta mendampingi. Terkait pemakaian akronim ”PMI”, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan menyatakan bahwa Palang Merah Indonesia memiliki akronim PMI.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, saat dihubungi terpisah, berpendapat, penyebutan pekerja migran sesuai dengan Konvensi Migran 1990. Penyebutan seperti ini juga lebih tepat dibanding tenaga kerja Indonesia atau tenaga kerja wanita.
Masih maraknya kabar sejumlah pekerja migran Indonesia sakit ataupun sampai meninggal di negara penempatan, menurut dia, salah satu penyebabnya adalah cakupan jaminan sosial dan asuransi untuk mereka masih terbatas. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia dan Permenaker yang berjudul sama tahun 2018 memberikan skema kepesertaan yang terbatas.
”Maka, solusi yang dibutuhkan adalah portabilitas jaminan sosial ketenagakerjaan dengan penyelenggara asuransi negara tujuan. Deklarasi ASEAN 2022 telah mengamanatkan solusi itu khusus kawasan Asia Tenggara,” kata Wahyu.