Kompetisi penarikan dana dari luar negeri akan semakin ketat dan pemerintah perlu usaha ekstra merealisasikan rencana investor yang hendak berinvestasi di Indonesia, khususnya bidang pengembangan kendaraan listrik.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia diminta mampu meyakinkan calon investor untuk benar-benar merealisasikan investasinya di Indonesia di sektor pengembangan kendaraan listrik. Pasalnya, persaingan memperebutkan investasi kian ketat di tengah tingginya suku bunga acuan di negara-negara maju yang bisa memikat investor.
Peneliti mitra di Center for Indonesian Policy Studies, Krisna Gupta, mengatakan, tingginya suku bunga membuat investasi aset di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat dan Inggris, menjadi lebih menarik karena mata uang menguat dan keuntungan dari imbal hasil. Artinya, kompetisi penarikan dana dari luar negeri akan semakin ketat dan pemerintah perlu usaha ekstra merealisasikan rencana investor yang hendak berinvestasi di Indonesia.
”Keputusan investasi semakin sulit saat suku bunga dunia sedang tinggi. Janji-janji yang dibuat (calon investor) saat suku bunga sedang rendah menjadi tak kunjung terealisasi,” ucap Krisna saat dihubungi di Jakarta, Jumat (2/6/2023).
Krisna menambahkan, janji investasi itu perlu disikapi secara hati-hati hingga benar-benar terealisasi. Perlu dukungan penuh pemerintah pusat dan di daerah agar rencana investasi bisa segera terealisasi. Sebab, akan terjalin sinergi pemanfaatan pasar domestik melalui kendaraan listrik beserta infrastrukturnya.
Sebelumnya, dalam siaran pers, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menerima kunjungan kerja Menteri Negara Inggris pada Departemen Bisnis dan Perdagangan Nusrat Ghani, Rabu (24/5/2023), di Jakarta. Dalam pertemuan itu dibicarakan peluang investasi hilirisasi di sektor mineral kritis dan pengembangan baterai listrik serta tentang investasi energi baru dan terbarukan.
Pada pertengahan April lalu, dalam kunjungan ke Jerman, Bahlil juga menyebut niat Volkswagen, perusahaan otomotif Jerman, untuk berinvestasi dalam pengembangan baterai kendaraan listrik di Indonesia.
”Volkswagen akan bekerja sama dengan beberapa perusahaan nasional dan asing. Kami siap mengawal agar rencana investasinya segera terealisasi,” ujar Bahlil.
Dalam diskusi dengan wartawan, Rabu (31/5/2023), Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) menuturkan, Indonesia berupaya membuka pasar investasi ekosistem baterai listrik seluas-luasnya. Ketertarikan Inggris bisa membuka rantai pasok (supply chain) Indonesia mencapai Inggris Raya.
”Ini merupakan strategi besar Indonesia untuk menembus pasar kendaraan listrik terutama pada hal yang berkaitan dengan baterai. Jadi, nikel (bahan baku baterai) Indonesia bisa diterima pasar khusus Inggris,” kata Toto.
Hambatan
Namun, rencana pengembangan ekosistem kendaraan dan baterai listrik di Indonesia tak mudah dan berpotensi terhambat akibat sejumlah kebijakan negara lain. Hal ini seperti Inflation Reduction Act (IRA) oleh AS dan Critical Raw Materials Act (CRMA) oleh Uni Eropa.
Melalui IRA, Pemerintah AS akan menggelontorkan subsidi pajak 7.500 dollar AS bagi mereka yang membeli kendaraan listrik. Walakin, subsidi diberikan dengan syarat komponen mineral pembentuk baterai kendaraan tersebut harus ditambang, diproses, dan dirakit di AS ataupun di negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) dengan AS (Kompas.id, 28/4/2023).
Menurut Toto, CRMA memiliki pola yang mirip dengan IRA. Karena itu, kebijakan dari Uni Eropa tersebut perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah Indonesia. Dalam konteks ini, Inggris tidak termasuk Uni Eropa dan masih menerima hasil produksi nikel Indonesia.
Secara spesifik mengenai IRA, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin menerangkan, pihaknya telah menemui Pemerintah AS untuk menjelaskan bahwa nikel terdapat di Indonesia. Ketika AS tidak mengakui upaya hilirisasi nikel Indonesia, biaya yang perlu mereka keluarkan lebih tinggi dan rantai pasok akan terganggu.
Ketika AS tidak mengakui upaya hilirisasi nikel Indonesia, biaya yang perlu mereka keluarkan lebih tinggi dan rantai pasok akan terganggu.
”Pada dasarnya mereka (AS) yang akan rugi ketika tidak membeli critical mineral dari Indonesia. Mereka sudah tahu itu,” ujarnya.
Sementara itu, Hyundai Motor Group, melalui Hyundai Energy Indonesia, mulai membangun pabrik battery system di Cikarang, Jawa Barat, pada Rabu (31/5/2023). Pembangunan pabrik tersebut direncanakan rampung pada 2024 dan langsung berproduksi secara massal. Di tahun pertama beroperasi akan diproduksi 21.000 unit battery system assembly.