Edukasi Konsumen dan Isu Tarif Menjadi Tantangan Bisnis Konvergensi
Operator telekomunikasi seluler di Indonesia mulai terjun ke bisnis konvergensi layanan jaringan tetap dan bergerak atau "fixed mobile konvergence/FMC". FMC telah berkembang secara global.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bisnis konvergensi layanan jaringan tetap dan seluler atau fixed mobile convergence telah menjadi tren di industri telekomunikasi global dan berpeluang menjadi instrumen pendapatan baru bagi operator telekomunikasi. Meski demikian, keberhasilan penerapan komersialnya menghadapi tantangan edukasi kepada konsumen dan isu tarif.
Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung Ian Josef Matheus Edward, Minggu (28/5/2023), di Jakarta, mengatakan, dari sisi operator telekomunikasi, positifnya mengimplementasikan fixed mobile convergence (FMC) yaitu menyatukan perencanaan, pembangunan, dan operasional layanan sehingga belanja modal ataupun belanja operasional menjadi lebih murah. Dilihat dari sisi teknis, FMC akan membuat pendistribusian layanan wi-fi (jaringan tetap telekomunikasi) dan data seluler menjadi mulus.
“Secara riil, konsumen saat ini memerlukan layanan telekomunikasi yang memiliki kualitas sama di semua tempat. Layanan tanpa putus di dalam dan luar ruangan. Karena FMC terus berkembang secara global, pelanggan memiliki opsi portabilitas layanan lebih mudah, seperti langganan wi-fi yang mudah dipindah mengikuti konsumen bersangkutan yang pindah lokasi tempat tinggal,” ujar Ian.
Ian menambahkan, jika bisnis FMC disosialisasikan dengan baik, konsumen akan peduli. Pasalnya, prinsip FMC sebenarnya bertujuan untuk menyediakan pengalaman konsumen yang lebih baik.
Operator telekomunikasi internasional besar telah berpartisipasi menerapkan bisnis FMC sejak tahun 2005. Laporan yang disampaikan Informa, sebuah perusahaan investigasi profesional, menunjukkan bahwa layanan FMC akan menunjukkan perkembangan yang lebih cepat. Sebelum 2011, layanan FMC global memiliki sekitar 92 juta pengguna. Pada saat itu, pengeluaran tahunan pengguna untuk layanan FMC mencapai 28 miliar dolar AS, naik 30 persen terhadap pendapatan telekomunikasi tahunan.
Trimegah Sekuritas melalui laporan Telco — Mobile and Fixed The Race To Fixed-Mobile Convergence (14/11/2022) menyampaikan, Telkomsel dan Indihome telah memulai inisiatif FMC mereka dengan memperkenalkan Halo IndiHome (paket bundling antara Telkomsel Halo dan Indihome) dan SMOOA (paket kolaborasi IndiHome-Telkomsel). Telkomsel dan Indihome masing-masing memiliki 160 juta dan 9 juta pelanggan pada triwulan II-2022.
XL Axiata telah memperkenalkan Kuota Bersama (layanan data seluler) XL sebagai fitur tambahan untuk paket First Media. XL Axiata telah memiliki produk FMC, yaitu XL Satu, yang terdiri dari XL Satu Fiber dan XL Satu Lite yang menggabungkan layanan jaringan tetap dengan jaringan bergerak. Pada triwulan III-2022, XL Axiata memiliki sekitar 800.000 sambungan jaringan tetap ke rumah atau home pass dengan sekitar 96.000 pelanggan, sementara First Media memiliki sekitar 3 juta home pass dan 850.000 pelanggan.
Smartfren juga memiliki produk bernama “True Quadplay”, yang menggabungkan layanan jaringan tetap, layanan televisi berbayar, telepon, dan seluler. Adapun Indosat Ooredoo Hutchison telah mengembangkan Indosat-3 dan HiFi.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jerry Mangasas Swandy, saat dihubungi terpisah, berpendapat, tren bisnis FMC berpeluang mendorong peningkatan cakupan jaringan telekomunikasi. Dilihat dari sisi teknis transport network (protokol untuk mengirim pesan jaringan melalui jaringan serat optik), FMC akan mendorong penyelenggaraan infrastruktur jaringan yang lebih efisien.
“Hanya saja, seberapa besar perluasan cakupan jaringan telekomunikasi dan seberapa besar keandalan layanan di Indonesia pasca-FMC diterapkan itu butuh kajian mendalam. Belum lagi, isu tarif layanan FMC kepada konsumen seperti apa nantinya setelah FMC masif diimplementasikan,” tutur Jerry.
Industri telekomunikasi di Indonesia sempat mengalami sengitnya perang harga layanan. Pelanggan membayar relatif lebih sedikit, namun menikmati produk telekomunikasi yang luas dan tidak sepadan dengan nilai pengeluaran mereka.
Senior Vice President Corporate Communication and Investor Relations PT Telkom Indonesia Tbk (Persero) Tbk atau Telkom, Ahmad Reza, mengatakan, pendapatan industri telekomunikasi saat ini hanya tumbuh 2 persen. Sementara belanja modal naik 2–3 persen setiap tahun. Jika suatu perusahaan telekomunikasi tidak memiliki banyak sumber pendapatan, perusahaan bersangkutan akan mengalami senjakala. FMC adalah salah satu solusi untuk menghadapi masalah itu.
“Pada saat pembatasan sosial karena pandemi Covid-19, pelanggan jaringan tetap telekomunikasi tumbuh pesat. Ada pemain yang mematok harga berlangganan cukup terjangkau, yaitu Rp 70.000 per bulan sedangkan kami (IndiHome) sekitar Rp 200.000-an per bulan. Kalau ingin kualitas layanan bersaing sehat, kami tidak mungkin menurunkan harga (begitu saja),” kata Ahmad, akhir pekan lalu.
Pada Kamis (6/4/2023), di Jakarta, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom dan PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel mengumumkan telah menandatangani perjanjian pemisahan bersyarat (Conditional Spin-off Agreement/CSA) untuk mengintegrasikan IndiHome ke Telkomsel. Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Telkom pada Selasa (30/5/2023) akan memutuskan persetujuan pemisahan usaha IndiHome Telkom ke Telkomsel.
“Kami telah melakukan pemetaan implementasi FMC yang dilakukan oleh beberapa operator telekomunikasi di luar negeri. Ada operator telekomunikasi yang sukses menjalankan bisnis FMC dan ada juga yang sebaliknya. Kebanyakan bisnis FMC yang gagal karena operator cuma mengandalkan diskon,” kata Ahmad.