Lelang Baru Spektrum Frekuensi Direncanakan Tahun 2023
Pemerintah berkomitmen lelang baru spektrum frekuensi untuk menunjang percepatan 5G akan dilakukan tahun depan. Beberapa spektrum frekuensi yang berpotensi dilelang adaah 700 MHz, 3,5 GHz, dan 2,6 GHz.
Oleh
MEDIANA
·5 menit baca
MEDIANA
Direktur Jenderal SDPPI Kemkominfo Ismail saat memberikan sambutan di acara 5G Summit yang digelar oleh Mastel, Kamis (24/11/2022), di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mendorong percepatan penggelaran layanan berteknologi akses seluler 5G, pemerintah mulai menyiapkan strategi lelang baru spektrum frekuensi beserta dasar hukum pemberian insentif dan kompensasi untuk industri telekomunikasi. Di luar dukungan regulasi dan kebijakan pemerintah itu, para operator telekomunikasi seluler didorong terus menyelesaikan modernisasi jaringan dan pembangunan jaringan kabel fiber optik. Keduanya juga penting untuk menyokong layanan 5G yang optimal.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Ismail menyampaikan hal itu saat menghadiri diskusi “5G Summit” yang diselenggarakan oleh Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Kamis (24/11/2022), di Jakarta.
Terkait spektrum frekuensi, dia menyebutkan ada 700 megahertz (MHz), 3,5 gigahertz (GHz), dan 2,6 GHz. Untuk spektrum frekuensi 700 MHz, spektrum ini dipakai oleh lembaga penyiaran. Ismail mengatakan pihaknya ‘bertempur’ menyelesaikan migrasi siaran analog ke digital terestrial (ASO) di se jumlah kabupaten/kota.
“Kami baru menyelesaikan ASO untuk Jabodetabek. Tekanan kami kuat agar ASO segera selesai. Memang, (pemerintah) sudah muncul pertimbangan berupa lelang frekuensi 700 MHz bisa dilakukan karena sudah ada kabupaten/kota selesai ASO, tanpa menunggu ASO nasional tuntas,” ujar dia.
Kemudian, terkait spektrum frekuensi 3,5 GHZ. Spektrum ini sedang dipakai oleh operator satelit telekomunikasi, tetapi beberapa kali Kemkominfo memfasilitasi uji coba pemakaian spektrum itu untuk penggelaran layanan 5G. Pemerintah sedang menghitung kompensasi, jika jadi ada bagian rentang pita spektrum frekuensi 3,5 GHz dipakai oleh operator telekomunikasi seluler.
Adapun, mengenai spektrum frekuensi 2,6 GHz. Ismail menyampaikan bahwa spektrum ini sekarang masih digunakan oleh televisi berbayar. Masa pemakaiannya akan selesai 2024. Namun, Kemkominfo berharap ada terminasi tinggi dan pemerintah bisa memberikan kompensasi.
“Kami siap terbuka, apalagi berkaitan dengan harga spektrum frekuensi. Niat kami adalah menjaga keseimbangan antara perolehan penerimaan negara bukan pajak dan regulatory cost yang harus ditanggung oleh operator telekomunikasi seluler,” kata dia.
Direktur Penataan Sumber Daya Kemkominfo Denny Setiawan menambahkan, pihaknya berharap lelang baru spektrum frekuensi bisa dilakukan mulai tahun 2023. Saat ini, pemerintah (Kemkominfo) sedang menghitung harga spektrum frekuensi yang akan dilelang bersama sejumlah akademisi.
Bersamaan dengan hal itu, Kemkominfo menyiapkan dasar hukumnya, termasuk dasar hukum untuk memberikan insentif kepada operator telekomunikasi seluler. Salah satunya adalah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2015 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Komunikasi Dan Informatika pada pekan mendatang.
“Pokoknya, lelang baru harus (terlaksana) tahun depan (meski belum keluar detail jadwal). Sebab, kalau lelang baru dilakukan tahun 2024, hal ini relatif akan menyulitkan (industri telekomunikasi),” kata dia.
Ismail menambahkan, ada dua urusan percepatan penggelaran 5G yang sebenarnya operator bisa lakukan tanpa harus tunggu pemerintah. Kedua urusan itu adalah modernisasi jaringan dan fiberisasi atau pembangunan kabel fiber optik.
“Jika dua urusan itu tidak segera dikerjakan, keluhan 4G rasa 3G akan terulang. Kami paham bahwa modernisasi jaringan dan fiberisasi butuh konsentrasi dan investasi ‘berdarah-darah’. Kami siap bantu dengan mendorong pemerintah daerah tidak mematok pricing pungutan penggelaran jaringan kabel optik terlalu tinggi,” tutur dia.
KOMPAS/ANDY RIZA HIDAYAT
Pengunjung penasaran dengan salah satu teknologi berbasis 5G yang dipamerkan di salah satu gerai di ajang Mobile World Congress di Shanghai, China, Rabu (26/6/2019).
Pada saat bersamaan, Direktur Spektrum Mobile Communications Association (GSMA) Asia Pasifik, Yi Shen Chan, mengatakan, konektivitas jaringan telekomunikasi seluler telah memegang peranan sentral untuk perekonomian selama dua dekade terakhir. Teknologi akses seluler 5G yang memiliki kecepatan lebih cepat dan lebih andal diyakini akan semakin membantu aktivitas perekonomian.
Berdasarkan studi GSMA, penggelaran layanan 5G dapat memberikan potensi ekonomi 961 miliar dollar AS atau 0,68 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2030. Nilai ini bisa tercapai asalkan ada kecukupan spektrum frekuensi.
Sementara itu, apabila terdapat kendala keterbatasan spektrum frekuensi, studi GSMA memperkirakan potensi ekonomi yang bisa diraup akan turun sekitar 40 persen atau menjadi 594 miliar dollar AS. Nilai ini hanya berkontribusi 0,42 persen terhadap PDB tahun 2030.
Di Indonesia, Chan mengatakan, lalu lintas data seluler per koneksi ponsel pintar per bulan telah tumbuh 4,3 kali lipat sepanjang 2017–2020. Pada tahun 2020, khususnya, lalu lintas data seluler bulanan per koneksi ponsel pintar telah mencapai 6,5 gigabit (GB). Untuk Asia Tenggara, GSMA memperkirakan, lalu lintas data seluler per koneksi ponsel pintar per bulan akan tumbuh 5,8 kali lipat sepanjang 2021–2027, atau dari 8 GB menjadi 46 GB per bulan.
Jika studi itu benar, maka penggelaran 5G amat dibutuhkan. Konsumen di Indonesia ataupun Asia Tenggara merupakan konsumen yang haus data seluler. Koneksi internet penting mendukung aktivitas sehari-hari ataupun operasional industri pada masa depan.
Dia memandang, tantangan klasik yang dihadapi oleh Indonesia untuk mengoptimalkan peran 5G adalah kebutuhan spektrum frekuensi lebih banyak, terutama untuk jenis mid-band. Saat ini, total lebar pita spektrum frekuensi yang digunakan di Indonesia hanya mencapai 452 MHz. Pada jenis mid-band, khususnya, total lebar pitanya hanya 360 MHz di seluruh 1800 MHz, 2100 MHz, dan 2300 MHz yang telah ditetapkan. Sementara di kawasan Asia Pasifik, total lebar pitanya telah mencapai rata-rata 850 MHz.
Dengan kata lain, lelang spektrum frekuensi baru sudah ditunggu oleh industri telekomunikasi. Tantangan lelang baru adalah harga spektrum frekuensi.
“Harga spektrum frekuensi perlu diselaraskan dengan hasil layanan diinginkan dan keberlanjutan sektor industri telekomunikasi. Harga spektrum frekuensi yang tinggi akan berdampak negatif terhadap pengembangan 5G. Sebab, operator telekomunikasi akan kesulitan menggali investasi,” imbuh Chen.