Defisit Fiskal Kembali Ditekan, Belanja Jadi Tantangan di Tahun Politik
Pemerintah menargetkan defisit APBN 2024 di kisaran 2,16-2,64 persen dari produk domestik bruto. Pemerintah diharapkan berkomitmen menjaga belanja yang berkualitas di tengah tahun politik.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melanjutkan langkah konsolidasi fiskal pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024. Kendati penerimaan negara tidak akan tumbuh setinggi tahun lalu, target defisit fiskal diyakini masih realistis selama mampu diimbangi dengan kebijakan belanja yang berkualitas dan tidak populis di tengah tahun politik.
Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024, pemerintah menargetkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan di kisaran 2,16-2,64 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan Rp 496,6 triliun hingga Rp 610,9 triliun.
Untuk mencapai target defisit fiskal itu, pemerintah menyasar pendapatan negara sebesar 11,81-12,38 persen dari PDB atau berkisar Rp 2.719,1 triliun-Rp 2.865,3 triliun. Sementara target belanja dipasang di kisaran 13,97-15,01 persen dari PDB atau Rp 3.215,7 triliun-Rp 3.476,2 triliun.
Seiring dengan itu, tingkat rasio utang pada RAPBN 2024 pun ditargetkan menurun di kisaran 38,07-38,97 persen dari PDB, lebih rendah daripada target pada APBN 2023, yakni 39,4 persen dari PDB.
Sebelumnya, pemerintah berhasil menekan defisit fiskal lebih awal ke 2,38 persen dari PDB pada 2022. Untuk APBN 2023, pemerintah juga melanjutkan konsolidasi fiskal dengan memasang target defisit 2,84 persen dari PDB.
Defisit APBN di bawah 3 persen yang disasar sejak 2022 itu merupakan langkah disiplin fiskal setelah sebelumnya defisit APBN sempat diperlebar guna membiayai belanja negara selama pandemi Covid-19. Saat itu, defisit mencapai 5,78 persen pada 2020 dan 4,65 persen pada 2021, sementara utang negara meningkat hingga hampir 50 persen.
Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB-UI), Teuku Riefky mengatakan, kendati pemasukan negara tidak akan setinggi tahun lalu akibat pendapatan dari komoditas yang sudah termoderasi, target defisit fiskal sebesar 2,16 persen dari PDB masih memungkinkan dicapai.
Target defisit fiskal sebesar 2,16 persen dari PDB masih memungkinkan dicapai.
”Dengan melihat target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen sampai 5,7 persen, rasanya masuk akal jika persentase defisit bisa lebih rendah lagi. Jika PDB semakin besar, meski dengan angka nominal defisit yang sama, persentase defisitnya bisa lebih kecil,” katanya, Minggu (21/5/2023).
Selain itu, berbagai langkah reformasi, seperti disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) juga diyakini bisa mendorong penerimaan negara meski tidak akan sesignifikan lonjakan pemasukan pada 2022 akibat momentum ledakan harga komoditas.
”Aktivitas ekonomi terus membaik. Selain konsumsi masyarakat, sektor usaha, seperti ritel, wholesale, transportasi, itu meningkat sejak tahun ini. Apalagi, tahun depan itu pemilu sehingga ada dorongan permintaan dan konsumsi,yang akan menopang penerimaan negara,” ujar Riefky.
Jangan populis
Tantangan untuk menjaga defisit fiskal ada di sisi belanja negara, terutama di tengah tahun politik. Riefky mengatakan, biasanya, menjelang pemilu, ada banyak kebijakan populis yang dikeluarkan pemerintah guna menarik simpati rakyat dan menggenjot elektabilitas. Misalnya, belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tiba-tiba meningkat meski tidak mendesak.
”Harapannya, pemerintah tidak akan melakukan belanja yang sembrono di putaran akhir. Sejauh ini, sih, kita melihat belum ada indikasi ke sana,” katanya.
Pemerintah diharapkan tetap konsisten dengan kebijakan belanja berkualitas yang memiliki efek pengganda (multiplier) besar terhadap produktivitas dan pembangunan ekonomi jangka panjang. ”Kita memang tidak berharap ada kebijakan reformasi besar-besaran yang muncul karena biasanya langkah seperti itu berisiko di tahun politik, tetapi setidaknya komitmen pada quality spending itu dijaga,” ujarnya.
Belanja negara yang diarahkan untuk menuntaskan berbagai proyek strategis nasional (PSN) juga perlu dipilah berdasarkan skala prioritas. ”Perlu difokuskan ke proyek yang memang feasible untuk selesai karena memang ada beberapa PSN yang mau dikejar pun tampaknya susah untuk selesai, justru berisiko jadi proyek mangkrak,” katanya.
Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, tahun ini, ada pembangunan 30 PSN dengan total nilai Rp 288 triliun yang akan dikebut penyelesaiannya. Sementara pada tahun 2024 ada 31 proyek di luar kawasan industri yang dikejar penuntasannya dengan nilai total Rp 127 triliun.
Harapannya, pemerintah tidak akan melakukan belanja yang sembrono di putaran akhir.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menambahkan, selain belanja yang perlu lebih efisien, pemerintah juga perlu memastikan penerimaan negara terjaga. Sebab, masih banyak sektor yang belum pulih benar akibat terdampak pandemi dan ketidakpastian global belakangan ini, khususnya sektor-sektor yang berorientasi ekspor.
Selain itu, harga komoditas global yang terkoreksi juga akan menurunkan penerimaan pajak dan bukan pajak. ”Ini berpotensi membuat sumbangan penerimaan pajak dari Pajak Penghasilan (PPh) badan belum akan normal. Kita akan kembali bergantung pada PPh orang pribadi dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) konsumsi domestik untuk penerimaan tahun depan,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memaparkan poin-poin KEM-PPKF 2024 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat (19/5/2023), mengatakan, pemerintah akan memastikan belanja negara diarahkan untuk mencapai sasaran dan target prioritas nasional, seperti penuntasan PSN dan proyek prioritas strategis lainnya.
Khususnya, untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, serta untuk mendukung pelaksanaan Pemilu 2024. ”Pemerintah akan terus mendorong penguatan belanja yang lebih berkualitas sebagai komitmen bersama,” katanya.