Optimalkan Data, Presiden Usul Survei Pertanian Tiap Lima Tahun
Presiden Jokowi menyatakan, pemerintah kerap ”kedodoran” dan tak siap soal data, seperti luas lahan pertanian dan jumlah pupuk yang dibutuhkan, dalam perumusan kebijakan. Data pertanian harus mutakhir dan tepercaya.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menilai, pemerintah membutuhkan data yang akurat untuk menentukan kebijakan pertanian sehingga mengusulkan sensus diadakan setiap lima tahun sekali agar lebih muktahir. Padahal, sudah ada survei antarsensus pertanian yang dapat dioptimalkan untuk menjadi landasan kebijakan pertanian.
Badan Pusat Statistik menyelenggarakan Sensus Pertanian 2023 pada 1 Juni-31 Juli 2023. Sensus ini dilandasi oleh Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik serta direkomendasikan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Sensus yang digelar periodik sepuluh tahun sekali sejak 1963 ini akan mencakup subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, peternakan, perikanan, perhutanan, dan jasa pertanian.
Presiden mendukung pelaksanaan Sensus Pertanian 2023 karena kebijakan yang tepat membutuhkan data yang akurat. Sensus tersebut penting karena keputusan terkait kebijakan pertanian membutuhkan data yang muktahir (terkini), akurat, dan tepercaya. Namun, dia berpendapat, sensus yang diadakan tiap sepuluh tahun sekali itu terlalu lama.
”Perubahan berjalan setiap tahun, tetapi keputusan masih memakan data sepuluh tahun yang lalu. Mestinya (sensus) ini diadakan lima tahun sekali. Biaya (yang dibutuhkan untuk sensus) tidak banyak, mungkin sekitar Rp 3 triliun,” ujarnya dalam Pencanangan Sensus Pertanian 2023 yang diadakan secara hybrid, Senin (15/5/2023).
Sektor pertanian, katanya, turut memegang peran strategis dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB) dan penciptaan lapangan kerja. Di tengah isu krisis pangan dunia akibat perubahan iklim dan perang, sektor pertanian nasional semakin penting. Oleh sebab itu, pemerintah perlu hati-hati dalam menangani sektor tersebut.
Data BPS menunjukkan, kontribusi sektor pertanian dalam pertumbuhan tahunan PDB pada triwulan I-2023 sebesar 11,77 persen. Serapan tenaga kerja di sektor pertanian pada Februari 2023 mencapai 29,36 persen dari penduduk bekerja. Dengan jumlah serapan tersebut, pertanian menempati posisi teratas dibandingkan sektor lainnya.
Menanggapi usulan tersebut, Ketua Forum Masyarakat Statistik Bustanul Arifin mengatakan, pelaksanaan sensus pertanian sepuluh tahun sekali sudah cukup dan memadai. Di antara dua sensus pertanian terdapat survei bernama Survei Pertanian Antarsensus (SUTAS). Data SUTAS pun dapat menjadi landasan yang valid untuk menyusun kebijakan dan keputusan di sektor pertanian. Fungsi SUTAS sama seperti SUPAS (Survei Penduduk Antarsensus) pada Sensus Penduduk, yakni memverifikasi dan mengoreksi proyeksi yang telah dibuat setelah pelaksanaan suatu sensus.
Pada 2018, BPS menyelenggarakan SUTAS yang menjembatani Sensus Pertanian 2013 dan 2023. Data yang dimuat dalam SUTAS meliputi perkiraan jumlah rumah tangga pertanian serta luas lahan yang dikuasai/diusahakan.
Bustanul berharap, proses pengumpulan, pemilahan, dan pengolahan data tidak memakan waktu terlalu lama. ”Dengan demikian, hasil Sensus Pertanian 2023 dapat dilihat atau dipakai pada akhir tahun ini,” ujarnya saat dihubungi, Senin.
Sementara itu, Kepala BPS Margo Yuwono merinci, Sensus Pertanian 2023 akan menyajikan data terkait pelaku usaha pertanian secara detail (by name by address) yang dapat menjadi acuan pemerintah dalam merumuskan program-program, statistik geospasial pertanian, dan potensi pertanian, termasuk pertanian kota (urban farming), struktur demografi petani, luas lahan pertanian berdasarkan penggunaan, serta jenis kepemilikan dan irigasi, serta basis data usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pertanian.
Responden sensus ini terdiri dari pelaku usaha pertanian perorangan (petani) dan berbadan hukum (perusahaan). Terdapat sekitar 190.000 petugas sensus yang dikerahkan se-Indonesia.
Dia mengatakan, hasil Sensus Pertanian 2023 dapat menjadi landasan data sasaran penerima program pupuk bersubsidi. ”Kami juga akan kaji terlebih dahulu arahan Presiden tersebut (pelaksanaan sensus pertanian sebanyak lima tahun sekali,” ujarnya saat dihubungi, Senin.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menggarisbawahi pentingnya sensus pertanian dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran. Contohnya, kebijakan pupuk subsidi yang semestinya tersedia sebanyak 24 juta ton.
”Namun, kemampuan uang negara hanya (mampu mengakomodasi sebanyak) 8 juta ton. Oleh sebab itu, kami perlu mendorong sistem by name by address. Saat ini, proses penyaluran berlangsung dari pusat ke provinsi, provinsi ke kabupaten, dan kabupaten ke petani. Semua bisa kita awasi dengan baik,” tuturnya melalui siaran pers yang diterima, Senin.