Emiten teknologi PT Bukalapak.com Tbk dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk telah melantai di Bursa Efek Indonesia sekitar setahun. Kedua perusahaan masih berjuang mencetak profit.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Emiten teknologi PT Bukalapak.com Tbk (Bukalapak) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) menargetkan bisa mencapai target untung pada triwulan IV-2023. Keputusan ini mesti berhadapan dengan kondisi industri teknologi yang masih dibayang-bayangi tech winter.
Tech winter adalah kondisi kenaikan biaya modal yang memaksa investor memperketat seleksi investasi mereka untuk memaksimalkan pengembalian investasi dan menurunkan risiko. Peningkatan biaya modal ini, antara lain, disebabkan oleh faktor makroekonomi, seperti perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada harga energi dan rantai pasok global.
Pada triwulan I-2023, Bukalapak membukukan rugi operasional sebesar Rp 1,17 triliun sehingga mencatat rugi bersih sebesar Rp 1 triliun. Adapun pada periode sama tahun lalu, Bukalapak mencatat laba bersih sebesar Rp 14,55 triliun. Ini karena pada periode triwulan I-2022, Bukalapak mendapatkan laba yang substansial dari nilai investasi pada PT Allo Bank Tbk
“Saat ini kami belum untung. Semoga akhir tahun, kami bisa membukukan profit melalui EBITDA yang disesuaikan positif pada triwulan IV-2023. Dana dari hasil IPO masih utuh,” ujar Presiden Bukalapak Teddy Oetomo di sela acara halalbihalal bersama media, Kamis (4/5/2023), di Jakarta.
Dia menjelaskan bahwa pada triwulan I-2023, subsidi pemasaran atau aksi bakar uang sedikit dilakukan. Semua target bisnis tercapai. Dana kas operasional juga masih positif. Itu semua membuat dana IPO belum terpakai.
Tingkat pengembalian investasi di PT Allo Bank Tbk turun pada triwulan I-2023 karena kondisi harga saham di pasar modal. Teddy memastikan akan melanjutkan investasi di bank digital ini. Sebab, perusahaan telah berencana agar layanan bank digital bisa disambungkan dengan bisnis Mitra Bukalapak.
Sebelumnya, Direktur Utama GoTo Andre Soelistyo mengungkapkan optimisme untuk mencapai EBITDA (pendapatan sebelum bunga, pajak, dan amortisasi) positif pada triwulan IV-2023. EBITDA mencerminkan laba operasi perusahaan.
”Ini adalah target 5–6 kuartal lebih cepat. Seandainya kami bisa mencapai itu, kas perusahaan akan positif. Kami menginginkan semua lini bisnis utama bisa didanai dari kas internal,” ujar Andre (Kompas.id, 17/2/2023).
Dalam siaran pers kinerja triwulan I-2023, Kamis (27/4/2023), di Jakarta, dia mengatakan, GoTo terus melangkah menuju profitabilitas. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan EBITDA yang disesuaikan sebesar 67 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau menjadi minus Rp 1,6 triliun.
”Perseroan telah berada pada pertengahan jalan menuju target EBITDA yang disesuaikan positif pada triwulan keempat tahun 2023. Fokus kami pada pelanggan setia yang menguntungkan, kedisiplinan dalam pengelolaan beban, dan meningkatkan efisiensi secara signifikan,” ujarnya.
Pendapatan bruto GoTomeningkat 14 persen dibandingkan triwulan I-2022 menjadi Rp 6 triliun, sedangkan biaya insentif dan pemasaran turun sebesar Rp 2,6 triliun atau 39 persen.
Posisi kas GoTo dan neraca keuangan tetap solid. Jumlah kas dan setara kas sebesar Rp 26,8 triliun. Fasilitas kredit tercatat sekitar Rp 4,65 triliun dan sekitar Rp 1,5 triliun di antaranya telah digunakan per 31 Maret 2023.
Principal Advisor Nilzon Capital, John Octavianus, Jumat (5/5/2023), di Jakarta, berpendapat, investor harus dapat membedakan secara jeli kata-kata yang digunakan dalam proyeksi, apakah laba bersih, laba operasional, kontribusi marjin atau adjusted EBITDA (pendapatan perusahaan sebelum dikurangi bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi yang disesuaikan). Masing-masing memiliki pengertian berbeda dan perhitungannya pun berbeda.
Sebagai gambaran, EBITDA merupakan pengukuran internal yang umumnya digunakan untuk mengukur runway (umur cadangan kas hingga habis) pada start up dan kapasitas perusahaan dalam menyerap tambahan utang. Lalu, adjusted EBITDA merupakan modifikasi lebih lanjut dari EBITDA, yang mana nilai EBITDA akan disesuaikan lebih lanjut dengan berbagai macam pos non-operasional yang dinilai ”wajar” oleh internal perusahaan.
”Berdasarkan keterbukaan informasi dari masing-masing perusahaan tersebut, titik target yang akan dicapai adalah adjusted EBITDA atau kontribusi marjin, yang mana kedua perusahaan tersebut masih mencatatkan kerugian operasional,” ujarnya.
Namun, dengan upaya-upaya yang Bukalapak dan GoTo lakukan kini, John memandang, hal tersebut setidaknya dapat memperpanjang runway perusahaan sampai kondisi makroekonomi membaik. Salah satu upaya paling masuk akal adalah melakukan perampingan organisasi karena pos beban gaji lumayan signifikan bagi perusahaan rintisan setelah biaya riset dan teknologi. Jadi, perampingan bukan serta merta merupakan hal yang buruk bagi perusahaan, sebaliknya bisa menjadi titik balik performa perusahaan dalam jangka panjang. Bagi pekerja terdampak perampingan, permintaan lowongan kerja di sektor industri teknologi masih cukup kuat sehingga mereka seharusnya tidak terlalu khawatir.
John menilai, lini bisnis yang dapat menopang kontribusi profit baik dari Bukalapak maupun GoTo adalah bisnis e-dagang. Sebab, masih banyak hal di dalam bisnis e-dagang yang dapat dimonetisasi tanpa harus mengeluarkan tambahan biaya, mulai dari sisi pembeli, penjual, sistem pembayaran, hingga sistem logistik dan iklan. Bukalapak dan GoTo bisa memprioritaskan kontribusi iklan terutama dalam masa sulit seperti saat ini karena pendapatan iklan umumnya memberikan kontribusi marjin yang signifikan dan tebal.
”Khusus GoTo, bisnis Gojek mungkin akan terus menjadi pemberat performa. Kecuali, perusahaan menata ulang fokus Gojek untuk menggarap segmen konsumen yang tidak sensitif terhadap harga meskipun harus menurunkan skala usahanya (mengurangi kapasitas dan jumlah layanan),” kata John.