Tak Atur Keuangan, Babak Belur Kemudian
Pengeluaran yang membengkak selama Ramadhan dan Lebaran terjadi karena seseorang tidak merencanakan keuangan dengan baik. Mereka terkadang lebih memprioritaskan keinginan daripada kebutuhan dan lupa menyisihkan THR.
Selama masa Ramadhan hingga masa libur Lebaran, pengeluaran tentu akan jauh membengkak. Persiapan jauh-jauh hari terkadang tidak sesuai prediksi. Dompet menipis, tabungan terkuras. Perlu perencanaan yang maksimal agar keuangan tak jebol lagi di kemudian hari.
Sejak jauh-jauh hari, Nafila (24) telah merencanakan pengeluaran mudik tahun ini dengan matang. Pekerja salah satu badan usaha milik negara di Cilegon, Banten, ini merencanakan tunjangan hari raya (THR)-nya untuk sejumlah keperluan. Namun, lagi-lagi pengeluaran tak terduga tidak dapat dihindari.
Sebelumnya, alokasi penggunaan THR-nya telah dirancang 75 persen untuk keperluan Lebaran dan 25 persen untuk ditabung. Total Rp 5 juta ia anggarkan untuk tiket mudik ke Kebumen, Jawa Tengah; THR keluarga; membeli kue Lebaran; dan membantu memperbaiki rumah orangtua.
Prediksinya, pengeluaran tidak terduga akan ada di THR, makanya ia telah mengantisipasi dengan menyediakan uang lebih. Persis sesuai dugaannya, jatah untuk THR bertambah beberapa ratus ribu untuk saudaranya yang perkiraan awal Rp 1 juta.
Tidak hanya itu, mudik dari Cilegon ke Kebumen membengkakkan anggarannya. Semula, ia menganggarkan Rp 2 juta, untuk akomodasi dan transportasinya. Namun, ia harus menambah sekitar Rp 500.000. Tidak mengira akan terjadi pembengkakan, Nafila akhirnya mengambil uang tabungan dan gaji. Alhasil, peruntukan menabung berkurang dari 25 persen menjadi 20 persen dari THR kali ini.
”Pokoknya kalau penggunaan THR tidak masuk pada rencana awal, ya, gak dikeluarkan untuk itu, kecuali udah penting banget,” ucap Nafila, Selasa (25/4/2023).
Nasib Olivia Putri (26) jauh lebih tragis. Sejak sebelum Lebaran ia telah dongkol setengah mati. Sebab, ia tidak mendapat THR dari tempat kerjanya, sebuah perusahaan rintisan pendidikan di Jakarta Selatan. Informasi ini ia dapatkan H-8 Lebaran, persis sehari sebelum tenggat terakhir pembayaran hak pekerja oleh pengusaha.
Tidak mendapatkan THR membuat ia harus merogoh tabungan untuk mudik dan berbagi rezeki kepada keluarga di kampung. Selain itu, juga ada rencana pribadinya yang terpaksa harus ditunda.
”Semenjak bekerja dan punya penghasilan sendiri, kebutuhan Lebaran jadi tanggunganku. Apalagi, semenjak bekerja jauh dari rumah, anggarannya berkali-kali lipat. Selain beli tiket balik kampung, juga harus memberi rezeki ke nenek dan kakek untuk dibagi-bagikan ke saudara,” tutur Olivia, Senin (24/4/2023).
Baik Olivia maupun kakek, nenek, dan adiknya yang tinggal di Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, beragama Katolik. Karena banyak kerabat dan tetangganya yang beragama Islam, mereka turut merayakan Lebaran, yang bahkan lebih ramai ketimbang perayaan Natal.
”Idul Fitri seperti hari raya terbesar yang kami punya, bahkan lebih dari Natal. Kami menganggap Idul Fitri sama-sama berartinya walaupun kami Katolik, karena semua anggota keluarga berkumpul saat Idul Fitri,” ujar Olivia.
Oleh sebab itu, ia menilai wajar apabila pengeluaran keluarganya untuk Idul Fitri lebih besar ketimbang Natal. Hal ini karena lebih banyak kebutuhan yang dibeli saat Lebaran, seperti kue kering dan basah, THR untuk anak-anak, dan perbaikan rumah.
Baca juga:SepekanJelang Idul Fitri, Daya Beli Masyarakat Belum Pulih
Rencananya, uang THR Olivia akan dialokasikan untuk transportasi mudik sebesar Rp 2 juta, THR kakek dan neneknya total Rp 2 juta. Selain itu, ia punya rencana tes bahasa Inggris sebesar Rp 3,5 juta karena ia ingin mendaftar beasiswa. Dengan total Rp 7,5 juta ini, ia harus mengambil Rp 500.000 dari tabungannya untuk menutupi.
Rencana ini gagal semenjak ia tahu tidak akan mendapatkan THR. Mau tidak mau, Olivia harus merogoh tabungan agar bisa pulang dan tetap memberikan THR kepada kakek dan nenek. Ia memutuskan untuk memberi nenek dan kakeknya Rp 1,3 juta, berkurang Rp 700.000 dari rencana awal.
Memutar otak lagi untuk berhemat, ia mengurangi anggaran transportasi menjadi Rp 1,2 juta. Tiket kepergian ke Yogyakarta seharga Rp 1 juta sudah tidak dapat diubah karena semua tiket kereta api sebelum Lebaran sudah habis. Untuk kepulangan ke Jakarta, ia memilih pulang tanggal 9 Mei 2023 dengan mengambil jatah cuti dan bekerja dari rumah agar mendapatkan tiket kereta dengan harga murah.
Tidak hanya itu, Olivia menunda rencana mengambil tes IELTS. Alhasil, ia harus mengikuti periode pendaftaran beasiswa yang berikutnya karena ia perlu menabung lagi untuk membayar tes ini.
”Ternyata, begitu aku sampai Yogya, masih aja ada kebutuhan di rumah. Misalnya membeli hamper dan kue Lebaran atau memantaskan rumah seperti memperbaiki genteng yang bocor agar tidak malu kalau ada tamu datang. Total habis Rp 600.000, diambil dari uang tabungan,” tuturnya.
Cara mengembalikan uang tabungan yang telah digunakan tidak lain adalah dengan menabung lagi. Namun, menurut Olivia, hal ini tidak dapat menggantikan pengeluaran Lebaran yang seharusnya menggunakan THR.
Kalau sudah jorjoran selama Ramadhan dan Lebaran, harus ada evaluasi mengenai kebiasaan berbelanja. Apa yang perlu diperbaiki dan apakah budgeting sudah tepat atau belum. (Wong Sandy Surya)
”Setiap bulan aku konstan menabung, tapi dengan mengambil Rp 3,5 juta untuk Lebaran dan menutupnya dengan tabungan selama dua bulan ke depan jelas nominalnya berbeda jika aku tidak mengambil uang tabungan sama sekali. Tidak dapat THR ini benar-benar mengubah banyak rencana, termasuk kepulangan ke Jakarta dan jadwal pengajuan beasiswa,” ujarnya.
Sementara itu, pada Lebaran kali ini, Nindika Widya (25) merasa senang karena dapat berlibur selama dua minggu di Jakarta. Dana THR ia alokasikan hampir separuhnya untuk membeli tiket pesawat pergi dan pulang Padang-Jakarta. Sisanya ia gunakan untuk membeli baju Lebaran, belanja, dan liburan selama di Jakarta, dan THR untuk keluarga terdekat.
”Sekarang THR sudah tinggal sedikit. Kalau habis, minta uang ke kakak,” katanya.
Disiplin keuangan
Perencana keuangan Wong Sandy Surya berpendapat, pengeluaran yang membengkak selama Ramadhan dan Lebaran terjadi karena seseorang tidak menyusun atau merencanakan keuangan dengan baik. Mereka terkadang lebih memprioritaskan keinginan daripada kebutuhan dan lupa menyisihkan THR.
Jika seseorang disiplin dengan budget yang sudah direncanakan, dia akan lebih tahu kapan budget sudah habis atau melampaui batas yang ditentukan. Jika tidak, maka keuangan, bahkan tabungan, akan terkuras habis.
”Kalau sudah jorjoran selama Ramadhan dan Lebaran, harus ada evaluasi mengenai kebiasaan berbelanja. Apa yang perlu diperbaiki dan apakah budgeting sudah tepat atau belum,” ujar Pendiri Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia ini.
Sandy pun mengingatkan untuk lebih berhati-hati saat akan berbelanja sesuatu yang tidak penting. Dengan mencatat pengeluaran, seseorang akan penuh pertimbangan saat akan mengeluarkan uang di luar budget.
”Lebih baik buy later daripada pay later, karena hanya untuk memenuhi keinginan saja dan bukan kebutuhan. Harus bisa menganalisis diri,” katanya.
Jika seseorang memiliki kemampuan untuk menyisihkan lebih, Sandy menambahkan, maka THR bisa dialokasikan 10 persen untuk menambah porsi tabungan dan investasi. Hal ini karena untuk mendapatkan THR penuh, seseorang perlu bekerja selama 12 bulan. Dana darurat penting dialokasikan karena tidak ada yang tahu kapan seseorang akan sakit, kecelakaan, dan meninggal.
Penyiapan dana khusus oleh masyarakat menjelang Lebaran bak tradisi tahunan. Jajak pendapat Kompas pada 19-24 April 2022 menemukan, tiga perempat responden menyiapkan anggaran khusus untuk mencukupi kebutuhan selama Lebaran (Kompas, 8/5/2022).
Besarannya pun bervariasi. Separuh responden mengalokasikan dana kurang dari Rp 3 juta untuk Lebaran tahun ini. Sementara hampir seperlima responden menyiapkan dana Rp 3 juta-Rp 10 juta. Bahkan, terdapat responden yang mengalokasikan dana cukup besar, yakni lebih dari Rp 10 juta, untuk kebutuhan pernak-pernik Lebaran tahun ini.
Baca juga: Mengatur Keuangan Ramadhan agar Tetap Sehat