Peternak Ayam Rugi Triliunan Rupiah akibat Persaingan yang Tidak Sehat
Persaingan yang tidak setara serta biaya produksi yang terus naik menekan harga jual ayam hidup para peternak mandiri. Pemerintah perlu memastikan keadilan dan menciptakan aturan tegas untuk menuntaskan masalah ini.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persaingan yang tidak setara antara perusahaan besar dan peternak mandiri membuat harga jual ayam hidup terus tertekan. Diperberat oleh harga pokok produksi yang terus naik, peternak mandiri pun semakin merugi. Perlu ada intervensi untuk menciptakan keadilan dalam bisnis unggas ini.
Ketua Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) Alvino Antonio menjelaskan, harga jual ayam hidup terus tertekan akibat harga pokok produksi yang terus naik. Kini, harga jual berada di kisaran Rp 17.000–Rp 18.000 per kilogram. Angka ini berada di bawah harga acuan yang ditetapkan dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbapanas) Nomor 5/2022 sebesar Rp 23.000 per kilogram.
Dengan total produksi ayam peternak mandiri sekitar 16 juta ekor per minggu dan beban kerugian mulai dari Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram, KPUN mencatat kerugian setahun bisa mencapai Rp 2 triliun-Rp 3 triliun.
”Produksi nasional itu sekitar 80 juta ekor per minggu, dari peternakan rakyat sekitar 20 persennya atau 16 juta ekor. Bila asumsinya satu ekor beratnya kurang lebih 1,5 kilogram, kalau dihitung, ya, secara nasional ruginya sekitar Rp 2,7 triliun kurang lebih,” ucapnya saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (15/4/2023).
Ada beberapa penyebab harga ayam dari peternakan mandiri terus tertekan. Pertama, biaya produksi yang terus naik sekitar 10 persen setiap tahun, sedangkan harga jual cenderung stabil. Harga jagung sebagai salah satu pakan ternak ayam memang masih tinggi.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional per Sabtu (15/4/2023), harga jagung di tingkat peternak berada di angka Rp 6.150, masih di atas harga acuan jagung sesuai Perbapanas Nomor 5/2022 sebesar Rp 5.000 per kilogram. Selain jagung, pakan ayam kualitas baik yang digunakan untuk penggemukan juga berada di harga Rp 9.000 per kilogram dari kondisi ideal di harga Rp 7.500 per kilogram.
”Kami berharap ada intervensi dari pemerintah untuk menaikkan harga ayam hidup di kandang,” ucapnya.
Selain karena biaya pokok produksi yang terus naik, kerugian juga terjadi lantaran peternak harus membanting harga jual mereka di pasar tradisional akibat gempuran stok ayam dari perusahaan besar. Persaingan dengan perusahaan besar di pasar tradisional tersebut membuat harga tertekan.
KPUN meminta pemerintah untuk membatasi penjualan dan budidaya ayam yang dilakukan perusahaan besar karena berpotensi menekan harga ayam peternak mandiri. Pembagian segmentasi pasar perlu dilakukan agar menciptakan persaingan yang sehat.
Kalau perusahaan besar diizinkan budidaya dan memasok ke pasar tradisional juga, peternak mandiri yang akan tersingkir perlahan.
Ketidakadilan dirasakan peternak karena perusahaan besar sudah mendapat keuntungan besar dari penjualan pakan, konsentrat, hingga berbagai produk olahan, salah satunya ayam siap saji atau nugget.
Ia menambahkan, perusahaan besar juga memegang jatah impor bibit ayam (grand parent stock/GPS) hingga 64 persen dari kuota. GPS akan dikembangkan menjadi ayam bakalan (final stock) hingga nanti dibeli peternak mandiri.
Tekanan ini membuat jumlah peternak mandiri juga terus turun, dari sekitar ratusan ribu orang kini hanya sekitar puluhan ribu orang. Beberapa dari mereka kini menjadi peternak dengan sistem plasma atau bekerja sama dengan peternak mandiri yang cukup besar.
”Mereka sudah untung besar dari produksi di hulu, masa harus budidaya dan jual ke pasar tradisional juga. Belum ada aturan tegas, tapi pemerintah harus lihat, ini merugikan. Mereka masuk ke horeka (hotel, restoran, kafe) saja, peternak mandiri ke pasar becek,” ucapnya.
Secara terpisah, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menuturkan, pemerintah siap menyerap ayam hidup dari para peternak dengan harga yang wajar. Ayam dari peternak akan disalurkan lewat program bantuan sosial keluarga rawan stunting (KRS) mulai April-Juni 2023.
Selain itu, pihaknya sedang berupaya untuk menekan harga pakan menjadi lebih stabil. Agar penyerapan ayam dari peternak berjalan baik, ia juga meminta peternak untuk memiliki nomor kontrol veteriner (NKV) agar produk yang diserap terjamin kualitasnya.
”BUMN seperti ID Food dan Bulog siap menyerap bila harga anjlok. Harga pakan juga perlu kami lock, misal harga Rp 8.000 per kilogram ya harus begitu, jangan tiba-tiba naik menjadi Rp 9.000 atau Rp 10.000,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Alvino menegaskan, penyerapan dari pemerintah adalah solusi sementara. Hal terpenting, perlu ada keadilan dan kesetaraan dalam akses pasar.
”Yang diserap 1,5 juta ekor per bulan selama tiga bulan, produksi saja sampai 80 juta ekor per minggu. Tidak akan efektif membantu para peternak,” tambahnya.