Pemutusan hubungan kerja tidak pernah mudah bagi karyawan dan keluarganya. Dengan segala kesulitan di depan mata, mereka harus berjibaku untuk bertahan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA, MEDIANA
·5 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Karyawan pabrik sepatu PT Dean Shoes Karawang, Jawa Barat, saling berpelukan setelah mendapat surat pemutusan hubungan kerja, Selasa (28/3/2023). PT Dean Shoes di Kabupaten Karawang menutup pabrik dan berhenti beroperasi per 14 April 2023. Sebanyak 3.329 pekerja mengalami PHK.
Langit mendung pada Selasa (28/3/2023) sore itu. Rombongan karyawan pabrik sepatu PT Dean Shoes, Karawang, Jawa Barat, keluar dari pintu gerbang utama pabrik berjalan menuju ke area tempat parkir sepeda motor yang terletak agak jauh dari gerbang.
Suasana di area tempat parkir itu tak seperti biasanya. Karyawan yang berpapasan dengan sesama rekan kerjanya di situ saling berjabat tangan. Sebagian bahkan saling berpelukan. Ada senyum getir pada wajah-wajah mereka. Beberapa di antara mereka saling menunjukkan berkas kertas berisi ketetapan pemutusan hubungan kerja (PHK).
”Tadi saya pelukan sama teman yang kerja di bagian pemasangan sol sepatu karena hari ini adalah hari terakhir dia bekerja di sini. Saya juga kena PHK, tetapi waktu cut off saya beda. Teman-teman sesama pekerja di sini sudah seperti keluarga kedua bagi saya,” ujar Eneng (36), pekerja penjahitan bagian atas sepatu di PT Dean Shoes.
Eneng bekerja di pabrik itu sejak 2013. Dia adalah orang tunggal bagi anak semata wayangnya yang saat ini duduk di kelas IX SMP. Eneng juga menanggung biaya hidup orangtuanya. ”(Di pabrik ini) Saya bertemu dengan sesama pekerja perempuan dari banyak daerah di Jawa ataupun Sumatera. Kekeluargaan kami kental,” ujarnya.
Kini, Eneng disesaki kecemasan memikirkan masa depan. Jika tidak lekas mendapatkan pekerjaan, tak terbayang kesulitannya untuk membiayai sekolah anak dan menanggung biaya hidup sehari-hari bersama orangtuanya.
Foto udara pabrik sepatu PT Dean Shoes Karawang, Jawa Barat, Selasa (28/3/2023). Pabrik itu ditutup mulai 14 April 2023 karena anjoknya permintaan pasar ekspor.
PHK di PT Dean Shoes Karawang juga memukul Uci Sanusi (36). Keputusan PHK itu membuatnya kesulitan mencari biaya pengobatan sekaligus biaya hidup istri dan anaknya. Mantan pekerja bagian proses produksi karet untuk alas kaki ini menderita problem kekurangan zat kalium dengan komplikasi asam urat sejak September 2022.
”Sejak itu, badan saya melemah dan tidak bisa bekerja terlalu berat,” ujar Uci yang ditemui di teras rumah kontrakannya. Rumah kontrakan itu hanya berjarak sekitar 500 meter dari lokasi pabrik PT Dean Shoes.
Selama ini, Uci mengandalkan biaya pengobatan dari fasilitas asuransi kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dibayarkan perusahaan. Setelah PHK, iuran BPJS itu akan menjadi tanggungan Uci sendiri.
Untuk bisa tetap bertahan, Uci berencana menggunakan sebagian dari uang pesangonnya yang sebesar Rp 25 juta untuk memulai usaha minuman teh dingin di halaman rumah. Apabila kondisi kesehatannya sudah lebih baik, dia ingin kembali mencari kerja sebagai karyawan pabrik di perusahaan lain.
Sudah biasa
Pekerja lainnya yang juga terkena PHK, Darman (36), punya cerita berbeda. Ia mengatakan mulai ”terbiasa” kena PHK. Rupanya sudah dua kali ini Darman mengalami PHK di perusahaan yang sama, PT Dean Shoes.
Darman bekerja di pabrik itu sejak 2012. Setelah lima tahun bekerja, pada 2017, terjadi gelombang PHK dan Darman tak terhindarkan turut diberhentikan. Selanjutnya, ia bekerja di sebuah pabrik di Purwakarta. Darman, yang bertempat tinggal di Karawang, setiap hari harus menempuh jarak lebih dari 90 kilometer pergi-pulang dengan berkendara sepeda motor.
Pada 2022, PT Dean Shoes kembali membuka lowongan karyawan untuk pabrik sepatu. Karena lebih dekat dengan rumahnya, Darman memilih kembali bekerja di pabrik itu. ”Akhirnya saya kembali kerja di sini. Baru 11 bulan, eh, kena PHK lagi. Nasibnya saya begini,” ujarnya.
Darman belum memiliki rencana ke depan. Ia mendengar kabar, setelah penutupan lini produksi sepatu ini, manajemen dikabarkan bakal membuka pabrik tekstil. Darman pun berencana untuk kembali mendaftar bekerja sebagai buruh di situ.
”Kalau ditanya trauma sering dikenai PHK, ya, lumayan, sih. Tapi, enggak kapok. Ya ada peluang kerja, dekat rumah, dan butuh upahnya juga,” ujar Darman.
Permintaan merosot
PT Dean Shoes di Karawang menutup pabrik dan menghentikan operasinya per 14 April 2023. Sebanyak 3.329 pekerja di pabrik ini harus mengalami PHK.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri membenarkan, penutupan pabrik PT Dean Shoes itu karena anjloknya permintaan ekspor. Hal itu merupakan imbas perlambatan ekonomi global.
Di sisi lain, upah pekerja terus naik. Terlebih lagi, Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) Karawang 2023 bisa dibilang tertinggi di Indonesia dengan besaran Rp 5,17 juta per bulan. UMK ini naik 7 persen dibandingkan dengan 2022 yang sebesar Rp 4,79 juta per bulan.
Upah tenaga kerja pada industri alas kaki menyumbang 15-25 persen dari struktur ongkos perusahaan. Kenaikan upah cukup signifikan mendongkrak ongkos perusahaan. ”Mereka kehilangan permintaan. Di sisi lain, ongkos terus naik. Akhirnya dilakukan efisiensi dengan menutup lini usaha,” ujar Firman.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Banten Septo Kalnadi, saat dihubungi April lalu, menuturkan, ada pula pengajuan izin PHK oleh PT Nikomas Gemilang, pabrik sepatu di Serang, Banten. Pabrik yang berdiri sejak 1992 ini juga melayani permintaan pesanan brand luar negeri. PT Nikomas Gemilang menawarkan pengunduran diri kepada 1.600 karyawan.
”Cuma, realisasi pekerja yang terdampak lebih dari itu. Kami mendapat informasinya begitu,” ujar Septo.
Ia menambahkan, penurunan permintaan dari pemilik merek di luar negeri menjadi salah satu penyebab munculnya PHK di pabrik-pabrik sektor padat karya di Banten.
PHK pekerja di industri padat karya juga tidak jarang dilatari pemindahan lokasi pabrik ke daerah lain. Relokasi itu dilakukan untuk menekan biaya operasional menjadi lebih murah. Menurut Septo, fenomena seperti itu sudah terjadi selama 5–6 tahun terakhir di Banten. Pandemi Covid-19 dan ketidakpastian ekonomi global baru-baru ini turut memicu percepatan relokasi.
PHK pekerja di industri padat karya juga tidak jarang dilatari pemindahan lokasi pabrik ke daerah lain. Relokasi itu dilakukan untuk menekan biaya operasional menjadi lebih murah.
Industri padat karya, khususnya produksi alas kaki serta tekstil dan produk tekstil (TPT), pernah jadi primadona di Banten tahun 1990-an. Kini, sejumlah pabrik di sektor itu melakukan relokasi bertahap supaya bisa mengembangkan kapasitas baru.
Menurut Septo, Banten sebenarnya terus berkembang, misalnya terdapat infrastruktur pelabuhan yang semakin baik. Sektor industri di daerah ini pun semakin beragam, di antaranya industri makanan dan minuman, logam, kapal, koper, kasur, dan pariwisata.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Karyawan pabrik sepatu PT Dean Shoes Karawang, Jawa Barat, meninggalkan tempat kerjanya setelah mendapat surat pemutusan hubungan kerja, Selasa (28/3/2023). Sebanyak 3.329 pekerja mengalami PHK.
”Apabila ada PHK dari pabrik padat karya, efek dominonya besar. (Bisa) Sampai mengenai pemilik tempat kos, rumah kontrakan, dan warung makan. Pemerintah berusaha agar tidak ada PHK lagi. Kami ikut serta sosialisasi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023. Lalu, kami bekerja sama dengan balai latihan kerja supaya pekerja yang terkena PHK bisa ikut pelatihan keterampilan sesuai tren kebutuhan industri saat ini,” ujar Septo.
Menanggapi fenomena PHK yang masih menghantui sektor padat karya itu, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri mendorong agar semua pihak mengedepankan dialog untuk menemukan solusi mengatasi lesunya permintaan pasar.
PHK adalah bagian dari cerita tentang kompleksitas industri. PHK juga selalu merupakan cerita manusia yang berjuang untuk bertahan hidup.
”Satu pekerja terkena PHK, dampaknya luas. Bukan hanya ke dirinya, melainkan juga keluarga, pemilik kontrakan, angkutan umum, dan usaha kuliner di sekitar pabrik,” ujarnya.
Indah menjelaskan, pada Maret 2023, pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
”Permenaker ini pun harus dilihat sebagai rambu-rambu agar tidak ada pengusaha semena-mena mengatasnamakan situasi global untuk melakukan PHK,” kata Indah.
PHK adalah bagian dari cerita tentang kompleksitas industri. PHK juga selalu merupakan cerita manusia yang berjuang untuk bertahan hidup.