Industri Tekstil Perlu Segera Didorong untuk Bangkit
Industri tekstil perlu segera didorong untuk bangkit dari keterpurukan akibat membanjirnya produk impor murah dan pandemi yang melemahkan daya beli. Meski tumbuh negatif, sektor ini terus menyerap tenaga kerja.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
KOMPAS/Lasti Kurnia
Aktivitas perniagaan di pusat garmen dan pakaian jadi Pasar Tanah Abang, Jakarta yang tak hanya melayani pasar lokal, tetapi juga mancanegara, Jumat (7/2/2020). Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, industri tekstil dan pakaian jadi menunjukkan kinerja yang signifikan pada tahun 2019 dengan pertumbuhan 15,35 persen. Pertumbuhan ini memasukkan industri tekstil dan pakaian jadi sebagai satu dari lima sektor manufaktur yang menjadi prioritas untuk memasuki era industri 4.0 berdasarkan Peta Jalan Making Indonesia 4.0.
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja industri tekstil dan produk tekstil masih tertekan lantaran kesulitan bersaing dengan serbuan produk impor. Untuk mendorong industri tekstil bangkit di tengah pandemi, langkah-langkah membendung penetrasi produk impor sedang disiapkan.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor yang paling diandalkan untuk menyerap tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dikelola Kementerian Perindustrian, dari tahun ke tahun, serapan tenaga kerja sektor ini terus meningkat, bahkan di tengah situasi pandemi Covid-19. Pada 2018, ada 1,7 juta pekerja di sektor TPT, naik menjadi 2,8 juta pekerja pada 2019. Pada 2020, meskipun tertekan pandemi, serapan tenaga kerja di sektor TPT justru melonjak menjadi 3,9 juta orang.
Meski sangat diandalkan menyerap tenaga kerja, pertumbuhan sektor TPT justru terpuruk semakin dalam setahun terakhir ini. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja saat dihubungi di Jakarta, Rabu (19/5/2021), menjelaskan, industri tekstil kecil-menengah saat ini sulit bertahan, baik di pasar dalam negeri maupun global.
Di pasar domestik, mereka harus bersaing dengan produk impor yang lebih murah. Sementara pasar ekspor juga sulit ditembus karena problem daya saing serta terkendala pembatasan aktivitas logistik dan rantai pasok dengan negara mitra, termasuk pengenaan safeguard oleh negara tujuan ekspor.
Pertumbuhan industri TPT per triwulan I-2021 merupakan yang terendah dibandingkan dengan sektor pengolahan non-migas lainnya. Kondisi ini ironis di tengah kinerja sektor industri yang sedang tumbuh ekspansif. Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia tercatat di level 54,6 pada April 2021, menyentuh rekor tertinggi sejak 2011.
Sebelum pandemi, sektor TPT bertumbuh. Pada 2017, sektor ini tumbuh 3,83 persen, meningkat pada 2018 menjadi 8,73 persen, dan pada 2019 tumbuh hingga 15,35 persen. Namun, akibat pandemi, pertumbuhan sektor TPT anjlok menjadi minus 8,88 persen secara tahunan.
Selama setahun terakhir ini, laju pertumbuhan industri TPT terus terkontraksi. Pada triwulan I-2020, sektor ini sudah tumbuh minus 1,24 persen. Pada triwulan IV-2020, kondisi semakin tertekan menjadi minus 10,49 persen. Pada triwulan I-2021, kinerjanya semakin menurun di angka minus 13,28 persen.
Jemmy memperkirakan, pada triwulan II-2021, sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) masih akan tumbuh negatif.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, kinerja industri tekstil sebenarnya sempat membaik pada Januari dan Februari 2021 dengan utilisasi sampai 85 persen. Saat itu produk impor banyak yang tertahan karena kelangkaan kontainer atau peti kemas.
Namun, begitu memasuki Maret 2021, impor tekstil mulai kembali membanjir. ”Barang-barang impor berupa kain dan pakaian jadi ini banyak menekan di awal tahun. Akhirnya, industri kita tidak ikut menikmati momentum demand yang naik saat Lebaran, karena lebih banyak yang lari ke produk impor,” kata Redma.
Kompas
Pedagang kain menata dagangannya di Pasar Sukawati, Gianyar, Bali, Rabu (9/10/2013). Sektor tekstil nasional terancam kalah bersaing dengan negara-negara ASEAN dalam penyelenggaraan ASEAN Economic Community pada 2015. Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika dan Eropa sebagai pasar utama ikut menurunkan nilai ekspor tekstil Bali.
Menurut Jemmy dan Redma, yang saat ini dibutuhkan oleh pelaku industri Tanah Air adalah kepastian akses pasar dalam negeri. ”Pasar ekspor sebenarnya masih belum pulih sepenuhnya, apalagi beberapa negara sekarang sudah mulai lockdown lagi. Maka, yang bisa kita kontrol itu pasar domestik, dan untuk itu perlu langkah proteksi dari pemerintah,” tuturnya.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh mengatakan, pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah proteksi untuk mendorong pertumbuhan industri TPT dalam negeri, khususnya industri kecil-menengah. Salah satunya melalui pengendalian penjualan produk impor di pasar e-dagang.
Langkah ini sudah dimulai oleh platform e-dagang Shopee Indonesia dengan melarang penjualan 13 produk impor melalui platform mereka. Sebagian besar adalah produk tekstil fashion muslim, seperti hijab atau kerudung, atasan dan bawahan muslim, outwear muslim, batik, dan kebaya.
Payung hukum untuk mengontrol penjualan produk impor di e-dagang itu sedang disusun oleh Kementerian Perdagangan dan akan segera diberlakukan. ”Kami sedang berkomunikasi dengan platform e-dagang dalam negeri lain agar mengikuti langkah itu. Kita coba dari semua lini untuk menjaga pasar dalam negeri,” katanya.
Selain menertibkan penjualan produk impor dan mencegah praktik predatory pricing di ranah daring, pemerintah juga akan mempercepat implementasi safeguard berupa tarif bea masuk untuk sektor hilir garmen.
Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) sudah menyelidiki 134 golongan barang (HS) untuk dikenai bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) setelah jumlah impor melonjak signifikan beberapa tahun terakhir. Tarif itu akan berlaku untuk tujuh segmen, yakni atasan kasual, atasan formal, bawahan, outer, terusan, pakaian bayi, headwear, dan neckwear.
Proyeksi pemerintah, dengan langkah-langkah membendung impor dan penguatan industri tekstil dalam negeri, akan terjadi pertumbuhan positif mulai triwulan III dan IV. ”Dengan langkah mendorong captive market bagi industri lokal, program substitusi impor dan program peningkatan produksi dalam negeri, sektor TPT kita harapkan mulai membaik,” katanya.